Ini adalah cerita pengakuan Sinta, pacar gelapku, ketika ia membuat
skandal dengan Oom Icar, ayah Asmi sahabatnya. Waktu itu Sinta belum
menikah denganku dan baru membuat hubungan intim dengan dr.Budi yang
pernah membantu menggugurkan kandungan hasil hubungan gelapnya dengan
kakak iparnya sendiri.
Oom Icar, 47 tahun juga cukup dikenal
akrab oleh Sinta karena dia sering bertandang di rumah sahabatnya ini.
Pada penampilan luarnya Oom Icar bertampang simpatik dan malah kelihatan
sebagai orang alim, tapi kenapa sampai bisa berhubungan dengan Sinta
ini awalnya cukup konyol. Secara kebetulan keduanya saling kepergok di
sebuah hotel ketika masing-masing akan melakukan perbuatan iseng. Oom
Icar saat itu sedang menggandeng seorang pelacur langganan tetapnya dan
Sinta saat itu sedang digandeng dr.Budi. Keduanya jelas-jelas bertemu di
gang hotel sama-sama tidak bisa mengelak. Tentu saja sama-sama kaget
tapi masing-masing cepat bisa bersandiwara pura-pura saling tidak kenal.
Kelanjutan
dari itu masing-masing sepakat bertemu dikesempatan tersendiri untuk
saling menjelaskan dan membela diri. Bahwa kalau Sinta mengaku
hubungannya dengan dr.Budi karena kena bujuk diajak beriseng dan cuma
dengan laki-laki itu saja, sedang Oom Icar mengaku bahwa dia terpaksa
mencari pelarian karena Tante Vera, istrinya, katanya sudah kurang
bergairah menjalankan kewajibannya sebagai istri di tempat tidur. Masuk
akal bagi Sinta karena dilihatnya Tante Vera yang gemuk itu memang lebih
sibuk di luar rumah mengurus bisnis berliannya ketimbang mengurus suami
dan keluarganya. Itu sebabnya Asmi, salah satu anaknya juga jadi bebas
dan liar di luaran.
Dari pertemuan itu masing-masing nampak sama
ketakutan kalau rahasianya terbongkar di luaran. Sinta takut hubungannya
dengan dr.Budi didengar orang tuanya sedang Oom Icar juga lebih takut
lagi nama baiknya jadi rusak. Berikutnya karena kadung sudah saling
terbuka kartu masing-masing, keduanya yang berusaha agar saling menutup
mulut jangan membuka rahasia ini justru menemukan cara tersendiri yaitu
dengan membuat hubungan gelap satu sama lain. Ide ini terlontar oleh Oom
Icar yang coba merayu Sinta ternyata diterima baik oleh Sinta.
Singkat
cerita kesepakatan pun tercapai, cuma ketika menjelang janji bertemu di
suatu tempat di mana Oom Icar akan menjemput dan membawa Sinta ke
hotel, Sinta meskipun melihat tidak ada salahnya mencoba iseng dengan
Oom Icar tidak urung berdebar juga jantungnya. Tegang karena partner
kali ini hubungannya terkait dekat. Sekali meleset dan terbongkar bisa
fatal urusan malunya. Begitu juga waktu sudah semobil di sebelah Oom
Icar, sempat kikuk malu dia dengan laki-laki yang ayah sahabatnya ini.
Pasalnya Oom Icar yang sebenarnya juga sama tegang karena kali ini yang
dibawa adalah teman dekat anak gadisnya, dia hampir tidak ada suaranya
dan pura-pura sibuk menyetir mobilnya sehingga Sinta didiamkan begini
jadi salah tingkah menghadapinya. Tapi waktu sudah masuk kamar hotel dan
mengawali dengan duduk ngobrol dulu merapat di sofa, di situ mulai ke
luar keluwesan Oom Icar dalam bercumbu. Sinta pun mulai lincah seperti
biasa pembawaannya kalau sedang menghadapi dr.Budi. Genit manja
jinak-jinak merpati membuat si Oom tambah penasaran terangsang
kepadanya. Waktu itu dengan mesra Oom Icar menawarkan makan pada Sinta
tapi ditolak karena masih merasa kenyang.
"Aku minta rokoknya Oom.. Sinta pengen ngerokok." pinta Sinta sebagai alternatif tawaran Oom Icar.
"Oh ngerokok juga? Iya ada, mari Oom yang pasangin. Oom nggak tau kalo Sinta juga ngerokok."
"Cuma sekali-sekali aja, abis deg-degan pergi sama Oom ke sini." jelas Sinta menunjukan kepolosannya.
"Kok sama, Oom juga sempat tegang waktu bawa Sinta di mobil tadi, takut kalo ada yang ngeliat."
Masing-masing sama mengakui apa yang dirasakan selama dalam perjalanan. Sinta mulai menggoda Oom Icar.
"Masa udah tegang duluan, kan belum apa-apa Oom?" godanya dengan genit.
"Oo
yang itu memang belum, tapi jantungnya yang tegang." jawab Oom Icar
setelah membakar sebatang rokok buat Sinta yang sudah langsung
menjulurkan tangannya, tapi masih belum diberikan oleh Oom Icar.
"Mana, katanya mau pasangin buat Sinta?"
"Sebentar, sebelum ngerokok bibirnya Oom musti cium dulu.."
Menutup
kalimatnya Oom Icar langsung menyerobot bibir Sinta memberinya satu
ciuman bernafsu, dibiarkan saja oleh Sinta hanya setelah itu dia
menggigit bibir malu-malu manja menyandarkan kepalanya di dada Oom Icar
sambil menyelingi dengan merokok yang sudah diterimanya dari Oom Icar.
Melihat ini Oom Icar semakin berlanjut.
"Bajunya basah keringetan
nih, Oom bukain ya biar nggak kusut?" katanya menawarkan tapi sambil
tangannya yang memeluk dari belakang mulai mencoba melepas kancing baju
Sinta.
Lagi-lagi Sinta tidak menolak. Dengan gaya acuh tak acuh
sibuk mengisap rokoknya, dia membiarkan Oom Icar bekerja sendiri malah
dibantu menegakkan duduknya agar kemejanya dapat diloloskan dari
lengannya membuat dia tinggal mengenakan kutang saja. Sinta memang sudah
terbiasa bertelanjang di depan lelaki, jadi santai saja sikapnya.
Tetapi ketika tangan Oom Icar menyambung membuka reitsleting belakang
rok jeans-nya dan dari situ akan meloloskan rok berikut celana dalamnya,
baru sampai di pinggul Sinta menggelinjang manja.
"Ngg.. masak aku ditelanjangin sendiri, Oom juga buka dulu bajunya?"
"Iya, iya, Oom juga buka baju Oom.."
Segera
Oom Icar melucuti bajunya satu persatu sementara Sinta bergeser
duduknya ke sebelah. Berhenti dengan hanya menyisakan celana dalamnya,
dia pun beralih untuk meneruskan usahanya melepas rok Sinta. Sekarang
baru dituruti tapi juga sama menyisakan celana dalamnya. Tentu saja Oom
Icar mengerti bahwa Sinta masih malu-malu, dia tidak memaksa dan kembali
menarik Sinta bersandar dalam pelukan di dadanya. Di situ dia mulai
dengan mengecup pipi Sinta sambil mengusap-usap pinggang bergerak
meremas lembut masing-masing pangkal bawah susu si gadis yang masih
tertutup kutangnya.
"Sinta kurus ya Oom?" tanya Sinta sekedar menghilangkan salah tingkah karena susunya mulai digerayangi Oom Icar.
"Ah
nggak, kamu malah bodimu bagus sekali Sin." jawab Oom Icar memuji Sinta
apa adanya karena memang tubuh gadis ini betul-betul berlekuk indah
menggiurkan.
"Tapi Oom kan senengnya sama yang mantep, yang hari itu Sinta liat ceweknya montok banget.."
"Iya
tapi orangnya jelek, udah tua. Abisnya nggak ada lagi sih? Maunya nyari
yang cakep kayak Sinta gini. Kalo ini baru asyik.." rayu Oom Icar
sambil kali ini mencoba untuk membuka pengait bra Sinta yang kebetulan
terletak di bagian depan.
"Oom sih ngerayu. Buktinya belon apa-apa udah bilang asyik duluan?"
"Justru
karena yakin maka Oom berani bilang gitu. Coba aja pikir, ngapain Oom
sampe berani ngajak Sinta padahal jelas-jelas udah tau temen baiknya
Asmi, ya nggak? Kalo bukan lantaran tau kapan lagi dapet asyik ditemenin
cewek secakep Sinta, tentu Oom nggak akan nekat gini. Udah lama Oom
seneng ngeliat kamu Sin."
Sinta kena dipuji rayuan yang memang masuk
akal ini kontan bersinar-sinar bangga di wajahnya. Perempuan kalau
terbidik kelemahannya langsung jadi murah hati, segera mandah saja dia
membiarkan kutangnya dilepas sekaligus memberikan kedua susu
telanjangnya yang berukuran sedang membulat kenyal mulai diremas tangan
Oom Icar.
"Emangnya, Oom seneng sama Sinta sejak kapan? Kayaknya sih Sinta liat biasa-biasa aja?"
"Dari
Sinta mulai dateng-dateng ke rumah Oom udah ketarik sama cantiknya,
cuma masak musti pamer terang-terangan? Tiap kali ngeliat rasanya
gemeess sama kamu.." bicaranya menyebut begitu sambil secara tidak
sengaja memilin puting susu di tangannya membuat si gadis lagi-lagi
menggelinjang manja.
"Aaa.. gemes mau diapain Oom?!"
"Gemes mau
dipeluk-pelukin gini, dicium-ciumin gini, atau juga diremes-remesin
gini.. sshmm.." jawab Oom Icar dengan memperlihatkan contoh cara dia
mendekap erat, mengecup pipi dan meremas susu Sinta.
"Terusnya apalagi?"
"Terusnya
yang terakhir ininya.. Apa sih namaya ini?" tanya canda Oom Icar yang
sebelah tangannya sudah diturunkan ke selangkangan Sinta, langsung
meremas bukit vagina yang menggembung dan merangsang itu.
"Itu
bilangnya.. memek." jawab Sinta dengan menoleh ke belakang sambil
menggigit kecil bibir Oom Icar. Bahasanya vulgar tapi Oom Icar malah
senang mendengarnya.
"Iya, kalau memek Sinta ini dimasukin Oom punya, boleh kan?"
"Dimasukin apa Oom..?"
"Ini, apa ya bilangnya?" tanya lagi Oom Icar dengan mengambil sebelah tangan Sinta meletakkan di jendulan penisnya.
"Aaa..
ini kan bilangnya kontol.. Dimasukin ini bahaya, kalo hamil malah
ketauan orang-orang Oom?" Sinta bergaya pura-pura takut tapi tangannya
malah meremas-remas jendulan penis itu.
"Jangan ambil bahayanya, ambil enaknya aja. Nanti Oom beliin pil pencegah hamilnya."
"Tapinya sakit nggak?" tanya Sinta sambil mematikan rokoknya ke asbak.
"Kalo
udah dicoba malah enak. Yuk kita pindah ke tempat tidur?" Oom Icar
mengajak tapi sambil membopong Sinta pindah ke tempat tidur untuk masuk
di babak permainan cinta. Di sini Sinta mulai memasrahkan diri ketika
tubuhnya mulai digeluti kecup cium dan raba gemas yang menaikan birahi
nafsunya. Sinta sudah pernah begini dengan dr.Budi, caranya hampir sama
dan dia senang digeluti laki-laki yang sudah berumur seperti ini. Karena
mereka bukan hanya lebih pengalaman tapi juga lebih teliti jika
mengecapi tubuh perempuan, apalagi gadis remaja seperti dia. Asyik
rasanya menggeliat-geliat, merengek-rengek manja diserbu rangsangan
bernafsu yang bertubi-tubi di sekujur tubuhnya.
"Ahahhgg.. gellii Oomm.. Sshh.. iihh.. Oom sakit gitu.. ssh.. hngg.."
Mengerang
antara geli dan perih tapi dengan tertawa-tawa senang, yang begini
justru memancing si Oom makin menjadi-jadi. Oom Icar yang nampaknya baru
kali ini bergelut dengan seorang gadis remaja cantik tentu saja
terangsang hebat, hanya saja dia sayang untuk terburu-buru dan masih
senang untuk mengecapi sepuas-puasnya tubuh mulus indah yang dagingnya
masih padat kencang ini. Dari semula saja dia sudah nekat melupakan
bagaimana status hubungannya dengan Sinta apalagi setelah dilanda nafsu
tinggi seperti ini. Anak gadis teman baiknya dan sekaligus sahabat
anaknya ini begitu merangsang gairahnya membuat dia jadi terlupa
segala-galanya. Sinta yang sudah memberi celana dalamnya diloloskan jadi
telanjang bulat sudah rata seputar tubuhnya dijilati dengan rakus.
Diberi bagian susunya dihisap saja sudah membuat Oom Icar buntu dalam
asyik. Sibuk mulutnya menyedot berpindah-pindah diantara kedua puncak
bukit yang membulat kenyal lagi pas besarnya itu, lebih-lebih waktu
Sinta di bagian terakhir memberikan vaginanya dikecapi mulutnya. Jangan
bilang lagi, seperti anjing kelaparan dia menyosor menjilat dan menyedot
celah merangsang itu sampai tidak peduli tingkatan kesopanan lagi.
Sahabat anak gadisnya yang biasanya hormat sopan kalau datang ke
rumahnya, sekarang santai saja menjambak rambutnya atau mendekap
kepalanya mempermainkan seperti bola kalau sosoran mulut rakusnya
membuat geli yang terlalu menyengat.
"Ssshh.. aahngg.. gelii..
Oomm.." Oom Icar seru memuasi rasa mulutnya yang tentu saja membuat
Sinta terangsang tinggi dalam tuntutan birahinya, tapi begitu pun jalan
pelepasan yang diberikan si Oom betul-betul memuaskan sekali. Pada
gilirannya Oom Icar merasa cukup dan menyambung untuk mengecap nikmatnya
jepitan ketat vagina muda si gadis, di sinilah baru terasa asyiknya
penis ayah sahabatnya.
Sewaktu partama dimasuki, Sinta masih
memejamkan mata, dia baru tersadar ketika batang itu sudah setengah
terendam di vaginanya. Agak ketat sedikit rasanya. Membuka mata melirik
ke bawah, dia langsung bisa mengira-ngira seberapa besar batang itu.
"Aahshh.." dia mengerang dengan gemetar kerinduan nafsunya hanya saja
tangannya mengerem pinggul Oom Icar agar tidak sekaligus tancap masuk.
Meskipun tidak diutarakan Sinta lewat kata-kata tapi Oom Icar mengerti
maksudnya. Dia meredam sedikit emosinya dan menusuk sambil membor
penisnya lebih kalem. Di situ batang penis ditahan terendam sebentar
untuk membawa dulu tubuhnya turun menghimpit Sinta lalu dari situ dia
berlanjut membor sambil mulai memompa pelan naik turun pantatnya. Untuk
beberapa saat masuknya batang diterima Sinta masih agak tegang, tapi
ketika terasa mulai licin dan sudah mulai bisa menyesuaikan dengan
ukuran Oom Icar. Dia pun mulai meresapi nikmatnya batang Oom Icar.
"Wihh..
ennaak sekalii!" begitu ketat dan begitu mantap gesekannya membuat
Sinta langsung terbuai dengan nikmat sanggama yang baru dibukanya dengan
batang kenikmatan Oom Icar. Saking asyiknya kedua tangan dan kakinya
naik mencapit tubuh Oom Icar seolah-olah menjaga agar kenikmatan ini
tidak dicabut lepas sementara dia sendiri mulai ikut aktif mengimbangi
kocokan penis dengan putaran vaginanya yang mengocok. Disambut
kehangatan begini Oom Icar tambah bersemangat memompa, semakin lebih
terangsang dia karena Sinta meskipun tidak bersuara tapi gayanya hangat
meliuk-liuk setengah histeris. Bergerak terus dengan tangan menggaruk
kepala Oom Icar, kakinya yang membelit tidak ubahnya bagai akan memanjat
tubuh si Oom. Kelihatan repot sekali gerak sanggamanya yang seperti
tidak bisa diam itu, apalagi ketika menjelang sampai ke puncak
permainan, tambah tidak beraturan Sinta menggeliat-geliat. Sementara itu
si Oom yang sudah serius tegang juga hampir mencapai ejakulasinya.
Beberapa saat kemudian keduanya tiba dalam orgasme secara bersamaan.
Sinta yang mulai duluan dengan memperketat belitannya. "Aduuhh..
ayyuhh.. Oomm.. shh.. ahgh.. iyya.. duhh.. aahh.. hgh.. aahh.. aeh..
ahduhh.. sshh Oom.. hheehh.. mmhg.. ayoh.. Sin.." saling bertimpa kedua
suara masing-masing mengajak untuk melepas seluruh kepuasan dengan
sentakan-sentakan erotis. Sama-sama mendapatkan kenikmatan dan kepuasan
dalam jumpa pertama ini, sehingga ketika mereda keduanya pun menutup
dengan saling mengecup mesra, gemas-gemas sayang tanda senangnya. Begitu
nafas mulai tenang, Sinta memberi isyarat menolak tubuh Oom Icar
meminta lepas, tapi sementara si Oom berguling terlentang di sebelah,
dia sudah mengejar, memeluk dengan memegang batangnya dan merebahkan
kepalanya di dada Oom Icar. Meremas-remas gemas sambil memandangi batang
yang masih mengkilap lengket itu.
"Bandel nihh.. maen nyodok aja?" komentar Sinta sambil menarik penis Oom Icar.
"Abis kamunya juga bikin penasaran aja sih?" balas Oom Icar dengan tangannya merangkul leher bermain lagi di susu Sinta.
"Oom seneng ya sama aku?"
"Oo..
jelas suka sekali Sayaang.. Abis, kamu memang cantik, memeknya juga
enak sekali.." kali ini dagu Sinta diangkat, bibirnya digigit gemas oleh
Oom Icar.
Sinta langsung bersinar bangga dengan pujian itu. Itu
pembukaan hubungan gelap mereka yang sejak itu berlangsung secara
sembunyi-sembunyi dengan jadwal rutin karena masing-masing seperti
merasa ketagihan satu sama lain. Oom Icar jelas senang dengan teman
kencan yang cantik menggiurkan ini. Permainan selalu memilih tempat di
hotel di luar kota tapi sekali pernah Sinta mendapat pengalaman yang
unik serta konyol di rumah Oom Icar sendiri.
Suatu hari Tante
Vera sedang berbisnis ke luar kota ketika Sinta datang bertandang siang
itu untuk menemui Asmi. Kedua gadis itu memang membuat janji akan
jalan-jalan ke mall sore nanti tapi karena waktunya masih jauh, Asmi
mempergunakannya untuk keluar rumah sebentar. Oom Icar yang membuka
pintu dan dia sendiri ketika melihat ada peluang yang baik langsung
memanfaatkannya, karena begitu Sinta masuk sudah disambut dengan
telunjuk di bibir memaksudkan agar Sinta tidak bersuara. Sinta sempat
heran tapi ketika digandeng ke kamar Oom Icar dia kaget juga, segera
mengerti tujuannya.
"Iddihh Oom nekat.. nanti ketauan Oom.. Asmi memangnya ke mana?" katanya tapi dengan nada berbisik panik.
"Sst
tenang aja.. Kita aman, Asmi lagi pergi sebentar, Tante lagi keluar
kota sedang Hari lagi tidur.." jelas Oom Icar. Hari adalah adik
laki-laki Asmi yang duduk di kelas II SMP. Masih ada seorang lagi adik
Asmi bernama Hendi yang duduk di kelas I SMA tapi dia tinggal dengan
neneknya di Malang.
"Iya tapi gimana kalo Asmi dateng Oom?"
"Kan
nggak ada yang tau kalau Sinta udah di sini. Mereka nggak bakalan
berani masuk kamar Oom. Acaramu kan Oom denger masih nanti malem, kita
bikin sebentar di sini yaa?"
"Tapi Oom.?"
"Udahlah di sini aja
dulu, Oom mau ke luar sebentar. Tuch denger, kayaknya Hari udah bangun.
Nih, Oom tebus waktumu untuk jajan-jajan sama Asmi nanti," kata Oom Icar
langsung memotong protes Sinta dengan mengulurkan sejumlah uang yang
cepat diambilnya dari dompetnya untuk membujuk Sinta. Setelah itu segera
dia keluar kamar meninggalkan Sinta yang karena merasa sudah terjebak
terpaksa tidak berani keluar takut kepergok Hari. Melirik uang yang
digenggamnya sepeninggal Oom Icar, hati Sinta menjadi lunak lagi karena
si Oom memang pintar mengambil hati dan selalu royal memberi jumlah yang
cukup menghibur. Meskipun begitu dia menguping dari balik pintu
mendengarkan situasi di luar dengan hati berdebar tegang.
"Pak, barusan kayaknya ada yang dateng kedengeran pintu kebuka?" terdengar suara Hari menanyai ayahnya.
"Ah nggak ada siapa-siapa kok, barusan memang Bapak yang buka pintu."
Baru
saja sampai percakapan ini, tiba-tiba terdengar suara motor Asmi
memasuki pekarangan. Tidak lama kemudian dia masuk ke rumah dan
terdengar menanyai adiknya.
"Har, barusan Mbak Sinta singgah ke sini nggak?"
"Nggak tau, aku juga baru bangun.."
"Oh ya? Padahal Mbak Asmi singgah barusan ke rumahnya, Mamahnya bilangnya ke sini?"
"Ya
mungkin aja Sinta tadi ke sini tapi ngira kamu nggak ada, jadi pergi ke
tempat lain dulu." kali ini Oom Icar ikut menimbrung pembicaraan.
"Iya tapi aku ada janji sama dia nanti sore-sorean."
"Oo.. kalo gitu paling-paling sebentar juga ke sini." putus Oom Icar menghibur anaknya.
Hening
sebentar dan tidak lama kemudian terdengar suara Oom Icar memesan kedua
anaknya agar jangan ada tamu atau telepon yang mengganggunya karena dia
beralasan agak tidak enak badan dan akan tidur siang. Sesaat setelah
itu dia pun masuk disambut Sinta yang bersembunyi di balik pintu
langsung mencubit gemas lengannya tapi tidak bersuara, geli dengan
sandiwara yang barusan didengarnya. Oom Icar tersenyum dan menggayut
pinggang Sinta, menggandengnya ke tempat tidur. Sinta menurut karena
tahu kalau menolak maka Oom Icar akan membujuknya terus, daripada
berlama-lama lebih baik memberi saja agar waktunya lebih cepat selesai.
Langsung diikutinya ajakan Oom Icar untuk membuka bajunya, hanya saja
masih bingung jika permainan telah usai.
"Tapi nanti aku ke luar
dari sininya gimana Oom..?" tanyanya sambil menyampirkan celana dalamnya
sebagai kain penutup terakhirnya yang dilepas.
"Gampang, Oom pura-pura aja nyuruh mereka berdua keluar beli makanan, di situ Sinta bisa aman keluar dari sini."
"Ngg.. Oom bisa aja akalnya.." Sinta sedikit lega.
"Oom
kalo mikirin yang itu sih gampang. Sekarang yang Oom pikirin justru
ngeluarin isinya barang ini yang enak gimana caranya." timpal Oom Icar
seraya mendekatkan tubuhnya yang sudah sama bertelanjang bulat dan
mengambil tangan Sinta untuk diletakkan di batang penisnya yang masih
menggantung lemas.
Sinta malu-malu manja tapi tangannya langsung
menangkap batang itu, menarik-narik, melocoknya dengan genggaman kedua
tangannya sambil memandangi benda itu.
"Yang enak tuh kayak apa sih?" godanya mulai bersikap manja-manja genit.
"Yang enaknya.. ya jelas pake ini Sin." jawab Oom Icar balas menjulurkan tangannya meremas selangkangan Sinta.
"Iddihh si Ooom.. pengennya yang itu aja?" Sinta pura-pura jual mahal.
"Abisnya barang enak, jelas kepengen Sin.." kata Oom Icar sambil mulai mengajak Sinta berciuman.
Sinta
memang memberi bibirnya tapi dia masih kelihatan setengah hati untuk
balas melumat hangat, terlebih ketika akan diajak naik tempat tidur dia
seperti merasa berat.
"Nggak enak ah Oom, sungkan aku itu tempat
tidurnya Tante.." katanya mengutarakan perasaannya yang tidak enak untuk
bermain cinta di tempat tidur keluarga itu. Oom Icar rupanya bisa
mengerti perasaan Sinta, dia tidak memaksa tapi menoleh sekeliling
sebentar dan cepat saja menemukan cara yang lain.
"Ya udah kalo gitu
kita bikin sambil berdiri aja. Sini Oom yang atur, ya?" katanya sambil
membawa Sinta ke arah kaki tempat tidur dan menyandarkan tubuh Sinta di
palang-palang besi tempat tidur itu.
Oom Icar memakai tempat
tidur mahal tapi model kuno yang terbuat dari besi lengkap dengan
tiang-tiang penyangga kelambunya. Di situ pantat Sinta disandarkan di
pagar bawah tempat tidur yang tingginya pas menyangga pantatnya, sedang
kedua tangannya diatur Oom Icar melingkar di sepanjang besi melintang di
antara dua tiang kelambu bagian kaki tempat tidur yang tingginya
setinggi punggung, sedemikian rupa sehingga tubuhnya tersandar
menggelantung di besi melintang itu hampir pada masing-masing ketiak
Sinta. Suatu posisi yang unik untuk bersanggama dalam gaya berdiri
karena setelah itu Oom Icar mengambil dua ikat pinggang terbuat dari
kain, lalu mengikat masing-masing lengan Sinta pada besi melintang itu.
Sinta menurut saja memandangi geli sambil menunggu apa yang selanjutnya
akan dilakukan Oom Icar. Berikutnya barulah Oom Icar mulai merangsang
dengan menciumi dan menggerayangi sekujur tubuh Sinta dari mulai atas
hingga ke bawah. Berawal mengerjai kedua susu Sinta dengan remasan dan
kecap mulutnya dan kemudian berakhir mengkonsentrasikan permainan mulut
itu di selangkangannya, membuat Sinta yang semula setengah hati mulai
naik terangsang. Malah terasa cepat karena posisi kedua tangannya tidak
bisa ikut membalas ini menimbulkan daya rangsang yang luar biasa.
Apalagi ketika mulut Oom Icar mulai memberi rasa geli-geli enak di
vagina yang tidak bisa ditolak kepalanya kalau geli terlalu menyengat.
Begitu
tengah sedang asyik-asyiknya permainan pembukaan ini, di teras depan
Asmi terdengar mengalunkan suaranya berduet mengiringi Hari dalam
permainan gitarnya. Konyol memang buat Asmi, sahabat yang sedang
ditunggu-tunggu untuk janji pergi bersama, ternyata sudah sejak tadi ada
di dalam kamar rumahnya sendiri, sedang meliuk-liuk keenakan saat
vaginanya dikerjai mulut ayahnya, malah sudah tidak tahan rangsangan
gelinya yang menuntut untuk lebih terpuaskan lewat garukan mantap penis
ayah Asmi sendiri.
"Ayyohh Oom.. janggan lama-lama.. masukkin
dulu Oom punnyaa.." bahkan rintih Sinta sudah meminta Oom Icar segera
mulai bersenggama. Oom Icar tidak menunggu lebih lama. Dia segera bangun
dan membawa penisnya yang setengah menegang menempel di celah vagina
Sinta. Membasahi dulu dengan ludahnya, menggosok-gosokan ujung kepala
bulatnya di klitoris Sinta agar menjadi lebih kencang lagi, baru setelah
itu mulai diusahakan masuk ke dalam lubang vagina di depannya. Sinta
menyambut seolah tidak sabaran, menjinjitkan kakinya untuk
mengangkangkan pahanya selebar yang bisa dilakukannya tanpa bisa
membantu dengan tangannya. Dia terpaksa menunggu Oom Icar bekerja
sendiri menguakkan bibir vagina dengan jari-jarinya agar bisa
menyesapkan kepala penisnya terjepit lebih dahulu, baru kemudian ditekan
membor masuk. Meningkat kemudian lagu-lagu cinta Asmi yang berduet
dengan Hari mengalun romantis, ini senada dengan Sinta yang saat itu
juga sedang merintih lirih, mengalunkan tembang nikmat ketika vaginanya
mulai disodok dan digesek ke luar masuk penis tegang Oom Icar.
"Ngghh..
Ooomm.. Sssh.. hhshh.. ngghdduuh.. sshsmm.. hdduhh Oomm.. ennakk..
sshh.. mmh.. heehhs.. adduhh.." mengaduh-aduh rintih suaranya tapi bukan
kesakitan melainkan sedang larut dalam nikmat.
Kalau tadi Sinta
masih setengah hati untuk melayani nafsu Oom Icar, sekarang dia juga
ikut merasa keenakan, karena bermain dalam variasi posisi berdiri ini
terasa santai dan mengasyikan sekali baginya. Tidak repot menahan
tubuhnya tetap berdiri karena bisa menggelantung dengan kedua lengannya,
sambil menerima tambahan enak tangan Oom Icar yang meremas-remas kedua
susunya, memilin-milin geli putingnya, dia juga bisa ikut mengimbangi
sodokan penis ini dengan kocokan vaginanya. Malah tidak berlama-lama
lagi, ketika Oom Icar sudah serius tegang akan tiba dipuncaknya Sinta
pun mengisyaratkan tiba secara bersamaan. "Aduuhh.. Oomm.. ayoo.. sshh..
duh Sinta mau keluarr.. ssh.. hhgh.. Ooomm.." desah Sinta tertahan.
"Aduhhssh.. Iya ayoo Sin.. Oom juga sama-samaa.. aahghh.." segera
mengejang Sinta menyentak-nyentak ketika orgasme diikuti Oom Icar tiba
di ejakulasinya. Permainan pun usai dengan kepuasan sebagaimana biasa
yang didapati keduanya setiap mengakhiri jumpa cinta mereka.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar