Sekedar untuk mengingatkan para pembaca sekali lagi, namaku Irma tapi
biasa dipanggil I'in oleh orang di rumah. Aku sulung dari 4 bersaudara
yang semuanya perempuan. Saat ini usiaku 34 tahun dan adik bungsuku Tita
21 tahun. Aku sangat menjaga bentuk tubuhku, dengan tinggi badan 167 cm
dan berat badan 59 kg, tidak ada yang menyangka kalau aku sudah
memiliki 2 orang anak yaitu Echa 6 dan Dita 3 tahun. Kalau kata suamiku,
teman-temannya sering memuji tubuhku, terutama pada bagian pinggul dan
payudaraku yang berukuran 34B hingga terlihat sangat seksi jika sedang
mengenakan baju yang pressed body.
Percumbuanku dengan Hasan
terus berlanjut tanpa pernah ada halangan yang benar-benar mengganggu,
seperti jika suamiku datang dari kota tempat dia bekerja, atau "tamu"
wanita yang datang rutin tiap bulannya. Setiap kali bercumbu dengannya
aku selalu mendapatkan kenikmatan orgasme yang tak terhingga, mulai dari
gaya yang baru sampai tempat-tempat yang selama ini tak pernah kukira
akan dapat melakukan hubungan sex di sana hingga itu membuatku semakin
merasa terikat dan sulit untuk dapat lepas darinya.
Salah satu
tempat yang sangat berkesan olehku adalah saat kami berdua melakukannya
di rumah orang tuaku. Itu semua berawal dari keberangkatan kedua orang
tuaku kekota Bpp karena ada keluarga yang akan menikah, rencananya
mereka akan menginap satu malam di sana. Atas permintaan Tita, aku dan
kedua anakku diminta bermalam karena dia takut kalau harus sendirian.
Selain itu atas izin ayah kami, Hasan diminta Tita untuk bermalam dan
keberadaanku di sana bertindak untuk menjaga kalau sampai mereka
kelepasan.
Ternyata Hasan memiliki kejutan yang dia persiapkan
begitu mendengar kalau aku juga akan ikut bermalam di sana. Malam itu
sekitar jam 20:10, kami baru saja selesai makan malam. Setelah menyikat
gigi, aku menidurkan kedua anakku di kamar yang dulu kutempati. Setelah
10 menit aku yakin kalau kedua anakku telah tertidur pulas, aku
mematikan lampu dan keluar pelan-pelan dari kamar itu.
Saat
sampai di depan TV aku mencari Tita, tapi dia tidak ada di sana
sementara Hasan sedang asyik di sofa sambil tidur-tiduran di sana. Lalu
aku mencarinya di dapur, kuketuk pintu WC, di sana tidak ada juga.
Akhirnya aku kembali ke ruang tengah.
"Geser dikit San.. Kamu lihat Tita nggak..?" tanyaku padanya.
"Sudah tidur Kak.." jawab Hasan sambil duduk.
"Tumben sudah pulas jam segini.. Biasanya juga jam 10" komentarku.
Hasan
tersenyum mendengar perkataanku, lalu dia merapatkan posisi duduknya ke
tubuhku. Sementara matanya menatap tajam ke arahku dari atas sampai ke
bawah. Walau tahu sedang dipelototi aku pura-pura cuek sambil menonton
TV.
Malam itu aku mengenakan T-shirt tipis tanpa lengan yang
lebih mirip singlet warna putih dengan dalaman BH warna hitam. T-shirt
itu agak longgar, tapi tidak dapat menyembunyikan bentuk lekukan yang
menonjol di dadaku. Tipisnya kain T-shirt dan BH yang kupakai membuat
bentuk puting susuku secara samar bisa terlihat. Dengan belahan dada
T-shirt yang rendah membuat kedua payudaraku akan terlihat dengan jelas
jika sedang membungkuk sedikit saja.
Bawahanku adalah celana
ketat selutut yang juga warna putih. Celana ketat itu memamerkan
keindahan garis tubuhku pada bagian bawah. Lekukan pinggul dan pantatku
yang sekal tercetak secara nyata di celana yang kukenakan saat itu.
Sebenarnya aku memakai semua itu untuk menyenangkan Hasan, tapi aku tak
mau mengatakannya karena aku sengaja ingin membuatnya menjadi panas
dingin. Selain itu aku tak ada rencana untuk bercinta dengannya karena
kondisi yang kurang mendukung, apa mau dikata rencana tinggal rencana.
"Kakak seksi banget malam ini.. Aku jadi terangsang nih" bisik Hasan di telingaku sebelah kiri.
"Jangan San.. ini di rumah ayah.." aku menolak sambil mendorong dadanya dengan kedua tanganku.
"Nggak apa Kak.. Toh mereka juga nggak bakal tahu.." kata Hasan sambil meremas payudaraku.
"Mmmh..
Tapi.. Ada.. Tita di kamar.. Kalo dia.. Akkh.. Bangun.. Gimana..?"
ujarku sambil mencoba menahan kedua tangannya yang mencoba menelusup ke
dalam T-shirt yang aku kenakan.
"Tenang aja Kak.. Aku udah masukin
obat tidur ke dalam teh yang dia minum tadi.. Kalo kakak nggak mau.. Aku
tidur sama Tita aja dah.."
Mendengar perkataannya itu, aku kaget
bukan kepalang. Selain masalah obat tidur, aku takut kalau Hasan akan
benar-benar meniduri Tita malam ini. Selang beberapa waktu aku tenggelam
dalam pikiranku, dan saat aku sadar ternyata tubuhku bagian atas
tinggal tertutup oleh BH yang kaitannya telah terlepas.
"Oke San.. Kakak mau.. Tapi jangan disini.." pintaku pada Hasan.
"Terserah kakak aja.." kata Hasan sambil menghentikan kegiatannya.
"Setengah jam lagi kamu masuk ke kamar.. Kakak mau siap-siap dulu.."
Hasan
mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya yang sedang menindihku yang sudah
setengah telanjang. Setelah mengenakan kembali BH dan T-Shirt yang tadi
dipreteli oleh Hasan, aku langsung berdiri. Saat hendak melangkah,
tiba-tiba Hasan merangkul pinggulku, kepalanya langsung tenggelam di
pangkal pahaku sementara kedua tangannya meremas pantatku. Aku mendesah
saat merasakan lidahnya yang menusuk-nusuk celana tipis yang kukenakan.
Selang 5 menit kemudian Hasan melepaskan tubuhku dan membiarkan aku
berjalan ke kamar.
Masuk ke kamar orang tuaku, pintu langsung
kututup dan kulepaskan semua kain yang melekat di tubuhku kemudian
dengan setengah berlari aku masuk ke toilet yang terdapat di kamar
tersebut. Kuambil sabun sirih khusus untuk membersihkan alat vital
wanita lalu kubersihkan kelaminku dengan sabun itu. Sekitar sepuluh
menit kemudian aku keluar dan langsung duduk di meja rias ibuku.
Kuperhatikan tubuhku di cermin, sepasang payudara berukuran 34B yang
montok dan kenyal menggelantung indah dan menggairahkan. Kuturunkan
mataku ke bawah, liang senggamaku yang merah terlihat dengan jelas tanpa
terganggu oleh rambut kemaluan yang baru tumbuh pendek. Itu karena
beberapa hari yang lalu rambut itu telah dicukur habis oleh suamiku.
Kuambil
parfum khusus wanita milik ibu dan kusemprotkan ke beberapa bagian
tubuh. Seluruh bagian leher, ketiak, payudara, perut dan paha. Semua itu
adalah bagian tubuh yang biasa dijilat Hasan jika sedang mencumbuku.
Tanpa mengenakan dalaman, kukenakan kimono tidur milik ibuku dan
mengikat tali di pinggangnya. Kukecilkan volume cahaya kamar agar
menjadi lebih romantis. Saat akan bercinta dengan suami saja aku tak
pernah melakukan persiapan seperti saat itu, Hasan benar-benar telah
membiusku. Setelah itu aku naik ke atas kasur. Kupeluk guling sambil
menunggu Hasan masuk, aku merasa deg-degan seperti saat melalui malam
pertamaku dengan suami.
Selang beberapa waktu kemudian kudengar
pintu kamar diketuk, kupejamkan mata sambil bergulung ke arah kanan.
Kemudian terdengar suara pintu dibuka lalu ditutup kembali, suara
langkah kaki terdengar mendekat ke arahku. Hasan memanggil-manggil
namaku, tapi aku pura-pura tertidur dan tak menjawabnya. Kurasakan kasur
agak bergerak, rupanya Hasan sudah naik ke atasnya. Tangannya menyentuh
bahuku dan menggoyangnya, aku masih berpura-pura tertidur.
Kemudian
dia mengubah posisi tubuhku dengan menelentangkannya, guling yang
sedang kupeluk diambilnya. Setelah itu terasa tali kimonoku ditariknya,
dan saat Hasan membuka kimono yang kukenakan, hawa dingin ruangan
menyengat tubuhku bagian depan. Tak ada gerakan setelah itu, tapi aku
yakin kalau saat ini Hasan sedang memandangi tubuhku bagian depan yang
sudah terbuka lebar.
Selama beberapa saat aku tidak merasakan ada
gerakan, ini membuatku hendak membuka mata karena penasaran. Tiba-tiba
aku merasakan angin hangat pada pangkal pahaku, kubuka mataku sedikit,
ternyata angin hangat tadi disebabkan oleh Hasan yang bernafas di
selangkanganku. Pasti dia sedang menikmati wangi sabun sirih yang
kupakai barusan. Hembusan nafas dari hidungnya bertiup ke arah pintu
liang vaginaku. Ini menimbulkan sensasi nikmat tersendiri dalam tubuhku.
Hasan
terus menghembuskan nafasnya di bagian bawah perutku, rasa geli dan
nikmat bercampur menjadi satu dan merangsang tubuhku. Aku mencoba
bertahan dan melawan kenikmatan yang terus menyerang, tapi tubuhku
berkata lain. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari
lubang kemaluanku, padahal Hasan hanya menghembuskan nafas saja tanpa
melakukan penetrasi yang lain.
Seiring keluarnya cairan hangat
dari liang kenikmatanku, udara hangat dari hidung Hasan mulai naik ke
atas. Udara itu berputar-putar sejenak di lubang pusar, kemudian
menjelajahi setiap jengkal kedua payudaraku, bergerak ke atas lagi
hingga ke leher. Di sini dia bergerak bolak-balik dari kanan ke kiri.
Semua perbuatan Hasan itu membuatku semakin terangsang dan hampir saja
kehilangan kontrol, berkali-kali aku ingin mengerang saat hidungnya
menggesek-gesek puting susuku.
"Sampai kapan mau tidur Kak..?"
bisik Hasan di telinga kiriku sementara salah satu tangannya memelintir
puting susuku sebelah kanan.
"Aucch.. Sshh.. Ampuun Saan.. Aku dah banguunn" erangku sambil membuka kedua kelopak mata.
Astaga
ternyata Hasan sudah hanya mengenakan CD. Wajah Hasan tampak jelas
sekali di hadapanku, ada senyum nakal penuh kemenangan di sana. Kubalas
senyumnya dan dengan penuh hasrat kulingkarkan kedua tanganku di
lehernya. Kutarik wajah Hasan lebih mendekat ke arahku sampai bibir kami
berdua bertemu dan langsung beradu.
Bibir Hasan langsung saja
melumat bibirku seakan ingin menelannya, lidahnya menusuk ke dalam
rongga mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku tak mau kalah, kujulurkan
lidahku untuk menggelitik rongga mulut Hasan, ia terpejam merasakan
seranganku. Tapi dia tak membiarkan aku mengendalikan permainan kami
malam itu, dia melepaskan ciumannya dari bibirku dan menciumi wajahku
sesuka hati. Sesekali dia mengulum bibirku, lalu menjilati wajahku. Aku
semakin mengeratkan rangkulan tanganku pada lehernya.
Ingin
rasanya aku menjerit sekeras mungkin saat merasakan cumbuannya yang
semakin liar saja, setelah menggerayang ke leher bibirnya terus turun
hingga sampai ke atas payudaraku. Aku menahan nafas manakala bibirnya
mulai menciumi kulit di seputar buah dadaku. Lidahnya menari-nari dengan
bebas menelusuri kemulusan kulit sepasang payudaraku yang sekal dan
menggairahkan. Nafas Hasan menderu semakin kencang disertai suara
kecipak mulutnya yang dengan penuh hasrat melumat payudaraku yang montok
seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya.
Dari bibirku
meluncur desisan dan rintihan nikmat, sementara tanganku meremas rambut
Hasan dan menekan kepalanya ke dadaku. Rangsangan maha dahsyat menghajar
tubuhku manakala bibir Hasan mulai menjilat dan mengulum puting susuku
yang telah mengeras. Dengan lihai lidahnya menyapu seluruh permukaan
putingku secara bergantian, aku mengerang halus tiap kali bibir Hasan
berhenti di salah satu puting susuku. Kemudian ia mulai menyedot-nyedot
putingku yang malang itu sebelum mengakhirinya dengan sebuah gigitan
halus dan menariknya perlahan dengan giginya yang putih.
Saat
Hasan melakukan itu, puting susuku yang lain tidak dibiarkannya
menganggur begitu saja. Dengan nakal jari-jari tangan Hasan memilin dan
memelintir puting susuku ini. Dan jika dia telah menggigit salah satu di
antaranya, maka tangannya akan memencet puting yang lain dan menariknya
dengan penuh gairah. Dan itu dilakukan Hasan bergantian kepada kedua
puting susuku secara berulang-ulang. Perbuatannya itu makin membuatku
lupa daratan dan serasa melayang-layang di awan.
"Saann..!" Jeritku lirih memanggil namanya saat untuk yang kesekian kali, puting susuku disedotnya kuat-kuat.
Aku
menggelinjang kegelian. Hisapan itu nikmat luar biasa. Selangkanganku
semakin basah dan meradang. Tubuhku menggeliat-geliat bagai ular
kepanasan mengimbangi permainan lidah dan bibir Hasan di buah dadaku
yang terasa semakin menggelembung keras.
"Oohh Kak.. Teteknya bagus banget.. Mmphh.. Wuih.. Montok banget.." rayu Hasan sambil terus memainkan sepasang payudaraku.
Tubuhku
terus menyambut hangat setiap kecupan mesra bibirnya. Badanku
melengkung dan dadaku kubusungkan untuk mengejar kecupan bibir Hasan.
Lalu kudorong kepala Hasan ke bawah menyusur perutku. Dia mengerti
dengan apa yang kuinginkan saat ini. Dengan nafas menggebu-gebu, ia
mulai bergerak. Kedua tangan Hasan menyelusup ke bawah tubuhku dan
mencekal pinggang, mengangkat pinggulku dan meloloskan kimono yang
tersangkut di bawah kemudian mencampakkannya entah ke mana.
Kini
aku benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang
menghalangi. Kulirik Hasan yang terpesona memandangi ketelanjanganku.
Gairahku semakin meletup melihat tatapan penuh birahi Hasan, membuatku
begitu bangga dan tersanjung. Walau sudah sering melihatnya, tetap saja
Hasan terkagum-kagum jika melihatku dalam keadaan telanjang seperti ini.
Mataku melirik ke bawah melihat tonjolan keras di balik CD-nya. Dadaku
berdegup, selangkanganku berdenyut dan semakin membasah oleh gairah
membayangkan batang keras dibalik CD-nya.
"Saann.. Nnghh.. Jangan
diliatin aja.. Dingin nih.." rengekku manja dengan gaya yang genit.
Hasan seperti tersadar dari lamunannya, dan mulai beraksi lagi.
"Abisnya
badan kakak seksi banget sih.. Gak bosen aku ngeliat ni badan kalo lagi
telanjang.." katanya seraya melepaskan CD hingga kini kami sama-sama
telanjang.
Kulihat batang kejantanannya yang keras itu meloncat
keluar seperti ada pernya begitu lepas dari kungkungan CD. Mengacung
tegang dengan gagahnya, besar dan panjang. Terlihat olehku otot-otot
melingkar di sekujur batang itu. Aku sudah tak sabar lagi ingin
merasakan kekerasannya dalam genggamanku. Yang dimiiki Hasan ini membuat
punya suamiku seperti milik anak kecil saja. Segera kusambut tubuh
Hasan yang menindih badanku lagi.
Aku langsung menyambut hangat
ciuman Hasan sambil merangkulnya dengan erat. Ciuman itu benar-benar
membuatku terhanyut oleh gairah yang semakin meninggi. Terlebih lagi
saat kurasakan batang kejantanan Hasan yang keras menggesek-gesek
perutku, gairahku semakin meledak-ledak dibuatnya. Hasan kembali
menciumi buah dadaku, kurasakan dan kuresapi setiap remasan dan
hisapannya dengan penuh kenikmatan. Aku tak mau berdiam saja dimanja
seperti itu.
Dengan nakal tanganku menggerayang ke sekujur tubuh
Hasan, bergerak perlahan namun pasti ke arah batang kemaluannya. Hatiku
berdesir kencang saat merasakan batang nan keras itu dalam genggamanku,
kutelusuri mulai dari ujung sampai ke pangkalnya. Jemariku menari-nari
lincah menelusuri urat-urat yang melingkar di sekujur batang
kejantanannya. Kudengar Hasan mengeluh panjang. Kuingin dia merasakan
kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang
sudah licin oleh cairan. Lagi-lagi Hasan melenguh, kali ini lebih
panjang.
Tiba-tiba saja dia membalikkan tubuhnya, kepalanya
persis berada di atas selangkanganku sementara miliknya persis di atas
wajahku. Kulihat batang kejantanan Hasan bergelantungan, ujungnya
menggesek-gesek wajahku hingga dengan refleks mulutku langsung menangkap
batang kejantanan itu. Kukulum pelan-pelan dengan penuh perasaan. Hasan
sepertinya tidak mau kalah dengan gerakanku yang agresif. Lidahnya
menjulur menelusuri garis memanjang bibir kemaluanku.
Hal ini
membuatku terkejut, tubuhku bergetar seakan diserang listrik. Kurasakan
darahku berdesir kemana-mana, sementara lidah Hasan bermain semakin
lincah. Menjilat, menusuk-nusuk, menerobos rongga rahimku. Ini membuatku
seperti melayang-layang di atas awan. Nikmatnya sungguh tidak terkira,
pinggulku tak bisa diam mengikuti kemana jilatan lidah Hasan berada.
Tubuhku
seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menahan desakan
kuat dalam tubuhku. Aku semakin tak tahan menerima berbagai kenikmatan
yang dibuat oleh lidah Hasan. Perutku mengejang, kakiku merapat,
menjepit kepala Hasan. Seluruh otot-ototku menegang, dan jantungku
serasa berhenti berdetak. Sekuat tenaga aku bertahan sampai akhirnya
tubuhku tak mampu lagi menahan kenikmatan gelombang orgasme yang
meledak-ledak.
Diiringi jeritan lirih dan panjang, tubuhku
menghentak berkali-kali mengikuti semburan cairan hangat dalam liang
kewanitaanku. Aku terhempas di atas ranjang dengan tubuh lunglai tak
bertenaga. Lagi-lagi puncak kenikmatan orgasme yang kuraih bersama Hasan
terasa dahsyat dan luar biasa.
"Oohh.. Ssann.. Nghh.. Enak sekali.." rintihku tak kuasa menahan diri.
Mengapa
kenikmatan seperti ini tak bisa lagi kudapatkan dari suami yang sangat
kucintai, yang ada hanya rasa menggantung jika sedang bercumbu
dengannya. Semenatara Hasan memberikan kenikmatan tak terhingga setiap
kali kami bercinta. Sambil menetralisir nafasku yang naik-turun tak
karuan, kulihat Hasan tersenyum di bawah sana. Dia pasti sangat bangga
dengan kehebatannya bercinta karena selalu mampu membuatku mencapai
puncak kenikmatan orgasme yang sejati.
Hasan tahu bahwa suamiku
tidak dapat memuaskan tubuhku seperti saat dia mencumbuku. Aku tak bisa
berbuat banyak, karena kuakui kalau aku sangat membutuhkannya saat ini.
Membutuhkan apa yang sedang kugenggam dalam tanganku ini, benda yang
berulang kali telah memberikan kenikmatan lebih daripada apa yang
kurasakan barusan. Hasan masih menjilati sisa-sisa cairan yang keluar
dari liang senggamaku.
Jemariku meremas-remas kembali batang
kejantanannya. Kukocok perlahan lalu kumasukkan ke dalam mulutku,
kukulum dan kujilat-jilat. Kurasakan tubuh Hasan meregang dan dari
mulutnya keluar rintihan kenikmatan. Aku tersenyum melihatnya seperti
itu, aku ingin memberi kepuasan pada Hasan seperti dia telah memuaskan
tubuhku. Kulumanku semakin panas, lidahku melata-lata liar di sekujur
batang kejantanannya.
Terdengar suara kuluman mulutku, sementara
Hasan terus merintih-rintih keenakan. Dia menggerakkan tubuhnya di
atasku seperti sedang bersenggama, hanya saja saat itu batang kelaminnya
menancap dalam mulutku. Kuhisap dan kusedot kuat-kuat, tapi dia belum
memperlihatkan tanda-tanda akan segera mencapai klimaks. Mulutku mulai
terasa kaku karena kelelahan sementara gairahku mulai bangkit kembali,
liang kemaluanku sudah mulai mengembang dan basah lagi. Sementara batang
kejantanan Hasan masih tegak dengan gagah perkasa, bahkan lebih keras.
"Udah Kak.. Ganti posisi aja ya.." kata Hasan seraya membalikkan tubuhnya dalam posisi umumnya bersetubuh.
Dasar
pejantan tangguh pujiku dalam hati. Hasan memang piawai dalam bercinta,
padahal baru sebulan kami berhubungan, dia sudah sepandai ini, batinku.
Dia tidak langsung memasukkan batang kelaminnya dalam lubang vaginaku,
tetapi digesek-gesekkan dahulu di sekitar bibir kemaluanku. Dengan
sengaja ia menekan seperti hendak dimasukkan, tetapi kemudian di gesekan
kembali ke ujung atas bibir vaginaku hingga menyentuh klitoris. Ngilu,
enak dan entah apa rasanya.
"Saann.. Aduuhh.. Aduuhh saann! Sshh.. Mmppffhh.. Ayo saann.. Masukin aja.. Nggak tahann.." pintaku menjerit-jerit tanpa malu.
Aku
hampir mencapai orgasme lagi saat membayangkan betapa nikmatnya saat
batang kemaluan Hasan yang perkasa itu mengisi liang kewanitaanku yang
masih rapat dan singset terawat.
"Udah nggak tahan ya.. Kak.." candanya hingga membuatku blingsatan menahan nafsu.
Aku
gemas sekali melihatnya menyeringai seperti itu. Aku langsung menekan
pantat Hasan dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Hasan sama sekali tak
menyangka akan hal itu, ia tak sempat lagi menahannya. Maka tak ayal
lagi batang kejantanan Hasan melesak ke dalam liang kewanitaanku. Aku
segera membuka kedua kakiku lebar-lebar, memberi jalan seleluasa mungkin
bagi batang kelamin perkasa itu. Terasa batang kejantanan itu sangat
sesak sehingga membuat liang kewanitaanku terkuak lebar-lebar.
Kulihat
wajah Hasan terbelalak tak menyangka akan perbuatanku. Ia melirik ke
bawah melihat seluruh batang kemaluannya telah terbenam dalam liang
senggamaku. Aku tersenyum menyaksikannya, Hasan balas tersenyum.
"Kakak nakal ya.. Awas.. Ntar aku bikin mati keenakan.." ujarnya.
"Mau doongg.." jawabku genit sambil memeluk tubuh kekarnya.
Hasan
mulai menggerakkan pinggulnya, pantatnya kulihat naik turun dengan
teratur. Kadang-kadang digoyang-goyangkan sehingga ujung batang
kemaluannya menyentuh seluruh relung-relung vaginaku. Aku turut
mengimbanginya, pinggulku berputar penuh irama. Bergerak patah-patah,
kemudian berputar lagi. Efeknya luar biasa, Hasan memuji-muji
goyanganku. Dia belum pernah melihat aku begitu bergairah sampai bisa
bergoyang sehebat ini.
Aku semakin bergairah, pinggulku terus
bergoyang tanpa henti sambil mengedut-ngedutkan otot vaginaku. Ini
membuat Hasan merasa batang kejantanannya seperti dikulum-kulum dalam
jepitan liang senggamaku.
"Akkhh.. Kaa.. Eennaakkhh.., hebaathh.. Uugghh.." erangnya berulang-ulang.
Sementara
tangan Hasan semakin kuat meremas-remas dan memilin-milin puting susuku
dan bibirnya terus menyapu seluruh wajahku hingga ke leher, Hasan
semakin mempercepat irama tusukannya, kurasakan batang kejantanannya
yang besar keluar masuk liang senggamaku dengan cepatnya. Aku berusaha
terus mengimbangi kecepatan gerak pinggul Hasan, dan harus kuakui
permainan Hasan sangat luar biasa. Aku bisa merasakan bagaimana rasa
nikmat yang berawal dari liang kewanitaanku mulai menjalari seluruh
tubuhku, tanda bahwa puncak orgasme mulai merasuki tubuhku.
Sementara
Hasan nampak berusaha keras untuk bertahan, padahal tubuhnya juga mulai
mengejang-ngejang tak karuan. Aku merasa kalau dia juga hampir mencapai
klimaks. Pinggulku meliuk-liuk semakin liar, sementara pantat Hasan
mengaduk-ngaduk kewanitaanku semakin cepat. Semakin cepat tak beraturan,
sehingga aku yakin kalau dia akan segera mengeluarkan sperma hangatnya
dalam liang kenikmatanku.
Tetapi secara tiba-tiba saja aliran
kencang berdesir dalam tubuhku. Nampaknya tubuhku juga sudah hampir
tidak tahan menerima rangsangan Hasan terus-menerus. Liang kenikmatanku
terasa merekah semakin lebar, kedua ujung puting susuku semakin
mengeras, mencuat berdiri tegak. Bibir Hasan langsung menangkapnya, dan
menyedot kuat-kuat kemudian menjilatinya dengan penuh nafsu. Aku
membusungkan dadaku sebisa mungkin dan oohh.. Rasanya aku tak kuat lagi
bertahan.
"Ssaann..! Cepat keluarin doonng..!" teriakku sambil
menekan pantatnya kuat-kuat agar kejantanannya lebih masuk ke
selangkanganku.
Beberapa detik kemudian tubuhku bergetar hebat,
diiringi oleh gelombang rasa nikmat tak terhingga saat cairan hangat
menyembur dari liang kewanitaanku. Bersamaan dengan itu, tubuh Hasan
bergetar keras yang diiringi semprotan cairan hangat dari batang
kejantanannya di dalam liang kewanitaanku.
Hasan langsung memeluk
tubuhku erat-erat, dengan penuh perasaan aku membalas pelukan itu. Kami
lalu bergulingan di ranjang merasakan kenikmatan puncak permainan cinta
ini dengan penuh kepuasan. Kami merasakan dan meresapinya bersama-sama,
peluh yang membasahi tubuh kami berdua menjadi satu dan tak kami
pedulikan lagi. Bantal dan guling berjatuhan ke lantai. Sprei berantakan
tak karuan terlepas dari ikatannya.
Eranganku, jeritan nikmatku
saling bersahutan dengan geraman Hasan. Kakiku melingkar di sekitar
pinggangnya, sementara bibirnya terus menghujani sekujur wajah dan
leherku dengan ciuman-ciuman lembut. Aku masih bisa merasakan
kedutan-kedutan batang kejantanan Hasan yang perkasa menggesek dinding
vaginaku. Nikmat sekali permainan cinta yang penuh dengan gelora nafsu
birahi ini.
Aku termenung merasakan sisa-sisa akhir kenikmatan
ini. Tak kusangka kalau aku akan berhubungan badan dengan Hasan di kamar
orang tuaku. Dia memang seorang laki-laki jantan yang selalu memberi
kejutan setiap kali kami bercinta. Setelah itu kami berdua tertidur
dengan posisi aku menindih tubuhnya, sementara batang kejantanannya
masih menancap di dalam liang kewanitaanku.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar