Namaku Rudy, berasal dari kawasan Indonesia Timur. Usiaku 23 tahun.
Sejak tahun 1998 aku hijrah ke Surabaya untuk meneruskan studi di sebuah
PTN terkenal. Dari daerahku yang agak terkebelakang aku beralih ke
pergaulan metropolis. Teman-teman mahasiswi yang cantik manis ternyata
mudah diajak bergaul. Namun, aku menyimpan obsesi. Apa itu? Ingin
kurasakan seperti apa nikmatnya bersetubuh dengan wanita dari berbagai
daerah. Siapa kira obsesiku itu agak dengan mudah terpenuhi? Berikut
kisahku dengan tiga wanita dari 3 daerah berbeda.
Hari Sabtu, kira-kira pukul delapan pagi. Aku masih di tempat tidur ketika teleponku berdering. Dengan agak malas kuangkat.
"Haloo.. Rudy di sini", kataku.
"Hi, Rud!", suara wanita. "Ini Warsih. Gimana khabarnya?"
Mataku
sepenuhnya terbuka sekarang. Di pelupuk mataku segera terbayang wajah
manis wanita Jawa berusia tiga puluh tiga tahun tersebut.
"Hi.." aku jadi bersemangat. "Baik-baik. Ada apa?"
"Mau nggak, sore ini nemenin aku ke Pacet?" tanyanya.
Hatiku bersorak. Tentu saja aku mau.
"Aku
menjemputmu sekitar jam empat di Jl. Darmo, seperti biasa. Suamiku lagi
ke Solo menghantar Dodi dan Novi ke kakek neneknya. Pulang Senin siang.
Aku jadi punya waktu untuk bersantai. OK?"
Aku hanya tertawa.
Bersantai? Tentu saja di ranjang Villa keluarganya di Pacet sana. Lelaki
normal mana yang mau menolak undangan seperti ini?
Sejak
diperkenalkan Ibu Shirley kepadaku, sudah belasan kali ia merasakan
kejantananku. Kesempatan itu datang lagi. Terbayang di mataku pergumulan
hangat yang akan terjadi. Akan kugeluti tubuh montok itu, akan
kusetubuhi dia sampai puas. Ibu Suwarsih sangat menarik walau sudah
beranak dua. Tubuhnya sintal, tinggi dengan rambut lurus sedikit dibawah
pundak. Buah dadanya besar menantang, putih dan ranum dengan putingnya
yang berwarna merah jambu menonjol ke depan dengan seksinya seakan-akan
belum diteteki seorang anakpun. Perutnya masih rata dan mulus dengan
pinggang yang cukup langsing, digantungi oleh bongkahan pantatnya yang
besar. Paha dan betisnya serasi dengan pantatnya. Dan terutama,
kemaluannya yang berbulu hitam lebat berwarna kemerah-merahan, sudah
sering kugenjot sampai ia menjerit-jerit. Aku tersenyum membayangkan
kenikmatan yang akan kureguk.
Kurang lima menit pukul empat sore,
aku berdiri di pinggir Jl. Darmo. Sebuah mobil kijang biru berkaca
raiban berhenti. Pintu terbuka dan aku pun masuk. Ia tersenym dengan
bibirnya yang merah merekah, menatapku tanpa berkata apa-apa namun
dengan sorot mata penuh birahi yang perlu dipuaskan. Kututup pintu dan
segera kulumat bibirnya yang basah menggairahkan.
"Ayo kita berangkat", kataku melepaskan bibirnya.
Ia
mengangguk dan melarikan mobil. Selama di perjalanan, tanganku tak
henti-hentinya menari-nari di lekak lekuk tubuhnya. Ia tidak menolak
sedikitpun malahan bergerak-gerak memberiku keleluasaan menjarah rayah
tubuhnya. Di lereng sebuah bukit kuminta ia menghentikan mobil. Walau
agak heran ia berhenti juga. Tanganku mulai beraksi mencopoti
pakaiannya. Dadanya terbuka. Sebuah BH kecil berwarna cream menutupi
seperempat buah dadanya. Segera mulutku menerkam kedua gunung kembar
yang mulus itu. Ia mengerang-ngerang. Tanganku sibuk mencopoti rok
pendek yang dikenakannya. CD cream kecil menutupi kemaluannya. Kugeluti
dia di atas jok mobil itu. Ia melenguh semakin hebat dan mencari-cari
reseluiting celanaku. Ditariknya ke bawah dan jemarinya yang halus
menyusupi CD-ku dan meremas batang kemaluanku. Ia sudah siap untuk
disetubuhi tetapi kutahan diri.
"Ayo kita berangkat lagi", kataku.
"Kok tidak diteruskan", katanya dengan nafas panjang. Sorot matanya menerawang penuh nafsu.
"Belum saatnya", sahutku menggoda. "Nanti di villa saja."
Maka
sambil tersenyum ia kembali menyetir. Tembok pagar villa yang tinggi
menjadi pelindung yang aman. Sambil berpelukan kami memasuki villa dan
terus melangkah ke kamar tidur karena pertarungan ronde pertama akan
segera dimulai. Kupelorot setiap helai kain yang melekat di tubuhnya
sehingga ia berdiri di hadapanku telanjang bulat. Kucopot pakaianku
dalam hitungan detik dan langsung menerkam tubuhnya yang bahenol. Kami
berjatuhan ke atas ranjang yang empuk dengan nafas memburu, sepenuhnya
dikuasai nafsu birahi yang minta dipuaskan.
Bibirku beradu dengan
bibirnya. Mulutku terbuka membiarkan lidahnya menjulur masuk
mempermainkan lidahku, sementara kedua tanganku asyik bermain di kedua
payudaranya. Puas mempermainkan bibirnya, kurayapi pipi dan dagunya. Di
bawah sana, tangannya yang lembut mengelus dan meremas-remas kemaluanku.
Aku mengerang nikmat. Mulutku beralih ke kedua payudaranya yang
mengeras. Kurasakan denyut jantungnya yang semakin cepat dan nafasnya
yang memburu.
Mulutku terus turun merayapi perutnya. Tubuhnya
menggelinjang menahan nafsu birahi yang semakin memuncak. Bibirku
semakin mendekati kemaluannya yang berbulu lebat dan mulai meneteskan
cairan bening. Pahanya membuka seiring dengan mulutku yang lincah
bermain mendekati lubang surgawinya. Pantatnya mulai berguncang-guncang
hebat. Ia sudah kehilangan pegangan sama sekali. Kuisap pangkal pahanya
dan sesekali mendengus di bulu-bulu lebat kemaluannya. Ia semakin keras
mengerang. Akhirnya kubenamkan mulutku di lubang kemaluannya. Lidahku
menjulur masuk. Ia tersentak dan menekan kepalaku lebih dalam menyusupi
selangkangnya. Kuisap klitorisnya. Erangan itu berubah menjadi jeritan.
Kupikir inilah saat yang tepat.
Kurebahkan dia ke atas kasur dan
dengan cepat menindih tubuh molek itu. Kemaluanku yang sudah keras tegak
itu dengan menggebu mencari sasarannya. Kugenjot sekali, salah.
Kugenjot kedua kali. Kurasakan kemaluanku menyusup masuk membelah lubang
kemaluannya yang hangat berlendir. Ia membuka paha lebar-lebar sehingga
dengan gampang aku menyuruk masuk lebih dalam.
"Aaachh..", ia menjerit panjang.
Kugerakan
pantatku naik turun untuk memberikan rasa nikmat kepadanya. Dia
menjerit-jerit tanpa arah. Nafasku memburu. Mulutku sibuk melumat kedua
buah dadanya. Tiba-tiba tubuhnya mengejang. Ia menghentakkan pantatnya
ke atas dan menelah penuh kejantananku. Aku tahu, dia sudah mencapai
orgasme. Suara jeritannya keras membelah dinginnya malam. Pahanya ketat
membelit pinggangku. Tubuhnya menggeletar menahan rasa nikmat. Tapi aku
tak mau menyerah. Setelah beberapa menit diam membatu membiarkannya
mereguk kenikmatan itu, aku mulai menggerakkan pantatku lagi. Kembali ia
menggeliat-geliat. Terpikir olehku untuk memberikan satu sensasi baru
baginya.
Kucabut kemaluanku yang masih tegang itu. Kutarik
tubuhnya turun dari ranjang. Dengan tubuh yang gemetaran karena menahan
rasa nikmat ia menuruti kemauanku. Dalam posisi berdiri kubuka pahanya
dan berusaha memasuki lubang kemaluannya. Ia melengkungkan pantatnya ke
belakang menekan birahinya yang menggila. Kuraih pundaknya dengan tangan
kiriku dan menekannya ke arah dadaku, sementara tangan kananku
menjangkau pantatnya yang besar itu. Kusentakkan pantat yang lembut itu
ke arah kemaluanku. Meluncurlah batang kemaluanku membelah lubang
kemaluannya, lancar seperti jalan tol.
"Aaachh..", sekali lagi terdengar jeritannya panjang membelah malam.
Mengangkang
lebar ia membiarkan aku dengan leluasa menggenjot kemaluannya.
Keringatku mulai bercucuran menyatu dengan keringatnya. Matanya
terpejam. Rasa nikmat mulai menjalari seluruh tubuhku mendesakku untuk
mengakhiri pertarungan ronde pertama ini. Kukencangkan otot perutku.
Kemaluanku semakin mengeras dan memanjang. Ia mengerang keras. Bobot
badannya merosot tak sanggup ditopang sendi lututnya yang goyah karena
rasa nikmat yang tak terkira. Aku terus menggerak-gerakkan pantatku maju
mundur sambil mendengar suara kecipak lendir yang membanjiri
kemaluannya. Cairan itu sudah mulai turun dan membasahi pahaku. Akhirnya
dengan mengerahkan sisa tenagaku kusentakkan pantatku keras ke depan
untuk membenamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Ia
menjerit keras dan sejalan dengan itu tubuh kami yang menyatu
bergulingan ke lantai berkarpet itu. Pahanya ketat membelit pinggangku.
Pantatnya yang besar itu berguncang-guncang hebat. Tangannya ketat
memelukku. Giginya terbenam di bahuku sehingga jeritan kenikmatannya
tersekat di sana. Kurasakan gelombang kenikmatan orgasme merayapi
tubuhku. Tubuh kami yang menyatu diam membatu mereguk sisa-sisa
kenikmatan. Sekitar dua puluh menit berlalu.
"Terima kasih, jantanku", kata dia sambil membelai wajahku. "Aku puas sekali!"
"Aku juga puas sekali", sahutku. "Kamu luar biasa malam ini."
Kami
beralih ke kamar mandi. Acara mandi air hangat di bathtub dipenuhi
dengan elusan, remasan dan rabaan. Dengan leluasa aku merayapi semua
lekuk liku tubuhnya, demikian pun sebaliknya. Ketika rabaan dan usapan
itu semakin memanas, ketika gejolak nafsu semakin tak terkendali,
kembali aku bersatu dengan tubuh bahenol nan sexy itu. Kecipak air yang
tertumpah ke lantai kamar mandi tak lagi dihiraukan. Yang ada hanyalah
pertarungan seru dua jenis manusia, pertarungan tanpa senjata.
Pertarungan untuk mencari kenikmatan badaniah. Ia mendesah-desah nikmat
dengan mulut terbuka seperti ikan yang kehabisan air. Tangannya ketat
merangkulku sementara pahanya mengangkang lebar sehingga aku leluasa
memainkan kemaluanku di lubang kemaluannya.
Tanpa merasa perlu
berpakaian kami menikmati makan malam. Sementara mulutku menikmati
hidangan least itu, mataku dapat terus menikmati kemolekan kedua
payudaranya atau kemulusan pahanya. Rasanya sangat nikmat ketika sebelah
tangan menyuapkan makanan ke mulut sementara tangan yang lain
bergerilya di sekitar lekukan buah dadanya. Demikian pun sebaliknya.
Tangan dia pun tak henti-hentinya mempermainkan batang kejantananku
sehingga senjata kebangganku itu dengan cepat berdiri kembali, siap
untuk memberikan kenikmatan yang lebih hebat lagi kepadanya.
Selesai
makan ia beranjak ke ruang tengah. Aku mengikutinya dari belakang,
menikmati goyangan pantatnya yang menawan. Kuperhatikan kedua pinggulnya
yang bulat dan padat namun lembut, bergoyang-goyang naik turun
bergantian, indah sekali. Tak sanggup menahan diri, kuterkam ia dari
belakang. Ia menjerit kecil lalu dia diam, membiarkan diriku menikmati
setiap jengkal tubuhnya. Kuremas sejenak kedua belah pantatnya yang
besar itu lalu kupeluk dia dari belakang. Kedua tanganku melekat erat di
kedua buah dadanya sementara kemaluanku yang sudah menegang
menusuk-nusuk pantatnya yang bergetar-getar lembut.
"Nonton video, yuk", ajak dia.
Aku
duduk di sofa sementara ia menyetel videonya sementara aku duduk di
sofa. Adegan-adegan hot pun mulai muncul dari BF yang dipilihnya.
Sepasang manusia dengan penuh gairah bersetubuh nampak di layar
televisi. Dia menghampiriku, membuka pahaku dan duduk di lantai di
antara kedua kakiku. Lehernya yang jenjang disandarkannya tepat di atas
kemaluanku. Kemaluanku yang sudah tegang itu bergetar-getar. Ia tertawa
kegelian. Di layar TV adegan persetubuhan itu semakin panas. Si lelaki
berbaring lurus dan sang wanita yang berpantat besar itu merebahkan diri
di atasnya. Pantatnya diangkat dan diturunkan perlahan-lahan. Matanya
membeliak menikmati masuknya kemaluan si lelaki itu ke kemaluannya.
"Ayo, Rud", kata dia. "Mau tunggu apa lagi!"
Serentak
dengan itu ia memutar kepalanya dan melahap batang kejantananku. Aku
tersentak dan mengeram nikmat. Direbahkannya tubuhku di atas lantai
berkarpet. dia menidih tubuhku dengan tubuhknya yang montok bahenol.
Kedua tanganku dibawa ke kedua payudara montok itu. Aku pun meremasnya
sehingga ia mengerang. Tangannya yang halus menangkap kemaluanku dan
diremas-remasnya sejenak. Ia mengangkang di atasku. Tangannya menuntun
kemaluanku ke lubang kemaluannya. Di mulut kemaluannya ia berhenti
sejenak lalu dengan perlahan-lahan diturunkannya pantatnya. Batang
kemaluanku yang sudah keras itu dengan lancar membelah lubang
kemaluannya yang sudah basah.
"Aaahh..", erangnya.
Dia mulai
menggerakkan pantatnya naik turun. Semakin lama semakin cepat gerakan
itu, semakin keras pula lenguhannya. Buah dadanya berguncang-guncang di
telapak tanganku. Kepalanya terdongak ke atas dengan mata terpejam dan
mulut terbuka. Aku merasakan satu sensansi yang luar biasa di kemaluanku
yang semakin mengeras dan membesar. Tiba-tiba ia menghentakkan
pantatnya ke bawa. Matanya membeliak dan tubuhnya menggelepar di atasku.
Jeritannya tertahan di leherku. Aku tahu ia mencapai puncak orgasmenya.
Kubiarkan ia berbaring diam membatu di atasku sampai sekitar sepuluh
menit, lalu aku mulai beraksi lagi.
Aku mendorong tubuhnya ke
samping. Ia menelentang lemas. Mataku melirik ke layar TV. Adegan doggy
sedang berlangsung. Si lelaki itu sedang menyetubuhi si wanita bahenol
itu dari belakang. Aku ingin menirunya. Kutarik tubuhnya sehingga ia
menungging. Aku memutar ke belakangnya dan mulai menyerang. Mula-mula
aku agak kesulitan mencapai mulut kemaluannya karena pantatnya yang
teramat besar itu. Tetapi aku tidak berputus asa. Kulengkungkan pantatku
ke bawah sambil mengangkat pahanya sedikit ke atas. Tanganku lalu
beralih menjangkau kedua buah dadanya. Dan dengan satu gerakan yang
manis, kemaluanku menerobos kemaluannya yang sudah terbuka lebar dan
basah oleh lendir. Kepalanya mendongak sejenak dan terdengar erangan
kecil. Lalu mulailah aku menggerakkan pantatku maju mundur. Ia semakin
keras mengerang dan menggeliat-geliat menahan rasa nikmat yang tak
terkira. Pantatnya bergetar-getar dan berguncang hebat. Dunia sekitar
sudah sama sekali dilupakan.
Mendekati puncak aku ingin
menikmatinya dengan tubuh lemas. Kulepaskan pantatnya dan kubalik
tubuhnya. dia menelentang dengan paha yang terbuka lebar, siap untuk
digenjot lagi. Kukencangkan otot perutku, kemaluanku mengacung ke depan
tegak lurus, besar dan berlendir. Aku menurunkan pantatku. dia
memejamkan matanya siap menikmati penetrasi kemaluanku. Ketika
kemaluanku meluncur memasuki lubang kemaluannya, ia mendesah kecil.
Dengan segera desahan itu berubah menjadi erangan dan jeritan ketika aku
mempercepat gerakan pantatku. Tangannya bergerak-gerak tak tentu arah,
demikian pula kakinya yang terkangkang lebar itu.
"Aaahh.. Ooouu.. aauu..!" jeritnya membelah dinginnya udara malam.
Aku
tak mempedulikan erangannya itu. Pantatku terus beraksi, kemaluanku
menerobos lorong kemaluannya, keluar masuk dengan ganasnya. Kurasakan
lahar di kemaluanku akan meledak. Maka kurangkul pundaknya. Mulutku
kutanamkan di lehernya. Dengan satu hentakan pantat yang keras,
kutanamkan kemaluanku sedalam-dalamnya di lubang kemaluannya. Pantatnya
bergetar-getar hebat menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya.
Pahanya ketat membelit pinggangku. Dan gelombang orgasme melanda seluruh
tubuhku.
"Crot.. crot.. crot..", spermaku memancar deras masuk ke liang kemaluannya mengiringi jeritan keras dari mulutnya.
Tubuh
kami yang menyatu bergetar-getar kejang menahan rasa nikmat yang tak
terkira. Kami terus berpelukan dengan kemaluan yang menyatu. Nafasku
memburu bersatu dengan nafasnya. Tak ada kata yang dapat menggambarkan
rasa nikmat saat itu. Ketika itulah terdengar ayam jago berkokok.
"Sudah
pagi, jantanku", kata dia sambil membelai wajahku. Ia tersenyum.
"Terima kasih. Aku puas sekali. Belum pernah aku sepuas malam ini."
"Kamu juga wanita luar biasa", sahutku. "Aku tak akan pernah melupakanmu. Maaf kalau aku agak kasar."
"Nggak.. nggak kasar, tapi jantan", sahutnya. "Lelaki macam kamu yang kucari."
Kukecup
bibirnya lembut. Kini saatnya untuk beristirahat. Kubopong tubuh
bahenol itu ke kamar tidur dan membaringkannya di atas ranjang lembut.
Kuangkat selimut dan menutupi tubuh kami berdua. Tak lama kemudian
kamipun hanyut dalam mimpi. Tak ada kecemasan, tak ada hal lain yang
dipikirkan. Yang ada hanyalah gairah nafsu, gelora cinta dan keinginan
untuk saling memuaskan. Dunia di luar sana boleh berteriak-teriak,
tetapi di ranjang vila ini yang ada hanyalah hentakan-hentakan birahi
dua manusia berbeda jenis yang mencari kepuasan badaniah.
Jam
sembilan pagi aku terjaga. Kupandangi tubuh molek dia di sebelahku.
Mulutnya masih menyunggingkan senyum. Pahanya terbuka. Kupandangi bulu
kemaluannya yang menggumpal dibasahi oleh cairan kemaluannya dan
spermaku. Kemaluannya terbuka sehingga nampak dinding dalamnya yang
berwarna kemerah-merahan. Kedua buah dadanya yang sepanjang malam
menjadi santapanku mencuat ke atas dengan indahnya. Kubiarkan ia
menikmati tidurnya, biar menimba tenaga untuk persetubuhan selanjutnya
di hari ini.
Demikianlah hari itu terlewatkan dengan pergumulan
penuh birahi. Aku menyetubuhi dia di mana saja. Di dapur, di meja makan,
di ruang tengah, di teras, di kebun, di kamar mandi, di sofa, di
ranjang, dll. Hari itu sepenuhnya milik kami berdua. Perjalanan pulang
sore itu menjadi lebih santai. Nafsu birahi yang menyala-nyala telah
terpuaskan. Aku tahu pasti, ranjang birahi dia telah menjadi milikku.
"Aku tetap membutuhkan kejantananmu di lain hari", katanya ketika menurunkanku di Jl. Darmo.
Aku
hanya tersenyum. Masih akan ada waktu untuk kembali menyetubuhi si
bahenol seksi yang berbuah dada dan berpantat teramat besar itu. Dia
milik suaminya, tetapi jelas tubuhnya itu telah menjadi milikku.
Pagi ini aku bangun dari tidur dengan badan yang terasa pegal. Bisa
dimaklumi, karena sejak Sabtu hingga Minggu soreh kemarin, aku telah
melewatkan hari yang penuh pemuasan nafsu birahi dengan Suwarsih di
Villa Pacet. Aku tersenyum sendiri membayangkan pertarunganku yang
dramatis dan mendebarkan dengan Suwarsih yang berbuah dada besar dan
berpantat teramat besar yang selalu bergoyang-goyang indah, dihiasi oleh
kemaluan yang hangat, basah dan berbulu lebat. Sambil bersiul-siul
kecil aku melangkah ke kamar mandi. Badanku pun beralih segar setelah
mandi, hilanglah segala kepenatan karena pertarungan dengan Suwarsih
kemarin. Kuputuskan line telepon karena ingin kulewatkan hari itu
sepenuhnya untuk beristirahat.
Hari berikutnya aku bangun dengan
tenaga baru. Sekitar jam 11 pagi aku kembali ke rumah kost yang dekat
dengan kampus. Baru saja aku masuk telepon berdering.
"Hallo", sahutku. "Ini Rudy."
"Hai kuda liar", sahut suara kenes seorang wanita. "Ini Sherlly."
Terdengar suara lembut, berbisik seksi penuh gairah nafsu birahi.
Aku
tersenyum. Sherlly, saudara mantan ibu kostku yang berasal dari Manado,
yang sekarang ini berumah di Darmo Permai. Ibu Sherlly, yang
memperkenalkan diriku kepada Ibu Suwarsih, yang juga telah puluhan kali
merasakan kejantananku.
"Malam Minggunya ada di mana, hayo", katanya mengikik.
"Nggak kemana-mana kok, Bu", sahutku nakal.
"Alaa.. sok aksi kamu ya", sahutnya. "Siapa yang menggeluti Suwarsih di Pacet sana, hayo."
"Kok tahu, Bu", sahutku pura-pura terkejut.
"Yah,
tahu dong", katanya seksi, diiringi desah nafas yang menandakan nafsu
birahinya sudah perlu dipuaskan. "Sore itu kutelepon Suwarsih, katanya
lagi ke Pacet. Nah, ketika kutelepon kamu, juga nggak ada. Kesimpulan
jelas, kamu sedang asyik menggumuli si montok itu. Ngaku aja deh.
Emangnya kenapa?"
"Iri nih ye..", kataku tertawa.
"Idiih..
mentang-mentang jantan. Sok sombong kamu, yah", sahutnya. "Oh ya.. Aku
mau mengundangmu ke rumah. Mumpung suamiku lagi ke Jakarta selama
seminggu. Lagian anak-anak kan semua di Malang. Akhir-akhir ini kamu kok
maunya 'tempur' sama Suwarsih doang. Bisa nggak nemenin aku?"
"Yah, kalau hanya menemani saja sih nggak mau aku", sahutku nakal. "Kecuali kalau mau 'tempur'nya. Hahaa.."
"Iddiih.. genit kamu yah", katanya. "Udah.. udah, aku nunggu di TP, sekarang juga."
Telepon
diputuskannya. Aku tersenyum sendiri. Ibu Sherlly! Telah puluhan kali
kusetubuhi wanita ini. Entah keuntungan dari mana yang menimpaku. Aku
mengenalnya ketika kost di rumah saudaranya di dekat kampusku. Aku
sering membayang-bayangkan seperti apa nikmatnya menggumuli wanita
cantik itu. Keberuntunganku datang tiga bulan kemudian. Aku masih ingat.
Malam itu hujan lebat. Suaminya pergi ke Jakarta, urusan bisnis. Dua
anaknya yang masih kecil sudah tidur. Aku tertahan di rumah itu karena
banjir melanda kota Surabaya. Aku disuruh ibu kostku mengantar satu
barang ke rumahnya. Karena tak bisa pulang ia menelpon ibu kostku
mengabarkan kalau malam itu aku nginap di rumahnya. Aku lagi berbaring
di kamar tamu ketika terdengar pintu diketuk. Kubuka, dan Ibu Sherlly
berdiri di hadapanku dengan tubuh yang hanya dibelit selembar kain
batik.
"Ada apa, Bu", kataku dengan dada berdebaran melihat tubuh
montoknya yang hanya dibelit sehelai kain batik. "Apakah hasratku
menjadi kenyataan?" tanyaku.
"Tolong, yah", katanya. "Punggungku sangat pegal. Tolong dipijit."
Ia
melangkah ke kamarnya tanpa menunggu persetujuanku. Aku mengikutinya.
Di kamarnya ia berbaring tengkurap di atas tempat tidurnya. Kainnya
tersingkap dan punggungnya yang padat berisi dan mulus itu segera
kuremas-kuremas. Dan kelihatannya Ibu Sherlly sengaja mengangkat
tubuhnya dengan bertopang pada kedua lengannya, sehingga tersingkap
sedikit kedua buah dada yang bergantungan indah itu. Melihat itu, aku
mulai sedikit meningkatkan aksiku. Ketika kupijit dekat lengannya,
sengaja tanganku tergelincir, dan dengan itu menyentuh kedua buah
dadanya. Sentuhanku semakin berani. Dari sekedar menyenggol, menjadi
menggelus, akhirnya mencolek. Ia tertawa kesenangan.
Sementara
itu, karena badannya terus menerus bergerak, kainnya semakin melorot.
Dan tanganku semakin menyingkapkan kain itu ke arah pantatnya. Tanganku
memijit dekat pantatnya, dan kugeser semakin ke bawah. Sadarlah aku,
bahwa Ibu Sherlly ternyata tidak mengenakan celana dalam. Maka tanganku
semakin nakal mendekati pantatnya. Sementara itu di atas sana, tangan
kiriku semakin sering tergelincir. Ia mengerang nikmat. Pantatnya
semakin terbuka. Ia rupanya memberiku kesempatan.
Sementara itu
hujan di luar sana semakin lebat. Sejalan dengan itu, pantatnya semakin
terbuka. Maka aku menjadi nekad, apapun yang terjadi. Pada saat yang
bersamaan, tangan kiriku menyuruk ke bawah dadanya menangkap buah dada
kirinya, sementara tangan kananku menyuruk ke balik pahanya. Serta merta
kubalikkan tubuhnya. Ia terpekik, tetapi aku telah menyerang dan
menindih tubuhnya yang montok dan mulus itu.
"Oh, Rudy.. aahh.. jangaann.." pekiknya, tetapi ternyata tangannya malah merangkulku. Aku tahu, itu hanya sandiwara penolakan.
Mulutku
segera mencari mulutnya dan membekapnya. Ia terdiam. Lidahnya mulai
beraksi menjulur ke dalam mulutku dan mempermainkan lidahku. Sementara
itu, tanganku telah dengan leluasa menjarah tubuhnya yang sudah tidak
tertutup sehelai benangpun. Mulut kami bermain dengan lincahnya. Puas
kunikmati bibirnya, mulutku mulai beralih ke seluruh wajahnya. Tidak
terdengar lagi erangan penolakan. Yang ada hanya erangan birahi yang
semakin memuncak. Tangannya kini aktif bermain, meraba dan mengelus
tubuhku, berusaha membangkitkan gairah yang lebih besar lagi. Tidak ada
lagi gerakan penolakan seperti sebelumnya. Yang ada cuma nafsu menggila
yang perlu pemuasan.
Akhirnya, kuputuskan untuk menyetubuhinya.
Kulepaskan tubuhnya sambil mencopot celanaku. Dan sambil terus mendesis,
aku menerkam tubuhnya yang montok. Di luar sana, hujan turun semakin
deras seakan menjadi tirai yang melindungi kami. Malam semakin larut,
tetapi kami semakin bersemangat. Tangannya yang halus terulur dan
menangkap kemaluanku yang besar dan panjang, yang tegang dan keras
seperti senapan mesin. Lalu perlahan dibimbingnya ke lubang kemaluannya.
Aku mengikuti irama yang diciptakannya itu. Mulutku terus mempermainkan
bibirnya. Dan sesampainya batang kejantananku di mulut lubang
kemaluaannya yang berbulu lebat itu, tiba-tiba ia menghentakkan
pantatnya. Bersatulah kami sepenuhnya. Kemaluanku dengan ganasnya
meluncur, membelah bulu-bulu lebat dan hitam di seputar mulut lubang
kemaluannya, meluncur tidak terkendali ke dalam lubang kemaluannya yang
licin serta hangat itu.
"Aaahh.. aauu.., jeritnya tidak keruan.
Pantatnya
berguncang hebat, menahan rasa nikmat yang tidak terkendali. Pahanya
terangkat membuka lebar kemaluannya, sehingga kemaluanku dengan leluasa
menyuruk masuk sedalam-dalamnya, menikmati setiap remasan dinding lubang
kemaluannya.
Hujan tercurah dengan lebatnya. Sesekali guntur
menggelegar mengiringi kilat yang menyambar. Tetapi semua itu sama
sekali tidak mempengaruhi pergumulan kami. Kurasakan kuku-kukunya
membenam di daging punggungku, sementara giginya menancap di bahuku.
Jeritan nikmatnya tersekat di sana. Kuangkat pantatku dan menggenjoti
kemaluannya, naik turun, naik turun, membuat dirinya merasa seperti
terangkat ke langit-langit yang tinggi. Maka oleh satu hentakan keras,
kusentakkan kemaluanku ke bawah, dan memancarlah spermaku ke dalam
lubang kemaluannya. Aku menggeram menahan rasa nikmat mengiringi jeritan
orgasmenya membelah dinginnya malam. Malam itu kami masih mengulanginya
beberapa kali lagi.
Ternyata Ibu Sherly mempunyai teman senasib.
Aku diperkenalkannya kepada dua temannya, Suwarsih (baca kisah 1) dan
Mei (baca kisah 3). Bergantian aku menggeluti tubuh mereka untuk
memberikan kepuasan sex yang sudah tidak mereka temukan lagi dari suami
mereka. Kalau aku lagi butuh sex, aku dapat meminta salah satu dari
ketiganya melayaniku. Dan sekarang ini Ibu Sherly mengundangku.
Cepat
aku berpakaian yang rapih. Di depan Tunjungan Plaza aku turun dan
menanti. Sebuah Toyota twin-cam hitam berhenti dan pintu kiri depan
dibuka. Aku segera masuk. Setelah kututup pintunya, segera kuraih
tubuhnya ke dalam pelukanku dan melumat bibirnya yang merah merekah. Ia
melarikan mobilnya dan tidak lama kemudian kami tiba di Darmo Permai.
Sambil bergandengan tangan kami melangkah memasuki rumahnya. Pintu
dikunci dan kami segera beralih ke lantai atas. Kuangkat tubuh
bahenolnya itu ke dalam gendonganku. Ia tertawa. Pahanya yang mulus
bergoyang-goyang, sementara pantatnya yang teramat besar itu terasa
hangat di tanganku. Tanpa basa-basi aku membawanya ke kamar tidur.
Sambil berpelukan kami masuk ke kamar yang besar dan harum itu. Di
tempat ini, di atas ranjang inilah pertama kali aku menyetubuhinya.
Persetubuhan yang memberikan pengalaman indah bagiku, pertama kali
menidurinya.
Kulemparkan tubuhnya yang indah itu ke atas ranjang.
Ia tersenyum menatapku, menantikan aksi kejantananku. Segera kuterkam
dia dan kamipun mulai bergelut. Mulut kami bersatu dan saling menyedot
untuk membangkitkan nafsu yang lebih besar. Tangan kami masing-masing
menjalar ke segala lekuk liku tubuh lawan masing-masing. Dengan leluasa
kucopoti setiap lembar pakaian yang menempel di badannya. Kutarik rok
pendek yang dikenakannya, lalu mencopot blousenya. Sambil terus
menikmati buah dadanya dengan mulutku, kedua tanganku melingkar dan
melepaskan kancing BH-nya. Buah dadanya mencuat keluar dengan indahnya,
sementara perutnya yang rata dan putih mulus itu menggeletar-geletar
menahan rasa birahi yang semakin meningkat. Akhirnya, tanganku meluncur
ke bawah dan melepaskan celana dalam tipis yang dikenakannya. Kini ia
terbaring telanjang tanpa sehelai benangpun. Kubiarkan dia berbaring
telanjang bulat. Tenang-tenang tanpa terburu kulepaskan pakaianku.
Dengan tubuh telanjang bulat aku menghampirinya. Matanya tertutup,
tetapi ia pasti menyadari kehadiranku di dekat ranjangnya itu. Kulihat
bulu badannya meremang, menahankan gairah birahi yang menggila.
Aku
tersenyum mengamati tubuhnya yang indah dan montok itu. Wajahnya yang
oval, kulitnya yang putih halus, alisnya yang cukup tebal, bibirnya yang
sensual, pipinya yang bulat, dagunya yang mungil, lehernya yang
jenjang, bahunya yang berisi, dadanya yang mulus dihiasi dua payudara
yang besar dan mencuat ke atas seperti gunung kembar, dengan puting susu
yang merah kecoklatan, perutnya yang rata dengan pusar yang menawan,
pahanya yang putih mulus dan merangsang menggeletar, betisnya yang
bulat, pantatnya yang teramat besar dan bulat yang suka berguncang
dengan hebatnya kalau lagi menahan birahi, serta lubang kemaluannya yang
kemerah-merahan, basah, licin dan dihiasi dengan bulu hitam lebat yang
menutupi bukit kemaluannya. Pendek kata ia tampil sebagai seorang wanita
yang sempurna dalam segi biologisnya yang sangat menyenangkan lelaki
yang bersetubuh dengannya. Dan sekarang saatnya bagiku untuk membuktikan
semua itu.
"Ngapain sih, nggak dimulai", protesnya. Mungkin karena terlalu lama menunggu, ia menjadi penasaran. "Aku udah nggak tahan nih."
"Nggak jadi deh", kataku memancingnya.
"Apa-apaan
ini", katanya tersentak bangun. " Itu nggak fair namanya. Memangnya
hanya Warsih yang menggairahkan. Cepetan dong, aku udah nafsu nih."
Aku
tertawa. Serentak dengan itu kuterkam tubuhnya yang bahenol itu. Tubuh
kami terguling ke atas ranjang yang empuk, yang telah puluhan kali
menjadi arena penuh dendam birahi yang membara mencari kepuasan. Nafsu
birahiku menggelegak. Kutindih tubuhnya dengan gairah yang menggila.
Mulutku beraksi di sekujur wajahnya, sementara tanganku mempermainkan
kedua payudaranya sepuas hatiku. Sementara itu, tangannya yang halus pun
asyik mempermainkan kemaluanku yang mulai mengeras tegak seperti tank
baja, siap menggenjot kemaluannya. Diremasnya, dielusnya, diusapnya,
dipermainkannya dengan penuh gairah. Aku menggeram menahankan rasa
nikmat yang semakin menghebat.
Mulutku mulai menikmati buah
dadanya. Dengan penuh nafsu kukerkah kedua payudara itu. Ia membusungkan
dadanya, agar mulutku dengan leluasa bisa menjelajahi setiap jengkal
payudaranya. Mulutku mengerkah dan mengisap, diselingi dengan gigitan
halus membuatnya mengerang tidak keruan. Ia menggeliat-geliat tanpa
daya, lemas menikmati semuanya itu.
"Ooohh.. aahcchh.." erangnya.
"Auu.. ach..oouu.." lenguhnya kehilangan pegangan sama sekali.
Sejalan
dengan itu kutingkatkan seranganku. Mulutku mulai memutari perutnya,
sementara kedua tanganku melingkar ke pantatnya yang teramat montok dan
mulus halus itu. Kuremas dengan penuh nafsu. Mulutku semakin mendekati
kemaluannya. Ia semakin lebar mengangkangkan paha-nya, menanti
intervensi mulutku ke kemaluannya itu. Kuisapi setiap jengkal perutnya
untuk membangkitkan gairah nafsu birahinya. Semakin mendekati lubang
kemaluannya, lenguhannya semakin keras.
"Aaauu.. Rudy.. lakukan.. sekarang.. sekarang.. aku tidak bisa tahan lagi.. aahh.. aacchh.." lenguhnya tidak keruan.
Aku
tidak menghiraukannya. Aku masih ingin bermain, walau kemaluanku
sendiri telah tegak seperti meriam, sudah ingin membelah lubang
kemaluannya. Mulutku semakin mendekati kemaluannya. Kusapu sejenak
lubang kemaluannya dan hinggap di pahanya. Kudengar desah nafas panjang
menandakan kekecewaannya. Pasti ia menginginkan agar kubenamkan mulutku
di kemaluannya. Tetapi tidak, aku malah merayapi pahanya semakin ke
bawah untuk menikmati betisnya. Kuelus betisnya dengan tanganku,
sementara mulutku terus mengisapi pahanya, semakin naik mendekati
sentrum persetubuhan kami ini. Pahanya tergeser semakin melebar, seirama
dengan gerakan mulutku yang semakin mendekati bagian terlembut dari
tubuhnya. Akhirnya, setelah ia semakin tidak terkendali lagi, kubenamkan
mulutku ke kemaluannya dan menjilatinya dengan penuh gairah. Ia
tersentak bangun dan menekan kepalaku lebih dalam ke selangkangnya.
Beberapa saat kubiarkan ia berbuat begitu untuk memberikan nikmat yang
lebih besar.
"Aaahh.. aduuhh..", erangnya.
Tiba-tiba ia
menolak tubuhku sehingga telentang di atas ranjang. Belum lagi hilang
kagetku, mulutnya yang mungil telah melahap kemaluanku yang besar dan
tegang itu. Aku terkesiap, membeliak menahankan kenikmatan yang tidak
terkira. Ia mengisap dan mengulum dengan lincahnya. Lidahnya begitu
pandai mempermainkan ujung kemaluanku, membuatku seakan berada di surga
yang ke tujuh. Tetapi aku tak ingin dikuasai wanita itu. Maka cepat
kusentakkan kepalanya ke atas. Mulutnya terbuka dengan mata yang nanar
karena nafsu yang semakin menggila. Kurasa sudah saatnya menggenjot
kemaluannya.
Kutolak dia ke atas ranjang. Ia tertelentang dengan
paha yang terbuka lebar. Maka segera aku merebahkan diriku ke atas
tubuhnya yang montok itu. Kedua tanganku merangkuli pundaknya sementara
mulutku menjelajahi wajahnya. Dan di bawah sana, kemaluanku dengan
ganasnya mencari jalan masuk. Sengaja beberapa kali kubuat meleset untuk
membuat hilang kesabarannya. Dan memang, tidak lama kemudian tangannya
yang mencengkam punggungku beralih ke sana. Tangan halus itu menangkap
kemaluanku, meremasnya sesaat dan membimbingnya untuk masuk ke dalam
lubang kemaluannya yang sudah membanjir dengan lendir licin itu. Dan
kurasakan kemaluanku meluncur ke dalam dengan lancarnya membuat ia
menjerit tertahan, menahan rasa nikmat yang tidak terkira. Kurasakan
jepitan nikmat dan lembut yang dilakukan otot kemaluannya atas
kelaminku. Aku menggeram menahan rasa nikmat. Ia terus menjerit-jerit
tanpa arah.
"Aaah.." jeritnya panjang tanpa ampun.
Aku
membiarkan ia meluapkan seruan kenikmatannya itu sesukanya. Dan di bawah
sana, kemaluanku beraksi dengan ganasnya, mempermainkan kemaluannya
sepuas hatiku. Kugenjot kemaluannya dengan gerakan maju mundur yang
berirama, membuat ia seperti cacing kepanasan. Pahanya terangkat dan
bergerak ke sana kemari tanpa arah. Kurasakan ia pun memutar-mutar
pantatnya yang besar dan berguncang-guncang untuk memperbesar rasa
nikmat birahi. Pantatnya yang besar itu menjadi andil yang memberikan
kenikmatan yang hebat, bukan saja untuk dia tetapi untuk saya juga.
Aku
semakin hebat mengamuk. Pantatnya semakin berguncang hebat. Pahanya
terus bergetaran sementara tubuhnya menjadi licin dilumuri keringat.
Mulutku terus menjarah rayah mulut dan pipinya yang montok dan
merangsang. Kurasakan getar tubuhnya yang menahan rasa nikmat yang luar
biasa. Sementara itu tangannya yang halus semakin kuat mencengkam
punggungku. Aku semakin bersemangat mempermainkan kemaluannya. Kugerakan
pantatku semakin cepat dan keras. Terkadang aku menekan dengan sangat
halus, terkadang aku mendesak dengan agak kasar, membuat ia selalu ingin
aku meningkatkan permainanku ini.
"Aaah.." jeritnya panjang.
Aku
pun mulai merasakan kelelahan merayapi tubuhku. Sudah lebih dari sejam
pertarungan ini. Kurasa perlu diakhiri. Maka dengan gerakan yang manis
tetapi pasti kuhentakkan pantatku, kubenamkan kemaluanku dalam-dalam di
lubang kemaluannya. Ia berteriak keras menandakan kenikmatan puncaknya.
"Aaauu..", serunya tertahan di bahuku.
Aku
menggeram menahan rasa nikmat, mengiringi pancaran spermaku masuk ke
dalam lubang kemaluannya. Kurasakan cairan kemaluannya pun mengucur
deras membasahi pahaku. Pahanya naik membelit pinggangku. Tanganku
mencengkam kuat bahunya. Kurasakan buah dadanya mengeras di dadaku.
Sementara kuku-kukunya membenam di dagingku. Nafasku memburu, tubuhku
dan tubuhnya basah bersimbah keringat, panas tetapi teramat nikmat.
Setengah
jam lamanya tubuh kami terbaring kaku, menggeletar nikmat, membiarkan
tubuh ini menikmati sisa-sisa kenikmatan birahi yang ada. Badanku dan
badannya melemas. Setengah jam berlalu, kuangkat wajahku. Ia membuka
matanya dan tersenyum. Kucabut kemaluanku keluar dari kemaluannya,
meneteskan sisa cairan vagina yang ada di sana. Kupandangi sejenak
kemaluannya yang terbuka berwarna kemerah-merahan itu, seakan-akan
tersenyum kepadaku. Bulu-bulunya yang hitam lebat itu basah kuyup dan
menggumpal lekat pada sisi kemaluannya. Aku tersenyum dan memandangnya.
Ia meraih tubuhku ke dalam pelukannya dan dan dengan halus mesrah
mengecup bibirku sebagai ucapan selamat dan tanda terima kasih.
"Terima
kasih jantanku", katanya sambil membelai wajahku. "Aku sangat puas
dengan kejantananmu. Aku kagum. Kamu lelaki idaman setiap wanita di atas
tempat tidur."
Kami saling berpandangan dan tersenyum, membayangkan
masih banyak kali kami akan bertemu untuk memuaskan nafsu birahi
masing-masing.
Kalau di tempat asalku sangat sukar untuk bergaul dengan orang Cina,
maka di Surabaya hal itu bukan hal yang aneh. Aku bergaul akrab, bisa
bermain-main,
berkunjung dan berjalan-jalan dengan mereka. Keinginanku sejak menginjak
Surabaya ialah merasakan nikmatnya tubuh wanita Cina. Itu memang menjadi
obsesiku. Seorang wanita Cina atau kalau boleh lebih harus menjadi sasaran
birahiku. Tak kusangka, semuanya berjalan lancar. Wanita itu ialah Mei Lan.
Kisahnya bermula dari Ibu Sherlly. Sesudah beberapa kali bersetubuh memuaskan
wanita yang gede nafsu ini, aku menyatakan keinginanku untuk bersetubuh
dengan seorang wanita Cina. Kupikir Bu Sherlly tak akan keberatan mencarikan
wanita-wanita idamanku tersebut. Bukankah ia juga yang memperkenalkanku kepada
Ibu Suwarsih?
"Bu Sher", kataku satu malam, setelah melewati beberapa kali orgasme.
"Ada apa, jantanku", sahutnya sayu.
"Bu Sher jangan marah ya", sahutku sambil mengelus-elus kedua payudaranya yang
bulat dan montok itu.
"Nggak, kok", sahutnya sambil mengelus kemaluanku yang mulai mengeras lagi.
"Sudah berkali-kali saya bersetubuh dengan Ibu dan Ibu Suwarsih. Kalian berdua
selalu puas dengan kejantananku. Hanya aku belum puas. Aku punya obsesi,
menyetubuhi seorang wanita Cina. Kalau lebih dari satu itu lebih baik", kataku.
Hahahaha..", Ibu Sherlly tertawa. "Ngapain pingin wanita Cina?"
"Di tempat asalku, sangat sukar bergaul dengan wanita Cina, apalagi bersetubuh
dengan mereka. Ini jelas sangat menantangku. Ingin kurasakan, seperti apa
nikmatnya bersetubuh dengan wanita Cina itu", kataku
"Kalau itu sih gampang", sahut Ibu Sherlly. "Tapi kamu mesti kuat lho! Wanita
Cina nafsunya gede-gede, kuat-kuat, sangat lama puasnya."
"Kalau soal kuat, jangan khawatir", sahutku. "Ibu khan sudah pernah merasakannya. Yah khan."
"Tentu jantanku. Itu kuakui", sahut Ibu Sherlly. "Mudah kok, ada Mei Lan.
Suaminya sudah nggak kuat. Selalu ejakulasi dini. Mana bisa Mei puas.
Sebentar, kutelepon Mei. Biar esok jadi hari pertamamu menikmati tubuh wanita
Cina impianmu."
Tangannya menjangkau telepon di atas meja kecil di samping tempat tidur.
Diputarnya angka-angka itu, sementara tanganku sendiri terus sibuk
memutar-mutar kedua payudaranya.
"Halloo, Mei", kata Ibu Sherlly. "Nih ada khabar gembira untukmu. Ada
penodong yang galak, mungkin bisa bantu kamu. Kan udah lama puasa. Gimana?
Setuju? Besok siang? Okay! Dijamin deh, orangnya kuat. Malah Mei yang akan
kewalahan. Pokoknya, Mei akan menjadi seperti pengantin baru. Nah, siap-siap
yah? Gimana? Namanya Rudy. Agak hitam. Tapi itu khan bukan soal. Yang perlu
kan burungnya. Hahaa.. Gimana? Oh ya, itu sih gampang. Aku akan keluar dan
kembali sore harinya. Jadi jangan khawatir. Kalian bisa menggunakan ruangan
tamu di depan. Pokoknya buat seperti rumah sendiri deh! Tentu! Mau ngomong
sendiri?"
Gagang telepon diopernya kepadaku. Terdengar desah suara lembut dan sexy seorang wanita.
"Halloo, Bu Mei", kataku sopan.
"Rudy yah", katanya. "Ini Mei. Belum kenal yah? Kata Sherlly kamu sangat kuat.
Mau nemanin Ibu besok? Soalnya Ibu udah lama puasa nih. Ibu mau
bersenang-senang sedikit besok. Gimana? Bisa?"
"Untuk Ibu aku selalu bersedia ", sahutku nakal. "Pokoknya, pasti memuaskan."
"Gimana? Puas dengan Bu Sherlly", katanya.
"Wah, gawat. Nafsunya gede, kayaknya nggak pernah puas, tuh. Nih, lagi rebahan
telanjang bulat di sampingku", sahutku. "Sudah beberapa jam, tapi katanya
belum puas dia. Maunya ditambah."
"Beruntung deh Sherlly ", sahutnya. " Tapi ngomong-ngomong, hemat-hemat
tenaga, yah. Besok Ibu mau sepuas-puasnya. Hihihihii.."
"Siap deh, Bu", sahutku.
Telepon diputus. Aku menoleh, tersenyum kepada Ibu Sherlly, sambil terus
mengelus tubuhnya yang mulus. Sebentar lagi tubuh indah itu akan kugumuli
lagi, bukan saja karena aku suka, tetapi itu juga kerinduannya.
"Nah, mana komisinya", kata Bu Sherlly.
"Komisi?", sahutku pura-pura tak mengerti.
"Yah, tentu dong", katanya. "Kan sudah dicarikan wanita Cinanya. Jadinya,
komisi itu wajib hukumnya." Ia tersenyum nakal. Cepat aku bergerak menerkamnya.
"Ini komisinya", sahutku sambil menerkam tubuhnya. Aku menyerangnya diiringi
tawa cekikikannya yang membangkitkan birahi.
"Jangan sekarang", sahutnya genit. "Ibu lapar, pengen makan."
Walau nafsuku telah menggelegak, aku terpaksa bersabar dan menurutinya ke
ruang makan, tanpa merasa perlu berpakaian. Ia pun tidak berpakaian, sehingga
buah dada dan pantatnya yang motok, putih mulus itu bergoyang-goyang naik
turun dengan indahnya. Aku menelan ludah sembari tersenyum penuh kemenangan.
Pantat dan buah dada yang montok dan indah itu memang telah menjadi milikku.
Bu Sherlly memang milik suaminya, tetapi tubuhnya itu milikku. Sesudah makan
kembali kami bergumul di ranjangnya. Dan kembali kami tenggelam dalam
pertarungan birahi yang panas dan menegangkan. Kuhabiskan dua jam lagi untuk
menggumuli tubuh montok itu, menyetubuhinya dan memuaskan nafsu birahinya.
Dalam kepuasan yang luar biasa itu, aku tertidur di lekukan payudaranya,
menanti hari pertama pertarunganku dengan seorang wanita Cina.
Ibu Mei Lan adalah seorang wanita berusia tiga puluh tiga tahun. Suaminya
sering keluar. Kalaupun di rumah dan bersetubuh dengannya, Ibu Mei tidak
pernah puas. Setelah sekian lama tak pernah orgasme dan sekian sering harus
puasa sex, kini ia sungguh membutuhkan seorang lelaki jantan di ranjangnya.
Penyampaian Ibu Sherly tepat waktunya. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak
kusangka, begitu mudah menjangkau tubuh seorang wanita Cina di sini.
Hari masih cukup pagi, sekitar jam sembilan. Hawanya cukup sejuk, mendung dan
kelihatannya akan hujan. Bagus, karena seakan menjadi pelindung baru. Aku baru
saja bangun dari tidur dan mandi, setelah melewatkan malam menikmati hubungan
kelamin yang panas dengan Ibu Sherlly. Aku berdiri di depan cermin memandang
tubuhku yang telanjang bulat. Kupandangi kemaluanku yang panjang dihiasi bulu
yang hitam lebat. Kemaluan yang sudah sekian banyak kali memasuki dan menyatu
dengan tubuh Ibu Sherlly dan Suwarsih. Dan sekarang kemaluan yang kubanggakan
ini akan memasuki babak baru pengalamannya, memuaskan birahi seorang wanita
Cina.
Pada saat itu kudengar derum lembut suara mobil. Sebuah mobil merah hati masuk
ke halaman rumah Ibu Sherlly. Dari balik kaca jendela kamarku, kulihat sesosok
wanita turun. Wanita Cina cantik itu mengenakan baju merah muda berleher
rendah dan celana panjang jeans biru. Rambutnya hitam legam, lebat panjang
sampai hampir menyentuh pinggulnya, dibiarkan tergerai. Dari postur tubuhnya
dan caranya berjalan, langsung dapat kulihat besar dan montok buah dada dan
pantatnya. Nafsu birahiku langsung menggelegak, ingin rasanya aku segera
merengkuh tubuh montok itu dan menyetubuhinya. Tapi aku harus menahan diri.
Aku harus menciptakan kesan baik, sehingga saatnya nanti dia akan mencariku
untuk memuaskan nafsu birahinya. Kalau sudah demikian, seperti Ibu Sherly, dia
pun akan dapat kusetubuhi kapan saja aku mau.
"Bu Mei sudah datang", kata Ibu Sherlly sambil membuka pintu kamarku,
memandang tubuhku yang telanjang bulat.
"Pakai saja kamar tamu. Telepon sudah ku blok. Tak akan ada yang mengganggu. Selamat memuaskan birahi si montok itu.
Aku akan keluar rumah, biar kalian leluasa 'tempur'. Tetapi jangan lupa, malam nanti giliranku."
Tangannya terjulur menangkap kemaluanku, diusap-usapnya sejenak dan lantas
diremasnya. Aku mengerang nikmat dan balas menggerayangi buah dadanya. Ia
berbalik dan meninggalkanku. Kupandangi tubuhnya yang indah padat dibalut
celana ketat. Tubuh yang sudah sekian sering menyatu denganku tetapi seakan
selalu memiliki daya tarik yang baru, sehingga aku pun selalu rindu untuk
menikmatinya. Dari balik jendela kulihat kedua wanita itu bertemu di teras,
berpelukan, berbisik, saling menepuk bahu, lalu tertawa cekikikan. Kulihat Ibu
Sherlly masuk ke dalam mobil sambil mengepalkan tangannya. Ibu Mei tertawa.
Tak lama kemudian, mobil itu menderum meninggalkan rumah. Ibu Mei melambaikan
tangannya dan berbalik memasuki ruang depan.
Aku tersenyum dan berpakaian. Sekarang tidak ada lagi yang menghalangi
hasratku. Rumah ini segera menjadi arena pemuasan nafsu birahi Ibu Mei, dan
sejalan dengan itu pemenuhan obsesiku, menikmati tubuh seorang wanita Cina.
Betapa beruntungnya aku, wanita Cina pertama ini sungguh menawan. Tubuhnya
begitu padat, pantatnya bulat besar, menggantung dan berayun lembut naik
turun, dibalut ketat celananya. Payudaranya menonjol ke depan dengan jujurnya,
dapat kubayangkan betapa nikmatnya meremas, mengisap dan berbaring di atas
kedua bola montok itu.
Aku turun menyambut Ibu Mei. Ia tersenyum manis sekali. Walau baru kali ini
bertemu, langsung saja ia merangkulku lembut. Sudah terasa getar birahinya
yang menggelegar. Kupeluk tubuh montoknya itu dan membimbingnya masuk. Tanpa
membuang waktu, segera mulutku mencari bibirnya. Bibir-bibir kami saling
mengulum, berusaha menimbulkan hasrat birahi yang lebih besar. Dari bibirnya
kurayapi pipi, telinga, leher dan mulai menuruni dadanya yang terbuka.
Sementara itu tanganku dengan leluasa bermain di pantatnya yang besar
tergantung lembut berayun-ayun itu.
"Mau minum?", tanyaku. Ia mengangguk. "Wiski? Anggur? Coke? Orange Juice?"
"Anggur ", sahutnya. "Udara agak dingin, biar badanku menjadi panas.
"Oh, kalau untuk itu Ibu Mei tak perlu kuatir", sahutku tersenyum. "Ibu akan
minum anggur yang lezat, dan menghangatkan badan", sambungku nakal.
Ia tersenyum mencubit pinggangku, paham sepenuhnya akan maksudku. Kutuangkan
anggur merah di gelas berkaki tinggi, satu untuknya, satu untukku. Kuangkat ke
depannya membuat toast. Ia pun tersenyum sambil mengangkat gelasnya.
Kuulurkan tanganku menjamah payudaranya, sementara tangannya terulur menangkap
kemaluanku. Kami beradu gelas, meneguk sekali dan sama-sama meletakkan gelas
di meja. Tangan saling mengulur, dan kami telah bertemu dalam pelukan hangat.
Mulut kami bertemu dan bibir saling mengulum dengan penuh gairah. Kurasakan
tubuhnya menggeletarkan nafsu birahi yang semakin tinggi. Dan gelas-gelas
minuman itu sama sekali terlupakan. Aku merengkuh tubuhnya dan perlahan
membimbingnya ke kamar tamu. Kudorong pintu itu dan tak lama kemudian kami
telah berbaring di tempat tidur. Mulutku beralih menjarah lehernya. Ia
menelentang sambil terus mendesah menahan gairah nafsu birahinya. Ia
merentangkan tangannya lebar-lebar, bergerak-gerak agar mulut dan tanganku
leluasa menjarah-rayah seluruh tubuhnya.
Ketika nafsunya yang menggila itu semakin memuncak, tanganku beralih membuka
setiap lembar kain yang menutupi tubuhnya. Kulepaskan baju dan celananya.
Tubuh bahenolnya itu dengan segera sangat merangsang kejantananku. Akupun
melepaskan pakaianku. Dengan kemaluan yang tegak sekeras laras senapan aku
memandangi tubuhnya terbaring lurus di atas tempat tidur. BH kecil merah muda
yang dikenakannya hanya menutup seperempat buah dadanya. Celana nilon tipis
berwarna sama itu juga sama sekali tidak dapat menyembunyikan kemaluannya yang
telah dipenuhi cairan. Dengan tenang tapi penuh gairah kulingkarkan tanganku
kebalik punggungnya untuk membuka kancing BH-nya. Kugeserkan kemaluanku yang
tegak itu ke pahanya yang putih, besar, halus dan merangsang. Ia mendesah.
Terlepasnya BH mencuatkan kedua buah dadanya, laksana dua buah gunung kembar.
Tanganku menerkamnya dan dengan halus meremasnya. Ia mendesah-desah nikmat dan
terus menggeliat-geliat dengan mata tertutup.
Perlahan ku susupkan tanganku ke balik celana dalamnya. Ia menjerit kecil dan
membiarkan diriku menelanjanginya. Kini ia terbaring dengan tubuh telanjang
bulat tanpa sehelai benang pun melekat di tubuh mulusnya. Kulepaskan tubuh
mulus itu, mataku jalang menikmati semuanya. Matanya terpejam menikmati semua
ini dengan mulut sedikit terbuka dan terus mendesah. Tanganku beralih merayapi
segala lekuk tubuhnya, merasakan halus kulitnya dan padat tubuhnya. Kubuka
kedua pahanya dan nampaklah lubang kemaluannya yang telah basah itu. Tanganku
menekan pinggirnya, sehingga terbukalah mulut kemaluannya menampakkan bagian
dalamnya yang berwarna merah muda segar. Tanpa membuang waktu kudaratkan
mulutku ke sana. Kujilat klitorisnya.
"Auu..", jeritnya tertahan dan tersentak bangun.
Ditekannya kepalaku untuk lebih menyatu dengan selangkangnya. Lidahku menyelusup masuk
dan dengan lincah mempermainkan klitorisnya. Ia menggeliat tak tentu arah,
kehilangan pegangan sama sekali.
Menyadari kalau ia telah berada di bawah kekuasaanku, aku tidak ingin membuang
waktu lebih lama. Kurebahkan ia ke atas ranjang. Pahanya sudah membuka lebar,
dengan bibir kemaluannya yang merekah siap menerima diriku. Kurasakan
kemaluanku pun sudah mengeras ingin segera bersatu dengannya. Perlahan-lahan
kuturunkan pantatku. Di bibir kemaluannya aku berhenti sejenak sekedar
mengungkit nafsunya. Ia menggeliat-geliat. Mendadak ia menghentakkan pantatnya
ke atas, maka meluncurlah kemaluanku ke dalam kemaluannya tanpa kendali. Aku
sepenuhnya bersatu dengannya. Kurasakan ia menjepit kemaluanku lembut.
Kenikmatanku adalah kenikmatan sempurna. Jadi beginikah enaknya tubuh seorang
wanita Cina?
Perlahan tapi pasti aku menggerakkan pantatku naik turun. Ia menggeliat-geliat
semakin tak tentu arah. Paha mulusnya menggeletar diiringi desah suaranya yang
bergumam tak jelas. Gerakan pantatku semakin cepat dan keras, menciptakan
sensasi yang tak tertanggungkan. Ia pun aktif memutar-mutar pantatnya yang
montok memperbesar rasa nikmat yang semakin menggila. Jari-jarinya mencengkam
seprei seakan mencari pegangan, namun ia telah mengapung seperti kapas kering
tanpa sandaran sama sekali.
"Aauu..", erangnya. "Lebih keras! Lebih keras! Lebih keras lagi!"
Aku tak perlu menunggu perintahnya. Kukencangkan otot perutku dan menaikkan
irama gerakan pantatku. Kugenjot kemaluannya dengan kemaluanku yang semakin
membesar, memanjang dan bertenaga. Melihat geliat tubuhnya dan desah
nikmatnya, nafsuku pun semakin membara. Kemaluannya yang lembut basah
berlendir itu semakin menantang. Ia sudah tak sanggup lagi menjepit batang
kemaluanku. Jari-jariku erat mencengkeram kedua buah dadanya yang semakin
mengeras. Putingnya sudah sekeras lada menusuk-nusuk telapak tanganku.
Remasanku semakin kuat dan ia mengaduh-ngaduh dengan nikmatnya.
"Ooouu.." desahnya. "Teruskan! Teruskan! Achh.. Achh.."
Kutingkatkan kecepatan goyangan pantatku. Bunyi irama keluar masuknya
kemaluanku berkecipak karena kemaluannya telah dipenuhi lendir licin. Ia
menjerit keras dan meraih tubuhku ke dalam pelukannya. Kujatuhkan diriku dan
kurasakan empuk buah dadanya. Aku tahu ia mengalami orgasme saat itu. Tetapi
aku belum. Aku berbaring tenang di atas tubuhnya, sementara kedua kakinya
ketat membelit pinggangku. Kemaluanku masih tetap sekeras laras senapan. Aku
melonggarkan sedikit belitan pahanya di pinggangku dan mulai bergerak lagi
dengan cepat.
"Ooohh..", jeritnya. "Oh.. teruskan! Lebih keras! Lebih keras! Aaa.."
Gerakanku telah menciptakan sensasi yang belum pernah dirasakannya. Ia betul
menikmatinya. Dengan satu gerakan yang teramat manis, kusentakkan pantatku dan
membenamkan kemaluanku dalam-dalam. Ia menggelepar dan meninju-ninju
punggungku. Jeritannya tersekat dibahuku. Aku merasakan spermaku memancar
dengan derasnya, memasuki liang kemaluannya yang juga sudah basah kuyup.
Hangat kunikmati geletar tubuhnya menahankan kenikmatan yang tak ada duanya.
Lama kami diam membatu dengan kelamin yang terus berhubungan. Setengah jam
lewat tanpa satu kata. Hanya desah napas yang menandai masih adanya kehidupan.
Aku mengangkat tubuhku. Ia memandangku dan tersenyum manis sambil
membelai-belai wajahku. Aku mengecup bibirnya yang merah merekah itu dengan
penuh gairah. Kucabut keluar kemaluanku, meneteskan sisa-sisa cairan maniku
yang bercampur dengan lendir kemaluannya ke atas perutnya.
"Ternyata lebih jantan dari dugaanku", sahutnya. "Sherly pasti menjerit
kepuasan setiap malam. Wah, iri hati aku", katanya.
"Kalau itu tak perlu khawatir", kataku. "Tinggal merancang bersama Bu Sherly,
kapan membagi waktunya. Aku juga perlu tubuh yang montok menawan ini",
lanjutku sambil mengelus-elus kedua payudara bulat dan montok.
Kami pun beralih ke kamar mandi. Aku lebih dulu kembali ke kamar. Ia muncul
dari sana dengan handuk yang menutupi bahunya tetapi terbuka dada hingga mata
kakinya. Aku berdiri menikmati keindahan tubuhnya itu dengan gairah
bernyala-nyala. Ia mendekatiku dengan gerakan nan gemulai, meggairahkan
kelelakianku. Goyangan lembutnya itu terus menggodaku, sehingga kemaluanku
kembali tegak. Tak sanggup menanti lebih lama, aku menerkam tubuhnya itu
dan menggumulinya di atas tempat tidur. Ia menjerit-jerit dan tertawa
keriangan. Ia pun menggeliat-geliat menyiapkan diri untuk persetubuhan
gelombang kedua.
Aku membalik tubuhnya. Dengan diam-diam ia menungging. Pantatnya ditinggikan
sehingga aku dengan mudah dapat menyetubuhinya dari belakang. Pantatnya yang
bulat besar itu merangsang sungguh kelelakianku, namun pada mulanya
menyulitkan aku ketika aku berusaha menggenjot lubang kemaluannya. Tetapi
tentu saja aku tak akan menyerah, malah itu menantangku untuk beraksi dengan
lebih lihai. Kemaluanku kugosok-gosokan ke pantatnya yang putih mulus. Ia
mendesah, sementara itu kulihat kemaluannya telah bergerak-gerak, minta segera
dikawini. Aku membiarkan ia penasaran menanti.
"Masukkan sekarang!"serunya. "Masukkan sekarang juga! Aku tak tahan lagi! Oh,
cepat! Cepat!"
Kuturunkan pantatku dan mengamati kemaluanku yang tegak ke atas. Kugerakkan
perlahan-lahan ke atas. Di depan pintu kemaluannya aku menggerakkan sejenak,
membuat ia semakin menggeliat minta disetubuhi. Mendadak aku menerobos ke atas
dengan gerakan cepat dan keras.
"Aaa..!" jeritnya. "Aaacchh..!"
Kepalanya mendongak ke atas, meneriakkan kenikmatan yang tak terkira. Untung
rumah sudah tertutup rapat sehingga tak ada yang tahu apa yang terjadi. Ia
mengerang-ngerang dengan tubuh yang menggeletar hebat menahankan rasa nikmat
yang tak terhingga. Aku terus menggenjot dengan cepat dan keras. Ia semakin
tidak berdaya seperti kapas kering yang terapung. Akhirnya, dengan satu
hentakan keras spermaku memancar dengan deras ke dalam lubang kemaluannya.
Tangan dan lututnya melemas sehingga ia terjatuh ke bawah. Tubuhku pun melemas
dan terjatuh menindihnya. Kemaluanku yang masih memancarkan sperma tercabut
dari lubang kemaluannya sehingga pantatnya basah tersiram spermaku. Aku jatuh
menindihnya, tanpa peduli dunia sekitar.
Lima belas menit kami terbaring saling menindih tanpa kata-kata. Yang ada
hanya geletar tubuh menahankan sisa-sisa kenikmatan. Ia bergerak sejenak dan
berputar menghadapku. Lelehan spermaku membasahi perutnya. Ia tersenyum
menatapku dengan mata berbinar menandakan kepuasan seksual. Dibelainya wajahku
dan dikecupnya bibirku. Dadanya terasa hangat dan empuk di dadaku.
"Terima kasih!" bisiknya. "Aku belum pernah sepuas ini."
Makan siang itu terasa lebih nikmat karena diselingi dengan gesekan-gesekan
tubuh. Ketika rangsangan itu tak tertahankan lagi, aku pun menyetubuhinya
langsung di meja makan itu. Sekali lagi ia menjerit-jerit nikmat karena
sensasi sex. Mendengar erangan dan melihat geliat tubuhnya itu, nafsuku justru
semakin menggila. Aku menyetubuhinya dari segala posisi. Dari depan, dari
belakang, dari atas atau dari bawah. Semuanya itu pengalaman baru baginya.
Sore itu Ibu Sherly pulang dan mendapati kami masih asyik bergulat di ruang
tengah. Kami sama sekali tidak memperhatikan kalau Ibu Sherly melihat
segalanya dari balik kaca pintu. Ketika Mei menjerit-jerit karena orgasme yang
kesekian kalinya, Ibu Sherly masuk dan bertepuk tangan. Ibu Mei memerah
wajahnya tertangkap sedang bersetubuh.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar