Rabu, 30 Januari 2013

Mencicipi Ida Zulaikha

Namanya Ida Zulaikha, wanita muda berwajah teramat cantik dan alim berjilbab. Baju panjang muslimah, senantiasa menutupi sekujur tubuhnya yg putih mulus. Ya … walau hanya wajah dan telapak tangannya saja yang terlihat, saya tahu kulit tubuhnya tentulah seputih dan semulus wajahnya. wanita muda idaman setiap pria, itulah sosok Ida Zulaikha. alim berjilbab lebar anggun, cantik, sopan, alim, sungguh menawan. Bibirnya yang bibir sexy, berdagu lancip dan….cantik deh pokoknya. Dia alumnus Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Fakultas Hukum. Beruntunglah Budiman, wakilku di perusahaan milikku, yang berhasil memperistrinya. Seringkali aku menatapi wajahnya yang lembut dan anggun setiap kali aku ke rumahnya kalau ada urusan dengan Budiman. Wah …. betapa enaknya ini tubuh wanita muda alim berjilbab. Sudah cantik, anggun, lembut, sopan, rapi, alim … pokoknya segudang pujian dan sanjungan pantas kuberikan padanya. Namun karena sifatnya yang alim dan sangat menghragaiku sebagai atasan suaminya, membuatku tak berani menggodanya, ya … mengingat dia sangat alim, juga posisinya sebagai istri dari pegawaiku sendiri. Sering setiap aku bertandang ke rumahnya, Ida Zulaikha ikut duduk menemani suaminya ngobrol denganku. Nah … seringpula mata nakalku mencoba menatapi dan mencuri-curi pandang ke istri Budiman ini. Betapa cantik dan anggunnya wanita muda ini, wah wah wah …. bagaimana ya nikmatnya kalo aku bisa menelanjangi tubuhnya yang selalu tertutup jilbab dan baju panjang ini … bahkan lebih jauh menidurinya?. Bulan Juli 2004 Pameran berskala internasional diselenggarakan di Jakarta, sudah menjadi kebiasaan perusahaanku ikut berpartisipasi.

Perencanaan harus matang, agar tak membuat malu. Dari persiapan mengurus stand, ijin, dan berbagai sarana harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Ya … akhirnya Budiman selaku wakilku, kutugaskan untuk mengurus semuanya itu. Senin pagi berangkatlah Budiman bersama 5 orang pegawai kami ke Jakarta.
Tepat jam 08.00 WIB, kereta api senja utama meluncur meninggalkan stasiun Tugu Yogyakarta … dan nampak Ida Zulaikha mengantarkan kepergian suaminya. Rona muka kemerahan, ah … barangkali ia merasa sedih dan berat ditinggal suaminya. “Mbak Ida … udah, nggak usah sedih … sebentar juga pulang” ucapku menghibur. “Ah…,iya Pak.” ia tersenyum. Nggak papa kok Pak, mari Pak kita pulang”.
Mobil sedan susuki Baleno warna biru metalik yang kukemudikan, perlahan bergerak meninggalkan stasium tugu menuju komplek perumahan elit di Yogya utara, ya … aku hendak mengantarkan mbak Ida yang cantik ini pulang ke rumahnya. Deg-degan juga hatiku, baru sekarang aku duduk bersandingan berduaan di dalam mobil bersama wanita muda yang selama ini aku kagumi. Jilbab putih bersih terjuntai hingga hampir ke perut, dipadu baju muslimah panjang warna ungu kembang-kembang, sangat indah dan serasi dengan kecantikannya. “Mbak Ida mau langsung pulang?” tanyaku. “Ya Pak…”, jawabnya. Rasanya deg2an semakin kuat. Aku bingung bagaimana mengakrabkan diriku dengan mbak Ida ku ini. “Wah … mbak Ida asli Indonesia nggak sih?” tanyaku sambil mencari-cari akal bagaimana mencairkan suasana. ”Iya, Memangnya kenapa Pak” “Nggak, kok kayak orang Indo Arab?” “Kok…?” “Iya … hidung mancung, alis item, kulit kuning, dan…cantik lagi.” jawabku mencoba menggoda.. “Hehehehhe..”, ia tertawa renyah sekali. Hatiku bersorak gembira, rupanya suasana makin akrab dan ia sudah tidak kaku lagi. “Masak sih Pak?” Iya, beruntung ya dik Budiman dapet istri kayak mbak Ida. Cantik, alim berjilbab, alim, sopan, wah wah … kalo aku punya istri kayak mbak, nggak bakal aku tinggalin deh satu detikpun.” “Hahahahhaha” ia kembali tertawa. Sesekali ia sampirkan jilbab putihnya ke pundak. Wow….cantik sekali segala gerak dan gayanya. “Iya lho mbak…bagi saya, cewek cantik alim berjilbab sangat menarik dan … sangat sempurna., apalagi cantik seperti mbak.” Emang pacar bapak siapa sih, alim berjilbab juga ya?” “Hehe…belum punya” ”cariin dong mbak Ida yang kayak mbak Ida.” Kulirik Ida, ia tersenyum sungguh cantik sekali. “Kenapa sih Bapak suka wanita muda alim berjilbab?” “Sebab wanita muda alim berjilbab, sangat menjaga jarak dengan lawan jenis, sangat menjaga, kealiman dan kesuciannya. Dan karenanya, kalau bercinta … tentu sangat hot, hehehhe….!” “Ah bapak bisa aja”. “Iya lho mbak, walau saya orangnya metal gini, saya sangat menyukai wanita muda alim berjilbab.” Penampilanku saat ini memang metal, kaos ketat, celana jeans, dan memakai ikat kepala warna biru.
Akhirnya sampailah di rumah nomor 158, sebuah rumah mewah warna krem bersih dan genting warna merah. “Masuk dulu Pak” tawar Ida. “Ya…makasih.” Jantungku semakin deg-degan. Dalam hati aku sudah tak tahan lagi menelanjangi dan menggauli wanita muda cantik alim berjilbab ini. Sambil melangkah masuk ke dalam rumah, kubetulkan ikat kepala yang melilit di kepalaku sambil mata nakalku tak lepas menatap pantat Ida yang kelihatan montok. Celana dalamnya kadang tercetak jelas di balik bongkahan pantatnya. Ouww….ingin sekali aku mencolek dan meremas pantat bahenol tersebut wanita muda alim berjilbab ini. Sampai di dalam rumah, ia persilahkan aku duduk, ”Pak….duduk dulu ya, mau bikin minum”. Tanganku cepat menarik tangannya. “Nggak usah Mbak” jawabku sambil menggenggam tangannya. Ia memandangku dengan tenang. Wow…..betapa lembut tatapan mata itu. Ia nampak tak menolak saat tangannya berada dalam genggamanku. “Mbak Ida … kamu cantik sekali.” kataku merayunya. Aku sungguh tak tahan dengan kecantikan mbak. Akhirnya kebaranikan diri, kupeluk tubuhnya yang masih mengenakan jilbab putih dan baju panjangnya itu. “Mbak Ida … kamu cantik sekali …” kuciumi wajahnya, pipinya….dan kupeluk kuat2 tubuhnya yang sangat menggiurkan itu. jilbab putih segara kuangkat di bagian dadanya. Wajahku menciumi buah dadanya yang masih tertutup baju jubah panjang. Ida menggeliat-geliat kegelian. “Pak….jangan…”, ia merintih. Aku tak peduli lagi. Semuanya sudah terlanjur basah. Kugenggam kain jilbab di belakangnya punggungnya … sambil tanganku yang satunya turun ke bawah … meraih pantatnya … meremasnya … dan mengusap-usapnya…dan meremas-remasnya. Mulutku terus menciumi buah dadanya, pipinya, bibirnya, lehernya, sambil tanganku terus bergerilya membelai, mengusap, meraba. dan merenmas-remas pantatnya. wanita muda alim berjilbab ini menggelinjang, tubuhnya menggeliat-geliat, rupanya ia telah mulai bernafsu. Tanganku kini mengelus-elus selangkangannya yang tertutup jubah panjang itu. Ida Zulaikha … wanita muda alim berjilbab ini akhirnya pasrah dan tak menolak perlakuanku. Kulepaskan semua pakaianku. Aku sudah tak tahan lagi ingin mengentot wanita muda alim berjilbab ini. Aku ingin mengentotnya…sambil kubiarkan ia tetap memakai jilbab dan baju muslimahnya. Wow….Ida…..aku ingin merasakan vagina wanita muda alim berjilbab … “Ida … aku suka kecantikanmu.” “Aku telah lama mendambakan yang seperti ini.” Kuangkat tubuhnya ke atas meja, hingga posisinya kini Ida Zulaikha duduk di atas meja. Dengan begitu kemaluannya tepat sejajar dengan kontolku yang telah mengacung tegak ini.
Dengan bersandar dan duduk di atas meja,aku semakin mudah memandangi kecantikan wajahnya. Mata wanita muda cantik alim berjilbab ini meredup, menahan gejolak birahi. Namun sesekali bibirnya tersenyum, menandakan iapun menikmati permainan sex dari lelaki brutal sepertiku. jilbab putih semakin membuatku bernafsu, sungguh suatu pemandangan yang erotis sekali. Seorang wanita muda cantik, alim berjilbab, kini duduk mengangkang di atas meja, berhadapan dengan tubuhku yang telah bugil dan polos..
Akhirnya … kusibakkan ke atas jubah panjang muslimahnya … kutarik ke bawah celana dalamnya yang berwarna hitam, kupeluk erat tubuhnya, … dan segera kuarahkan kontolku ke dalam kemaluannya. Dengan gerakan yang lembut daan pelan, kuarahkan kontol ku yang telah tegang ini ke dalam vagina Ida Zulaikha. Sementara tanganku terus memompa buah dadanya yang masih terlindungi jilbab dan baju panjangnya … bibirku tiada henti mengecup bibirnya … menyedotnya dengan mesra. Dan saat itu kini datang, vagina Ida Zulaikha telah basah oleh lendir birahi yang melanda. Kini kudorong kontolku masuk ke vaginanya … bles … kepala kontolku menyeruak ke dalam liang kewanita mudaan wanita muda alim berjilbab ini. Kutarik dan kudorong lagi kontolku secara berulang-ulang, dengan pelan-pelan, hingga akhirnya aku mempercepat gerakanku.
Ida Zulaikha., istri temanku yang alim berjilbab itu kini tak mampu lagi berkata-kata. Hanya desahan dan geliatan tubuh saja yang dapat dilakukan, karena gejokak nafsu birahi telah membakar jiwanya. Bagiku, gerakan tubuhnya yang menggeliat-geliat dan expresi wajahnya yang cantik dalam balutan jilbab putih … membuatku semakin merasakan sensasi yang luar biasa nikmatnya. Terus terang aku telah biasa bermain perempuan.Tak terhitung lagi perempuan yang pernah kutiduri. Dari gadis2 toko, teman2 kuliah, sampai gadis2 nakal di komplek2 pelacuran. Namun mengentotin seorang wanita muda yang cantik dan alim berjilbab, baru sekarang ini aku lakukan. Betul2 nikmat … erotis … sensasional. Apalagi wanita muda alim berjilbab secantik Ida Zulaikha, benar2 membuatku ingin memuncratkan sperma sebanyak mungkin kedalam vaginanya.
Sekitar 15 menit aku menyetubuhi Ida Zulaikha dalam posisi di atas meja seperti ini. Keringat birahi telah membasahi tubuhku dan juga tubuh Ida Zulaikha. Jilbab putih yang dikenakannya nampak kusut dan awut-awutan, namun aku tetap konsisten membiarkan jilbab putihnya itu tetap membalut wajah dan kepala Ida Zulaikha. Sementara baju panjang warna ungu yang dikenakan Ida Zulaikha juga nampak kian amburadul. Gerakan maju mundur kontolku yang panjang menimbulkan bunyi yang sensasional.
Ida Zulaikha nampak sangat bernafsu menikmatu gerakan-gerakan ini. Ya….nikmat sekali rasanya … Bunyi yang ditimbulkan oleh gerakan kontolku yang mengobrak-abrik seisi liang kewanita mudaannya yang dipadu dengan denyut-denyut nikmat otot di vaginanya menimbulkan gejolak dan nafsu yang membakar jiwa. Dan aku memang sengaja ingin menunjukkan segala daya dan kekuatan sexku. Aku ingin Ida Zulaikha mengakui kejantananku, kebrutalanku … ya … aku tak mau kalah dibanding suaminya dalam memuaskan wanita muda. Aku ingin membuat kesan yang sangat mendalam pada diri wanita muda alim berjilbab ini. Setidaknya aku ingin membuatnya ketagihan bercinta denganku.
Bukankah akan menyenangkan jika ternyata wanita muda alim berjilbab ini ketagihan dan merengek-rengek minta bermain seks denganku? Di tengah-tengah kami berdua menikmati percintaan yang heboh ini, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi. Thing..thong..!!! “Assalamu’alaikum……”. Suara seorang wanita muda mengucapkan salam mengagetkan sekaligus menghentikan gerakan erotis kami berdua. Ida Zulaikha nampak agak gugup, karena ada seorang tamu datang. Ya…wajar, ia nampak kuatir kalau skandal ini terungkap dan diketahui tetangga. “SSSSttt…..tenang nggak usah gugup, siapa sih itu?”, tanyaku mencoba menenangkan. “Itu Bu Siti Maesaroh tetangga sebelah”, jawab Ida Zulaikha. “Sekarang betulkan dulu jilbab dan pakaianmu, kamu boleh keluar dan temui tamu kamu itu, bersikaplah seolah tak ada apa2. Tenangkan hatimu sayang….”, pintaku.
Ida Zulaikha membetulkan jilbab dan baju muslimahnya lalu melangkah keluar membuka pintu. Aku mengintip dari dalam, wow rupanya wanita muda yang bernama Siti Maesaroh ini seorang wanita muda cantik yang juga mengenakan jilbab. Baju panjang merah hati dipadu jilbab warna merah pula. “Eh … Bu Maesaroh, silahkan masuk Bu’. ”’Makasih Bu Ida Zulaikha, saya Cuma mau ngasih undangan Pengajian nanti malam kok. Dan…kebetulan nanti malam Bu Ida Zulaikha yang mendapat jatah mengisi ceramah pengajian. Aku lihat wanita muda cantik yang juga alim berjilbab itu menyodorkan secarik kertas kepada Ida Zulaikha, yang rupanya undangan untuk menghadiri pengajian yang biasa diselenggarakan rutin di komplek perumahan tempat Ida Zulaikha tinggal. Namun itu tak terlalu menarik bagiku, tubuhku yang masih telanjang bulat dengan kontol mengacung tegak lebih tertarik memelototi Maesaroh yang tak kalah cantik dengan Ida Zulaikha. Wow … tangan kananku mengocok kontol sambil memandangi wanita muda cantik alim berjilbab yang bernama Siti Maesaroh itu.
Aku menghayalkan bagaimana indahnya sendainya Maesaroh turut serta dalam percintaanku dengan Ida Zulaikha ini. Ya … dua wanita muda cantik alim berjilbab kuembat sekaligus … tentu nikmat sekali. Namun akhirnya Bu Maesaroh itupun pulang, kini Ida Zulaikha kembali menutup pintu dan melangkah masuk ke dalam. Langsung aku memeluk tubuhnya. Kembali menciuminya, menggelutinya dan membawa tubuhnya ke dalam kamar. Namun tiba2 Ida Zulaikha memandangku. “Pak…..aku ingin di atas, bapak tiduran saja di karpet lantai.” bisik Ida Zulaikha. Belum juga sadar menangkap maksudnya ,ia telah mendorongku hingga terdoromg ke belakang hingga tertidur di lantai.
Wah … wah … wah … rupanya Ida Zulaikha benar2 buas Juga. Aku terlentang di lantai, segera Ida Zulaikha mengangkangiku dan kini ia berdiri mengangkang persis di atas tubuhku yang terlentang di lantai. Ida Zulaikha meraih kain bawah baju panjangnya, disingkapkan dan ditariknya ke atas sampai ke perutnya dan ia kini berjongkok mengarahkan kontol tegakku agar tepat menuju lobang vaginanya. Wow … benar2 nikmatnya seorang wanita muda cantik yang masih mengenakan jilbab dan baju panjang kini rela mempertontonkan keindahan pahanya, tubuhnya, vaginanya, jembutnya, bahkan ikhlas membiarkan kontol lelaki lain selain suaminya menerobos dan mendobrak dan mengobrak-abrik liang kemaluannya. Aku menunggu saat2 indah vaginanya menyentuh kontolku, aku menunggu dengan jantung berdebar-debar sambil mata nakalku terus memandangi wajah cantik Ida Zulaikha, wanita muda alim berjilbab ini. Akhirnya … kontolku yang tegang menelusupi lobang vagina wanita muda alim berjilbab ini. Nampak Ida Zulaikha menggigit bibir bawahnya dengan desahan dan rintihan. Ida Zulaikha tak mampu menyembunyikan perasaan nikmat tiada tara ini. Dengan gerakan2 yang semakin cepatdan cepat, Ida Zulaikha naik turun … naik turun … dengan sangat erotis sekali. Kepalanya oleng ke sana ke mari mengikuti geliatan tubuh dan mengimbangi gerakan maju mundur kontolku ke dalam vaginanya. jilbab putih itu kini sungguh sangat menawan bergetar-getar, berkibar-kibar, sungguh suatu pemandangan indah dan sensasional.
Wanita muda cantik alim berjilbab kini bergerak naik turun dengan bersemangat, mengeluar masukkan kontolku ke dalam vaginanya … wow …aku tak ingin semua ini cepat selesai. Ya … aku ingin menikmati pemandangan indah ini selama mungkin … di mana Ida Zulaikha adalah seorang wanita muda cantik alim berjilbab kini naik turun di atas tubuhku yang bugil, dan wanita muda alim berjilbab yang sangat cantik itu tengah memompa seluruh isi kemaluannya dengan kontolku yang besar ini.
Naik…..turun…dengan berulang-ulang. Begitulah gerakan kontinyu terus dilakukan wanita muda alim berjilbab ini. Hingga sampailah pada saatnya, kontolku terasa sangat tegang, sangat kuat, ya … tekanan dan denyutan di kontolku kurasakan sangat kuat … dan akhirnya cairan sperma itu muncrat dengan deras dan kuat … memancar dan membanjiri seluruh isi lobang vagina Ida Zulaikha.
Seiring dengan menyemburnya spermaku ke dalam vaginanya … Ida Zulaikha menjerit sangat kuat …. begitupun diriku …. “Aaaaahhhhhh …… ooouwww ……… Ahhhhhhhhhh.!!!!!!…Ida Zulaikha….Oouuhh….”’Pak…..Enaaaaaakkkk…!!!!! Oouuuhh…!!!”, teriakan histeris mengiringi semburan sperma dan cairan kenikmatan kami berdua.

Hunting Hijabers: Mayang

seperti yang banyak kita ketahui, internet sekarangs eperti lampu bagi laron2 yangs edang etrbang. Hampir semua orang di dunia ini tersambungkand engan internet. Tak terkecuali gadis2 berjilbab yang jadi sasaranku heheheheheh. Nhaaa mudahnya dengan internet, semua bisa kita tulis dan biasanya orang lebih jujur dengan dirinya. Jadi, kalo kita sedang menargetkan seorang gadis berjilbab, lebih mudah dan cepat mendapatkan kepercayaannya kalo kita lewat internet karena memang lebih mudah bicara dari hati ke hati. Tapi, biasanya kalo kita salah tebak dan salah ambil tindakan, juga mudah hilangnya.
Nhaaa ini kisahku dengan target baruku. Target baruku adalah seorang wanita muda berjilbab bernama Mayangsari Arumadewi, yang kupanggil mbak mayang karena memang usianya lebih tua dariku. Kukenal wanita manis berjilbab berkulit agak gelap namun cantik ini melalui jejaring sosial facebook. Dia berusia 28 tahun dan telah bersuami yang bekerja diluar kota sehingga seringkali hanya seminggu sekali pulang kerumah. Untungnya sang suami tidak tahu account facebook yang Mbak mayang pakai berhubungan denganku, sehingga aku dengan mudah bisa melancarkan rayuan2 mautku berkedok curhat2 palsu heheheheheh. Setelah beberapa waktu DKT, akhirnya mbak mayang mulai mau membuka rahasianya bahwa dia eorang wanita yang mempunyai libido tinggi dan ia selalu kesepian jika suaminya tidak ada dirumah. Wah, kebetulan ni heheheehheeh. Terus kukorek, akhirnya aku dapat no hpnya, juga alamat rumahnya. Ingin ku segera kerumah mbak mayang yang ternyata masih bersama orangtuanya, namun kupending beberapa saat lagi, karena kupakai untuk semakin memantapkan PDKTku melalui telepon.

Sejak saat itu aku selalu menemani mbak mayang melalui line telepon ketika Mbak Mayang kesepian. Bahkan aku akhirnya seringkali berhasil menggiring pembicaraan kami untuk menyerempet hal-hal yang agak “nakal”. Kalau sudah begitu, biasanya nada bicara Mbak Mayang berubah menjadi sedikit berbisik berat seperti orang bangun tidur sementara aku semakin yakin untuk segera meksekusinya eheheheh.
Tak terasa satu bulan sudah kami berhubungan melalui facebook dan dilanjutkan telepon tanpa pernah bertemu muka. Suatu malam, ketika aku sedang menelpon Mbak Mayang dan suara gadis berjilbab itu terdengar mulai berat dan mendesah yang kuyakini karen aterangsang karena pembicaraan “nakal” kami, aku segera mengambil kesempatan.
“mbak Mayang, boleh gak aku main kerumah?” tanya diriku langsung.
“emm… kapan..” tanya wanita berjilbab itu balik setelah berpikir sebentar.
“sekarang..” jawabku cepat, mumpung momen tepat eheheheh.
“gila kamu..” jawab mbak mayang pelan. Suaranya terdenagr semakin berat.
“ya nggak gila mbak.. gapapa yah.. aku kesana..ortu juga dah tidur kan..” kataku karena sudah tahu kalau ortunya sudah tidr pada jam itu.
“ehh.. tapi.. iya deh… tapi.. motornya dimatiin sebelum sampai rumah ya.. malu kalo dlihat orang..” kata wanita berjilbab itu lagi.
“ok bos..” jawabku sambil segera bergegas kerumahnya, mumpung dia mau eheheheh.
Sekita 30 menit kemudian, jam 21.15 malam aku sampai ke kampungnya, yang ternyata memang sudah sangat sepi. Nampak semua orang sudah masuk kerumah mereka masing2, dan diluar sudah tidak nampak tanda2 orang diluar. Aku segera mengendarai motorku ke arah rumah mbak mayang. Untung aku seorang petualangs ejati, sehingga arah2 yang wanita berjilbab itu berikan padaku, aku tahu betul. Sekitar 4 rumah sebelum sampai didepan rumahnya, kumatikan mesin motorku dan kutuntun kerumahnya. Ternyata sang wanita berjilbab yang kesepian itu sudah menunggu dengan diam didepan rumahnya.
“wawan ya?” sapa wanita berjilbab itu sambil mengulurkan tangan.
“Ya, mm.. Mbak Mayang ya.. salam kenal.. belum pernah ketemu yah.,” aku membalas dengan senyum. Kalo cuman nampak cool didepan cewek mah keciiiiiil eheheheh..
“Maaf ya, rumahnya jauh yah..” katanya kemudian.
“Nggak apa-apa kok Mbak, saya juga sekalian jalan2.”, jawabku santai.
Sosok tubuh Mbak Mayang lumayan tinggi saja, tingginya 165 cm, berat sekitar 50 kg, kulitnya agak gelap namun halus. Jilbab yang ia pakai membuatnya semakin cantik. Wajah wanita berjilbab itu ayu memancarkan kelembutan dan senyum yang tak pernah lepas dari bibir mungilnya yang tipis membuat aku ingin segera melumatnya. Saat itu mbak mayang memakai jilbab kecil hijau dengan bahan tipis, kaos ketat lengan panjang dan rok hitam, nampak cantik dan manis.
“Kita kesamping rumah yuk, motornya dituntun kesamping rumah aja..”, ajak mbak mayang sambil berjalan didepanku menunjukkan jalan.
Rumah mbak mayang yang terlihat besar terlihat khas, sama seperti rumah gaya desa dikampungnya, tidak memakai pagar besi yang tinggi dan rapat. Pekarangannya hanya dipagari dengan pagar tembok setinggi sekitar 1 meter tanpa pintu gerbang. Segera kutuntun motorku kesamping rumah mbak mayang, yang didepannya banyak tumbuh pepohonan buah2an dan semak sehingga tidak terlihat dari jalan kampung.
Aku diajak masuk ke teras samping rumahnya, yang agak masuk kedalam. Sepertinya tempat itu bukan teras yang biasa dipakai menerima tamu karena disitu hanya ada sebuah kursi bambu yang biasa dipakai tiduran, dan tidak ada perabot lain.
“duduk wan..” kata mbak mayang pelan. “disini aja ya… gak enak kalo didepan tar dilihat orang, dan dekat dengan kamar bapak ibu..” kata mbak mayang, lalu dia masuk sebentar, keluar lagi dengan dua gelas muniman jahe hangat.
“Jadi, ada apa, malam2 maksa main kesini?” tanya mbak mayang setelah duduk di sebelahku. Tempat duduk yang sempit membuat bada n kami berdekatan.
“ooh, aku kan cuman mau nemeni mbak…”
akhirnya kami bercakap-cakap dan terlarut dalam percakapan kami. Kemmapuanku dalam menguasai suasana juga nampaknya membuat mbak mayang rileks dan walaupun kami masih harus berbisik2 karena takut terdengar orang tuanya, mbak mayang sudah nampak lebih santai.
Pelan2 tubuhku kugeser lebih merapat ketubuh Mbak Mayang, lalu dengan santai tanpa gerak kejut, kusentuh tangannya dan kubelai. Mbak mayang tertegun, memandang tanganku, lalu memandang mataku. Dari kerutan di dahinya, wajah cantik mbak mayang berusaha menolak perbuatanku namun bibir tipisnya tidak mengucapkan sepatah katapun.
Pelan2 kuremas tangan kiri mbak mayang yang ada paling dekat denganku sambil terus menatap matanya. Wanita berjilbab itu memandangku terus, namun kudengar nafasnya mulai kembali berat. Terlihat wanita berjilbab yang sudah beberapa minggu tidak disentuh suaminya karena ada tugas keluar daerah itu mulai menikmati rangsangan lembutku.
Kemudian kurangkul perlahan pundak mbak mayang, lalu kutarik kepalanya yang terbungkus jilbab agar menyandar di bahuku dan kupegang tangan kanannya sambil terus memandangnya. Mbak mayang menggelengkan kepalanya sambil sedikit meronta, namun rontaan itu lenyap dengan segera karena aku mengusap jari-jariku ke pipinya, dan ke kepalanya yang terbalut jilbab. Tatapan Mbak Mayang kepadaku berubah dari tatapan marah, menjadi sayu. Mata kami saling menatap dalam jarak yang sangat dekat, kemudian kuberanikan tanganku mengangkat dagunya dan mencium bibirnya yang tipis. Mbak Mayang memejamkan mata diam saja, tidak menolak dan juga tidak membalas ciumanku, bibirnya masih terkatup rapat. Aku jadi semakin nekat, kukecup lagi bibirnya dengan sekali-kali mengulumnya.
Akhirnya Mbak Mayang bereaksi juga, bibirnya terkuak sedikit dan dia membalas ciumanku, lama sekali kami berciuman sampai kemudian Mbak Mayang menghentikannya sambil mendesahkan namaku.
“jangan wawan..mbak udah bersuami..” kata mbak mayang dan sedikit berontak, tapi tak mampu menahanku. Kutarik tangannya, lalu kuciumi jari2nya. tidak hanya kuciumi, aku juga mulai memasukkan jari halus wanita cantik berjilbab itu ke dalam mulutku dan mengulumnya dengan disertai jilatan-jilatan halus dan kugigit-gigit kecil.
“jangan waan.. ada yang liat..”, bisiknya.
“gak ada mbak.. tenang aja..”, bisikku sambil melepas tangannya dan berganti mengecup pipinya lalu kugigit2 telinganya dari luar jilbabnya. Mbak Mayang menggelinjang kegelian, membuatku semakin bergairah menciumi daerah sensitif wanita alim berjilbab itu. Akhirnya istri alim berjilbab yangs edang kesepian itu mulai takluk juga, kurangsang diters rumahnya digelapnya malam.
“Aaahh Wawan..” Mbak Mayang mendesah lagi.
“Kamu nakal..”
“Tapi suka kan..?” kataku sambil merengkuh wajahnya dan mendaratkan ciuman di bibirnya. Pelan2 Kali ini Mbak Mayang membalas ciumanku dengan bergairah sambil memainkan lidahnya di dalam mulutku, sehingga lidah kami saling berpagutan. Tangan Mbak Mayang mulai meremas dadaku. Aku pun tak mau kalah, kuusapkan tangan kiriku pada daerahdadanya dari luar kaos ketatnya, lalu tanganku menyusup ke dalam blusnya.
“Hmm..” terdengar Mbak Mayang menggumam dalam kuluman bibirku.
“Ouuhh.. uuhh..” desah wanita berjilbab itu sambil tangannya mencengkeram leherku ketika kuremas dadanya dan kuraba puting susunya dari balik BH.
“aduuh,, jangan dibuka, waan..” kata Mbak Mayang ketika aku menyingkap kaos dan BH-nya dan kurogoh dadanya yang kenyal. Tak sabar, kutarik tangan kanan Mbak Mayang agar selangkanganku. kuremas-remaskan tangannya ke batang kemaluanku yang sudah tegang dari luar celana. Mbak mayang semakin keras mengerang dan mendesah sementara bibir kami terus berciuman dan mengulum lidah. Kupilin puting susu Mbak Mayang dengan jari-jariku sambil meremas dadanya. Ingin sekali rasanya aku menciumi dada itu serta menghisap dan menjilati putingnya. Tangan Mbak Mayang pun kini tanpa kupaksa sudah dengan sendirinya mengusap dan meremas selangkanganku.
“Buka dong Waan..” desah Mbak Mayang sambil berusaha untuk membuka zipper celanaku. Akhirnya wanita berjilbab itu tidak tahan juga. Kulepaskan pelukanku untuk membantunya membuka kait ikat pinggangku, lalu dengan sigap Mbak Mayang memasukkan tangannya ke dalam celanaku dan melanjutkan meremas batang kemaluanku yang masih tertutup celana dalam. Sesekali tangannya merogoh lebih dalam untuk meremas biji-biji kemaluanku. Uuhh.. nikmatnya.
Mbak Mayang lalu menyandarkan kepalanya di dadaku, disingkapnya celana dalamku ke bawah sehingga batang kemaluanku kini terbebas dan mengacung seutuhnya seakan memperlihatkan kesiagaannya. Kurasakan kehangatan tangan Mbak Mayang ketika mencengkeram batang kemaluanku, meremasnya dan mengusap-usapkan ibu jarinya pada kepala batang kemaluanku, membuatku mendesis menahan rasa geli yang mengalirkan nikmat di sekujur tubuhku. Ternyata wanita alim berjilbab ini pandai juga melakukan hand job eheheheh.
Karena tak kuat menahan nafsuku, kurengkuh wajah Mbak Mayang dengan tangan kiriku dan kucium bibir wanita berjilbab itu yang merekah di hadapanku sementara tangan kananku memeluk bahunya. Kami berciuman lama sekali dengan saling memilin lidah di dalam mulut. Kurasakan tangan Mbak Mayang semakin intens meremas dan mengocok batang kemaluanku, sementara mulut wanita berjilbab itu sesekali menggumam dalam pagutanku ketika dirasakannya tanganku mengelus daerah sensitif dibuah dadanya yangs ekarang sudah terbuka tanpa penutup apapun karena kaos dan Bhnya sudah kusingkapkan.
Tangan kiriku meremas dadanya yang kenyal serta mempermainkan puting susunya dengan jari-jariku. Mbak Mayang merubah posisi duduknya dengan bersandar di dadaku dan memindahkan kendali atas batang kemaluanku ke tangan kirinya.
“Aaahh.. oouuhh..” Mbak Mayang medesah ketika aku kembali memilin kedua puting susunya yang telah mengeras dan kemudian kulihat tangan kanan wanita berjilbab itu bergerak ke bawah menggosok-gosok selangkangannya dan tangan kirinya semakin keras mencengkeram batang kemaluanku sambil mengusap kepala kejantananku dengan ibu jarinya. Kurasakan aliran darah di selangkanganku bertambah cepat dan deras, menimbulkan sensasi kenikmatan yang tak terbayangkan.
“Mbak pengen, Wawaan..” desah wanita berjilbab itu sambil menarik satu tanganku ke mulutnya dan kemudian menjilati dan mengulum jariku dengan penuh nafsu.
“pengen banget ya mbak?” tanyaku. Mak mayang hanya mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya menahan nafsu. Wajah wanita berjilbab itu merah padam karena birahi. kurebahkan dengan perlahan-lahan tubuh indah di kursi bambu diteras samping rumahnya itu dan kukecup bibirnya, wanita manis berjilbab itu diam saja, dengan nafas yang masih berat menahan nafsu birahi. Targetku turun ke kedua bukit padat dengan putingnya yang mengeras tapi nikmat. Kusingkap jilbabnya dan terlihat jelas dadanya yang sekal. Desahan nikmat terdengar dari mulutnya ketika aku menghisap serta menggigit-gigit kecil kedua puting susunya.
“Ooohh.. Waan.. teruuss Wawaanhh..!” jerit wanita berjilbab itu perlahan dan tertahan-tahan, aku terus mengulum susunya dan putingnya dengan kegilaan yang memuncak.
Bibirku menyapu kedua susunya, terus turun ke arah perut, pusar, kujilat sekeliling pusarnya sambil tanganku meremas lembut kedua susunya yang montok serta putih itu. Tangannya Mbak Mayang menggenggam dengan kuat pada rambutku yang pendek serta tipis itu sambil menjepitkan kedua kakinya yang indah ke badanku.
Wanita berjilbab itu mendesahdan merintih tidak kuat akan rangsanganku. aku tetap berusaha menguasai diriku jangan sampai aku lepas kendali. Kulepaskan remasan tanganku pada kedua susunya yang montok itu, kusingkap rok panjang hitamnya sampai kepinggangnya dan kutarik lepas CD yang berwarna kuning pupus yang terlihat basah pada bagian bawah. Sekarang semua bagian sensitif mbak mayang sudah terbuka bebas menunggu untuk aku jamah, dengan jilbab yang masih terpakai. Perlahan-lahan aku turun menciumi pusarnya, lalu berpindah di atas vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam yang aslinya lebat. Rupanya mbak mayang amat rajin mengguntinginya sehingga terasa halus dan rapih terlihat. Kujilati dengan lembut, terus turun menyentuh belahan vagina indah itu, kunikmati bibir indah itu perlahan-lahan dengan tangan kiriku membuka kedua belah bibir vagina itu.
Tiba-tiba, dengan disertai jeritan kecil, Mbak Mayang menekan kepalaku ke arah vaginanya sambil mendesah, “Wawan.. oohh.. ngg.. nikmaatt.. Waanhh..!”
Aku mulai merasakan denyutan yang tidak teratur di balik CD-ku, dengan tangan kananku kuturunkan celanaku dan CD-ku sampai lutut sehingga penisku bebas bergantung dan aku yakin dengan ketegangannya mulai mencapai titik atas. Sementara mulutku, lidahku terbenam di antara bibir vagina Mbak Mayang yang terasa basah dengan keluarnya cairan bening dengan aroma yang khas, agak asin, kental dan kunikmati, kuhisap serta kutelan tanpa pikir panjang. Kukecup klitorisnya yang mungil. Dia menjerit kecil. Mbak Mayang menggoyangkan pantatnya naik turun disertai erangan dan desahan nikmat kadang jeritan-jeritan kecil. Sementara kepalaku tetap dengan tangan kanan wanita berjilbab itu ditekannya di atas vaginanya yang kunikmati habis-habisan sementara tangan kiri wanita berjilbab itu meremas dan memuntir susu dan putingnya sendiri disertai desahan-desahan nikmat yang keluar dari mulutnya.
Dia mengerang panjang, “Ooohh Wawan.. aku keluaarr.. mmff..” sambil menjepitkan kedua pahanya yang mulus di kepalaku sampai aku sulit bernafas.

Akhirnya terasa jepitan itu berangsur-angsur melemah dan Mbak Mayang tergeletak sambil membukakan kedua pahanya dan aku bisa menghirup udara segar sejenak.
Ini saatnya, pikirku. Segera aku bangun, naik ke kursi panjang bambu dan merayap di atas tubuh indah yang masih mengenakan jilbab itu, penisku yang bergelantung di pangkal pahaku terasa bertambah tegang serta berdenyut-denyut, kugesek-gesekkan dengan bulu-bulu vaginanya Mbak Mayang.
“mbaak.. aku juga sudah nggak tahan.. sekarang yaa..?” jawabku sambil memegang penisku yang kuarahkan ke vagina wanita berjilbab itu yang merekah karena pahanya sudah terbuka lebar-lebar.
“Pelan-pelan Wawan.. penismu besaarr, oohh..” rintih wanita alim berjilbab yang cantik itu lirih.
Kutempelkan kepala penisku ke bibir indah itu dan perlahan-lahan kutekan masuk sedikit demi sedikit, bukan main sempitnya seperti vagina perawan, mbak mayang mengeluh pendek.
“pelan pelaan.. mmff..Terus Wawan.. emmff.. teruus Wawan.. enaakk, oohh..” desah kenikmatan terdengar lembut di kupingku.
“Bleess..!” akhirnya masuk semua 16 cm batang penisku ke dalam vagina Mbak Mayang yang memang sempit dan terasa agak dalam.
Aku merasakan ujung penisku tertahan sesuatu dan berdenyut-denyut karena mbak mayang sepertinya merasakan nikmatnya sambil mempermainkan otot vaginanya. oohh nikmat sekali rasanya, dan aku mulai menggerakkan turun naik pantatku, Mbak Mayang refleks menggoyangkan pinggul seirama dengan gerakan pantatku.
“Aaahh.. Sayaangg.. enak sekali goyanganmu, teruuss.. oohh..” aku sendiri merintih penuh nikmat.
Ada kira-kira 5 menit kami saling bergoyang dan berpagut. Kukecup bibir wanita berjilbab itu yang tipis dan berwarna merah muda basah itu dan mbak mayang membalas dengan gigitannya yang menambah gairahku. Kukecup kedua puting susunya bergantian dan rintihannya tiada henti-hentinya terdengar dan kurasakan aku tidak tahan lagi.
“Ooohh.. sayaangg.. aku nggak tahan lagi..” rintihku dekat telinganya yang harum.
Tiba-tiba Mbak Mayang menjepit pinggangku dengan kedua belah pahanya dengan kuat disertai jeritan kecil yang tertahan.
“Wawan.. oohh.. akuu.. mmff..!” penisku terasa berdenyut-denyut dan tersedot dengan hebat, terasa hangat, geli-geli basah.
Dia telah mencapai orgasme, aku pun tanpa sadar memeluk wanita berjilbab itu dengan erat sambil mengecup bibirnya, kami berpagut entah berapa lama seolah-olah tidak akan saling melepaskan. Kutekan pantatku sedalam-dalamnya sehingga penisku tenggelam habis ke dalam vagina seret wanita berjilbab itu, tenggelam habis.
Dan, “Sroott.. sroott.. sroott..” entah berapa banyak air maniku yang kusemprotkan di dalam vagina Mbak Mayang. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Kami berdua mencapai klimaks orgasme pada saat yang sama, Aku masih tertelungkup lelah di atas tubuh indah yang cantik itu. Peluh sudah membanjiri tubuh kami berdua, bahkan jilbab yang mbak mayang masih kenakanpun basah karena keringat. Kami berdua terdiam beberapa saat, berbaring kelelahan di kursi panjang bambu di teras samping rumah mbak mayang yang sunyi. Setelah beberapa saat mengumpulkan tenaga, kami segera membenahi baju kami kembali. Mbak mayang memakai kembali celana dalamnya yang jelas akan basah oleh spermaku yang tadi kusemprotkan ke vaginanya. Untuk beberapa saat, kami terduduk membisu berdampingan, masih terengah2 mengumulkan tenaga. Kulirik mbak mayang, yang nampak kelelahan namun masih cantik memakai jilbabnya. Dia nampak bingung harus marah karena aku telah menzinahinya, atau tersenyum karena aku telah memberinya kenikmatan. Aku tahu wanita berjilbab yang sudah bersuami itu telah aku taklukkan.

Selasa, 29 Januari 2013

Namaku Dina Fitrianah

perkenalkan namaku Dina Fitriana (dina ), 26 tahun, masih single, aku bekerja sebagai seorang guru SD di Jakarta. Hobiku adalah masturbasi sambil menghayalkan pria pujaanku, fantasi-fantasi liar sering kali tidak dapat kubendung, apalagi semenjak aku jomblo hampir setahun ini. Satu hobi yang mungkin sangat aneh buat wanita berjilbab seperti aku. Tapi itulah aku yang sebenarnya. Tetapi untuk menjaga imej baikku sebagai guru yang sopan dan berjilbab tentu saja aku menyembunyikan hobiku ini sehingga tidak seorangpun tahu.
Dan beginilah, belakangan ini jika sedang horny aku tidak kenal tempat untuk memuaskan gejolak birahiku. Balik ke cerita tadi…
Sangkin nikmatnya masturbasi di toilet sekolah, aku sampai tidak menyadari kalau pintu toilet meski kututup tapi tidak kukunci. Aku semakin tidak peduli, yang kutahu aku harus memuaskan birahiku yang sedang terbakar, kucoba menahan desahanku, meski terkadang terlepas juga desisan desisan kecil dari bibir tipisku.
“sshh..emhhh”, desisan kecil sesekali kelaur dari bibir tipisku.
Aku membayangkan bercinta dengan pak Oki, guru olah raga baru disekolah tempatku bekerja, pak Oki sungguh tampan dan tubuhnya yang sangat kekar, tadi siang aku memperhatikannya yang sedang memberi petunjuk cara meregangkan otot kepada murid kelas 6 SD. ototnya begitu keakar, belum lagi ada tonjolan yang menggelembung di antara pahanya. Terus terbayang-bayang, aku jadi ga kaut lagi menahan birahiku sampai akhirnya berujung di toilet sekolah ini ketika jam pelajaran berakhir dan sekolah sudah sepi. Aku membayangkan bercinta dengan pak Oki di toilet ini, dia memompa kontolnya yang besar di vaginaku dari arah belakang, tubuhnya mendorong tubuhku sehingga aku terpaksa menahan tubuhku di tembok toilet dan sedikit menungging.


Aku mempraktekkannya seolah-olah semuanya nyata, satu tanganku bertopang di dinding dan yang lain membelai klitorisku dari depan.
‘uuuh pak oki’, desisku pelan. aku terus mengejar kenikmatan, keringatku mulai keluar dari atas keningku. Tidak lama aku merasa hampir tiba di ujung kenikmatan itu, namun tiba-tiba,
‘braaak’, pintu toilet tiba tiba terbuka.
‘bu dina’, kata orang yang berdiri di depan pintu toilet dengan mata yang tidak berkedip sedikitpun melihatku. Aku tersentak kaget,
‘pak parman ehhhh…’, kataku kaget ketika melihat pak parman, cleaning service sekolah yang umurnya sekitar 40 tahun. Sanking kagetnya dan tidak tau berbuat apa aku jongkok merapatkan kakiku, namun tanganku masih berada diantara selangkanganku, aku begitu kaget sampai lupa menarik tanganku.
‘pak parmaan keluar’, kataku dengan suara pelan. Wajahku pucat sanking takut dan malunya. Kurang ajar benar dia, bukannya keluar tapi malah cepat-cepat masuk dan menutup pintu kamar toilet dan menguncinya.
‘ngapain pak… keluar,’ perintahku dengan tetap berjongkok sambil merapikan rok ku ke bawah yang tadinya tersingkap sampai ke pinggul.
‘Bu dina’, kata parman sambil mendekatiku dan mendekap tubuhku. Aku bertambah kaget, tapi aku tidak berani berteriak, aku takut ada orang yang mengetahui kalau aku masturbasi di toilet sekolah.
‘jangaan pak’, kataku berusaha melepaskan dekapannya, kugeser tubuhku untuk melepaskan diri dari dekapannya, namun dia tetap mendekapku sampai aku menabrak dinding.
‘jangan paak’, kataku takut, dia tidak mendengarkanku, bahkan dia mendekatkan wajahnya dan menciumi leherku setelah menyampirkan jilbabku ke pundak dan menggesernya.,’jangaaan’, kataku lagi.
Melihat parman yang begitu beringas dengan nafas mendengus-dengus menciumi leherku dan tangannya mulai meraba raba buah dadaku. Aku menyadari kalau aku terjebak, aku berusaha melawan, dengan sekuat tenaga aku dorong tubuhnya, berhasil, dia terjatuh di lantai toilet.
Aku langsung mengambil kesempatan, berdiri ke arah pintu, namun ketika aku mencoba membuka grendel pintu toilet. Tanganku tertahan oleh tangan parman yang kekar,
‘Lepaskan’, kataku, namun parman yang sudah kesetanan itu tidak mendengarkanku, dia malah memutar tangan kananku ke belakang tubuhku dengan paksa, tangannya yang lain menahan tangan kiriku didinding. Aku terjebak, tenaganya kuat sekali, tubuhku seperti terkunci dan tidak bisa bergerak.
‘Pak parmman jangan…sakit..lepaskan’, kataku memohon dengan suara memelas.
‘Bu dina… biarkan aku entot tempik ibu…’, katanya pelan didekat telingaku, dengusan nafasnya sampai terasa menerpa telingaku.
“ahhh lepaskan’, aku memohon lagi begitu mengetahui tubuh kekarnya menekan tubuhku kedinding. Aku sangat takut, ketika merasa ada benda yang keras kenyal menabrak bokongku.
‘ahh konntolnya udah tegang, dia akan memperkosaku’, jerit batinku
Aku semakin memberontak berusaha melepaskan kuncian tangannya yang menahan kedua tanganku.
‘Sebaiknya bu dina jangan berisik, nanti ada orang yang dengar, biarlah saya dipukuli orang tetapi saya akan cerita ke semua orang kalau ibu dina yang terkenal alim dan santun ternyata punya kesukaan masturbasi di kamar mandi’, katanya mengancam, aku mengurangi perlawananku, ancamannya begitu mengena. Aku menghentikan perlawananku…berpikir sejenak.
Kesempatan itu tidak disia siakannya, tangan kananku diletakkan keatas merapat didinding bersatu dengan tangan kiriku, dengan tangan kirinya dia menahan kedua tanganku.
‘jangan paak, kumohhhon jangaan’, aku memelas kepadanya. Tapi sia-sia, tangan kanannya sudah bebas meraba-raba buah dadaku, dia memeras buah dadaku keras sekali. Ingin rasanya menangis tetapi aku takut malah ada yang dengar.
“Aaahh bu dina..toked bu dina gede banget emmhh’, kata-kata kotor yang memuji keindahan tubuhku keluar dari mulutnya.Kurang puas meraba buah dadaku yang masih ditutupi kemeja, dia menarik kemejaku keatas dan melepaskannya dari tubuhku. Tidak lupa rokku pun dipelorotkan dan dilepasknnya. Hanya jilbab saja yang dibiarkan tetap berada di kepalaku. Aku benar-benar merasa terhina. Telanjang bulat di hadapan laki-laki, tanya jilbab aja yang kupakai, itupun disampirkan ke belakang punggungku oleh pak parman, sehingga seluruh bagian tubuhku terbuka lebar. Tangannya yang kasar mulai terasa meraba raba perutku,
‘Ammpuun pak lepaskan’, kucoba lagi memohon ketika dia mulai memeras buah dadaku.
‘emmh bu dina, gede banget toket bu dona, nikmat sekali meremasa dada ibu, ibu sukakan kuremas-remas”, katanya lagi melecehkanku dengan berbisik dari belakang. Ketika aku diam saja, dia meremas dadaku dengan sangat keras hingga aku kesakitan, ahirnya karena tidak tahan kujawab aja sekenanya “terus pak, remas terus…enak sekali remasan bapak”. Dengusan nafasnya yang berderu menandakan dia sangat bernafsu. Dan aku bisa merasakan penisnya sudah sangat keras sekali menabrak nabrak pantatku.
Ini semua menandakan dia benar benar sudah sangat ingin menyetubuhiku.
‘Bu dina ijinkan saya ngentotin ibu’, bisiknya pelan. Aku kaget mendengarnya, tetapi tenagaku tidak cukup kuat melepaskan kuncian tangannya.
‘Pak..jangan jangan kasihani aku’, kataku memelas. Sepertinya apapun yang kukatakan tidak dapat membendung nafsunya, sejenak tidak kurasakan tangan kanannya meraba raba tubuhku.
Penasaran apa yang dilakukannya. aku menoleh ke belakang dan alangkah kagetnya..’oooh jangan pak’, aku panik ketika melihat ke belakang dia mengeluarkan kontolnya, meski tidak begitu jelas aku bisa melihat penisnya yang besar dan hitam legam sudah keluar dari sarangnya. Belum hilang rasa kagetku, Parman menekan tubuhku merapat kedinding, aku merasakan benda kenyal dan keras mengesek dan menabrak pantatku.
‘Aduuh pantat bu dina montok banget’, katanya meremas remas pantatku. Aku terkaget, aku baru teringat jika ketika masturbasi tadi aku melepas celana dalamku dan celana dalamku masih tergantung di pintu toilet.
‘Gawat nih’, pekikku dalam hati mengetahui bokongku tidak dibaluti kain sedikitpun. Pasti dia dengan mudah mencari sasaran tembaknya apa lagi vaginaku udah mengeluarkan cairan karena masturbasi tadi, aku menjadi panik kembali, aku takut membayangkannya. Kucoba lagi memberontak, tapi tetap sia sia.
Aku pasrah, rasanya tidak mungkin lepas, kurasakan ada benda kenyal sedang menggesek gesek belahan vaginaku yang licin seperti mencari cari sasaran. Akhirnya benda itu berhenti tepat di mulut lubang vaginaku setelah mendapatkan sasaran tembak, kontol pak parman sudah berada tepat di depan mulut vaginaku, aku sungguh tidak berdaya.
‘Pak parman ampun pak’, kataku memohon lagi menyadari dalam hitungan detik kontolnya akan segera masuk kedalam tubuhku.
‘Bu dina udah lama saya pengen giniin bu dina, bu dona seksi banget, dengan pakaian bu dina sehari-hari, jilbab putih kesukaan ibu,ibu tampak anggun dan menggemaskan. Ingin rasanya saya dapat ngentot bu dina, ternyata kesampaian juga ahirnya’, katanya, dan tiba tiba kurasakan kontolnya mulai masuk, aku panik mencoba melawan sengan sisa sisa harapanku, bukannya terlepas tapi malah karena gerakan tubuhku kontol itu malah semakin terbenam masuk ke dalam lubang vaginaku,
‘Aaaaah tidaaak’, pekikku dalam hati ketika kurasakan kontolnya terasa terbenam memenuhi vaginaku. Aku menarik nafas, ingin rasanya menangis.
Sungguh sial, vaginaku yang sudah basah ketika aku masturbasi tadi malah memudahkan batang itu masuk, tetapi kupikir itu lebih baik, jika tidak mungkin vaginaku bisa lecet karena ada benda yang memaksa masuk, tapi berkat cairan yang sebelumnya memang udah membanjiri vaginaku membuat kontol pak parman yang besar itu pun masuk perlahan menggesek dinding lubang vaginaku perlahan.
‘Eemmmh bu dina, vagina bu dina enak banget, ooohhh’, desahnya didekat telingaku ketika kontolnya dibenamkan sedalam dalam mungkin dan terasa menyentuh rahimku,
‘Ya ampuuun panjang banget kontol laki laki ini, ampuuun’, pekikku dalam hati. Aku berharap kontol itu udah mentok karena terasa sangat keras menabrak rahimku dan terasa sedikit perih karena jujur aja belum pernah ada benda sebesar itu masuk ke vaginaku. Ketika batangan itu amblas, aku terdiam, antara bingung, takut, takjub, nikmat dan kaget. Semuanya berkecamuk dikepalaku… aku benar benar terdiam, tidak bergerak.
Aku pasrah, tidak mengeluarkan sepatah katapun, tidak kusangka khyalanku bercinta di toilet sekolah, dan disetubuhi dari belakang kesampean juga, tetapi bedanya bukan dengan pak oki dan aku tidak menginginkan ini terjadi. Tapi kenyataannya, laki laki yang sedang mendesah desah dibelakangku, yang sedang membenamkan batangannya di lubang surgaku yang berharga adalah pegawai kebersihan alias cleaning service di sekolah kami.
Kenyataan yang harus kuterima, parman sedang menikmati vaginaku, menikmati memompa penisnya keluar masuk di lubang kemaluanku.
‘oooh bu dina…ohhh enaknya’, desah parman ga karuan berkali kali
‘emmmh’, aku mendesis kecil, meski aku tidak suka tapi tiba-tiba aku merasakan rasa nikmat meski tersamar oleh rasa takutku.Pak Parman terus mengocok kontolnya tanpa henti, begitu dalam melesak masuk di lubang vaginaku. Kedua tanganku masih ditahan oleh tangannya yang kekar di dinding toilet.
‘oooh ya ampppuuun kontolnya teraasa banget’, teriakku dalam hati. Ketika aku mulai tenang, aku menyadari kalau kontol pak parman memang besar dan keras sekali, gesekan dan tusukan kontolnya begitu mantap memenuhi lubang vaginaku. Terasa banget ada benda yang mengganjal selangkangku, mulai menebarkan rasa nikmat yang menjalar diseluruh tubuhku.
Diam diam aku mulai menikmati diperkosa pria ini,di satu sisi aku mengutuk diriku sendiri, betapa tidak seorang guru muda berjilbab yang terkenal cantik anggun dan berkarisma diperkosa cleaning service tapi malah menikmatinya, di sisi yang lain aku benar2 tak ingin perkosaan ini berhenti. tiap kali dia menggerakkan batang kontolnya, darahku berdesir, sungguh luar biasa nikmat yang kudapat. Ketika dia menancapkan penisnya kembali ke dalam liangku, aku mendesis pelan, kucoba tidak mengeluarkan suara, aku terlalu sombong untuk mengakui kalau batangan itu sungguh memberikan kenikmatan padaku, tetapi tetap saja desisan kecil keluar dari bibirku.
‘mmmh mmmmh’, desisku pelan.
‘enakkan bu?, katanya tiba tiba.
Ternyata dia mengetahui kalau aku mulai menikmati tusukan kontolnya. Aku terdiam malu, tidak berani berkomentar, kalau kubilang tidak atau memaki makinya, dia pasti tahu aku bohong karena vaginaku sudah mengeluarkan banyak cairan yang menandakan aku juga terangsang dan menikmati enjotan kontolnya. Aku menundukkan kepalaku dan mencoba menghindari ciuman bibirnya yang mengecup pipi kananku.
‘Tunggingin dikit bu dina’, katanya sambil menarik pantatku keatas.
‘Kurang ajaaar… berani beraninya dia malah menyuruhku menungging’, umpatku dalam hati.
‘emmh pantat bo dina memang montok banget, ga salah apa yang aku khayalin selama ini’, katanya sambil meremas remas bokongku gemas.
‘Gila, ternyata aku sudah lama jadi objek fantasi laki laki ini’, pikirku dalam hati.
Merasa posisiku sudah siap, sambil tangan kirinya menahan pinggulku, dia kembali menggerakkan kontolnya kembali.
‘emmh pak pelan’, kataku ketika kurasakan penetrasi kontolnya terasa lebih dalam dari sebelumnya,mungkin karena aku menunggingkan pantatku sehingga posisi vaginaku benar-benar bebas hambatan.
Pak Parman tidak memperlambat kocokannya, dia malah mempercepat, aku mulai mendesah-desah pelan masih menjaga sikapku,
‘emmh emmmh’, desisku pelan merasakan gesekan batangannya di lubang vaginaku.
Melihat tubuhku yang terdorong dorong kedepan, parman sepertinya sengaja melepaskan kedua tanganku sehingga aku dapat menahan tekanan tubuhnya, dengan kedua tanganku bertopang pada tembok.
‘emmmh gila seret banget’, erangnya. Kini kedua-tangannya meremas remas bokongku yang bulat padat sambil tidak berhenti mengocok kontolnya.
‘ooh bu oooh’, parman semakin keras mendesah, aku jadi takut kalau-kalau ada orang yang mendengar desahannya itu.
“pak parman..ja..jangan berisik pak..”, kataku memohon takut desahannya didengar orang.
‘I..i..iya bu emhh abis enak banget’, katanya pelan dengan nafas menderu.
Kocokan kontolnya terasa semakin cepat. Kurang puas meremas-remas bokongku, dia menguakkan belahan pantatku. dan kurasakan satu jarinya membelai anusku. Kontan aja aku menggeliat, pantatku bergoyang ke kanan ke kiri karena kegelian.
‘oooh pak parman..oooh’, aku bukan lagi mendesis tetapi desahan mulai keluar dari bibirku, rasa nikmat yang tercipta dari kocokan kontol pak parman ditambahi gesekan jarinya yang membelai anusku seperti racikan yang pas membuat aku lupa diri, dan membuatku tidak dapat membendung desahanku. Hebat sekali, rasanya aku mulai benar benar menikmati semua ini, tubuhku terasa sangat geli, kenikmatan rasanya menyebar diseluruh tubuhku.
‘oooh ahhh’, aku semankin menggila desahanku bertambah keras saja, parman bukan saja hanya membelai anusku dengan jarinya tetapi memasukkan satu jarinya ke anusku dan menusuk nusuk jarinya ke anusku, refleks pantatku semakin kutungingin, tiap kali dia menarik kontolnya dia membalasnya dengan menusukkan jarinya ke anusku. Jujur saja terlintas dibenakku untuk melakukan anal sex dengan pak parman, seperti yang dulu pernah kulakuan dengan pacarku.
Parman semakin mengerang tak karuan, tidak kuhiraukan lagi apa yang dikatakan parman, rasanya aku sudah mau orgasme.
‘saya mau keluar..ahh bu dina’, kudengar samar samar erangannya, namun tidak kupedulikan karena aku juga merasa sudah mau orgasme.
‘ooh emmmh oooh’ desahku lebih keras, kurapatkan tubuhku kedinding, parman mengikuti tubuhku dan menekan keras keras kontolnya kedalam vaginaku, bahkan dia menusuk jarinya sampai amblas didalam anusku
‘ahhhh setaaan kau parmaaaaan’, lirihku panjang, aku orgasme, aku tidak dapat menahannya, sungguh luar biasa aku bisa orgasme ketika diperkosa.
Kutelan air liurku menikmati sisa kenikmatan, masih kurasakan penis parman memenuhi liangku, tetapi tidak kurasakan lagi jari parman di anusku, kedua tangannya memegang pantatku dan memompa kontolnya dengan ganas.
‘oooh bu dina oooh’, tiba tiba parman mengerang keras dan menekan tubuhku keras, aku kaget menyadari dia mau orgasme, tapi terlambat, diringi erangannya, k*ntol parman sudah menyemburkan sperma hangat menyirahi rahimku. Berkali kali dia mengehentakkan penisnya dalam-dalam membuat tubuhku terdorong ke tembok.
‘ooooh emmmh’, entah kenapa aku ikut menikmati sensasi ketika parman orgasme di liangku, denyutan-denyutan kecil batang kontolnya terasa di sinding lubang vaginaku ketika cairan hangat spermanya berhamburan keluar menyirami lubangku.
‘Ahhh apa yang kulakukan? Pak parman orgasme di vaginaku’, pekikku dalam hati. Aku tersadar kembali, kurapatkan tubuhku kedinding dan menarik nafasku, aku teringat kalau aku memang sudah mau haid, aku hanya bisa berharap spermanya tidak membuahi telur dirahimku.
‘ahh bu dina emmh’, dia mencoba mencium pipiku tapi kudorong dengan mata melotot. Melihatku protes, dia segera merapikan pakaiannya tanpa membersihkan kontolnya yang masih dilumuri cairan vaginaku.
‘Cepat keluar pak’, kataku dengan suara lantang tapi dengan muka agak menunduk karena perasaan yang bercampur aduk. Inilah kesalahan berikutnya yang kubuat. Tak beberapa Pak parman keluar toilet sambil berkata “terima kasih bu dina, wanita berjilbab seperti ibu memang nikmat sekali dientot, tempik bu dina memang rapat sekali. Bapak yakin dengan modal foto yang ada di ponsel babak ini ibu dina akan selalu memanjakan kontol bapak”. Aku langsung terpekik dan berusaha mengejar pak parman, beberapa lama kami berkejaran, aku sampai lupa kalau masih telanjang bulat, hanya jilbab saja kain yang menempel di tubuhku. Aku baru berhenti mengejar ketika pak parman berlari menuju gerbang sekolah. Aku tidak mungkin menyusulnya dengan tubuh telanjang berhias jilbab. Di depan sekolahku jalan raya yang cukup ramai meskipun sore hari.
‘gila..’, umpatku dalam hati.”apa yang akan dilakukan pak parman selanjutnya?”. Aku gelisah tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Aku kembali ke toilet mengenakan celana dalam dan merapikan baju serta jilbab yang kukenakan. Aku mengendap endap keluar toilet dengan hati berdebar, takut ada orang yang mengetahui apa yang terjadi tadi. Suasana sekitar sekolah sepi, memang saat itu sudah hampir jam 4 sore. Dengan hati berdebar aku memasuki ruangan guru, kulihat kepala sekolah dan 2 orang guru belum pulang mereka lagi sibuk dengan urusan masing masing. Aku sedikit bernafas lega, sepertinya mereka tidak tahu apa yang baru saja terjadi. Mereka tentu tidak akan menyangka bahwa rekan kerja mereka, seorang guru berjilbab, alim dan anggun telah jadi korban perkosaan. Meski perasaan kotor masih ada dipikiranku. Dan sore itu aku pulang kerumah dengan perasaan yang tidak menentu antara malu, takjub dan takut.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi dihari-hari esok pada diriku.Pak Parman berhasil mem-foto aku di toilet dengan ponselnya. Meskipun aku tidak melihat foto yang ada di ponselnya itu, aku yakin kalau gambarnya adalah fotoku dalam keadaan telanjang bulat, hanya memakai jilbab yang tersampir ke belakang.Foto itu pasti dengan jelas menampakan tubuh telanjangku dari depan pada posisi jongkok dan pahaku yang terkangkang lebar. Menampakkan sisa sperma pak parman yang mengalir keluar…Aahh hidup..apakah selamanya aku, guru berjilbab yang terkenal alim harus menjadi budak seks pak parman, seorang cleaning service..?

Selingkuh Dengan Tanti Bini Orang

”Kapan suamimu pulang, Tan?” bisikku letih kepadanya, sejenak setelah hampir sekitar kurang lebih satu jam aku menggeluti dan menyetubuhinya sebanyak dua kali. Kami berbaring kelelahan di atas kasur kamarnya. Kuelus-elus mesra bukit payudaranya yang membusung indah dan sedikit basah berkeringat sehabis kusenggamai. Begitu bulat dan montok bukit payudara wanita cantik itu. Kucubit gemas berulang kali putingnya yang empuk dan kenyal.
”Nghh… Nanti sore, Mas. Emang kenapa?” ujarnya setengah merintih menikmati elusanku.
”Apa katanya nanti, Tan… kalau tahu kau tiba-tiba hamil?” tanyaku sedikit khawatir.
”Ahh, selalu itu saja yang kau tanyakan, Mas. Tentu saja dia akan senang.” Tanti mengelus penisku yang menempel di paha mulusnya.
”Tapi ini bukan darah dagingnya.” kubalas dengan menggelitik vaginanya dan memasukkan satu jariku ke belahannya yang masih sangat basah, hasil persetubuhan kami tadi.
”Ahss… dia tidak akan tahu…” Tanti kembali merintih. Genggamannya pada penisku semakin erat.
”Bisa-bisa aku dibunuhnya, Tan!” tanyaku masih tak puas.
Tanti membuka kedua matanya yang setengah terpejam lalu memandangku gemas. ”Mas, dia tidak akan curiga. Dipikirnya pasti ia yang menghamili aku. Dia tidak akan menyangka kalau ini adalah anakmu.”
”Kau gila, Tan.” kukecup bibirnya yang tipis dan sensual.
Tanti membalasnya dengan mengejar bibirku. ”Mas yang lebih gila. Berani-beraninya merayuku sampai hamil begini…” bisiknya lirih masih kelelahan.
“Kau yang memancingku lebih dulu,” kataku berkilah. ”Lagian, kenapa kamu mau juga dirayu?” ujarku tak mau kalah.

”Bodoh, ah…” sahutnya malas. “Aku kan cuma pengen punya anak.”
”Tapi bagiku, itu seperti menawari.” kuremas-remas lagi bukit payudaranya. Entahlah, aku begitu gemas melihat benda bulat itu.
”Ah, pikiran mas aja yang terlalu jorok.” Tanti terlihat letih. Bibirnya yang sedikit tebal tampak basah mengundang.
Kupandangi tubuh bugilnya yang putih dan montok. ”Aku cuma ingin menolongmu, Tan.” bisikku.
”Ya sudah kalau begitu, tidak usah dibahas lagi.” Tanti meremas dan mengocok alat vitalku yang mulai menegang lagi. Kedua buah dadanya tampak bergoyang-goyang indah saat ia melakukannya. Kedua putingnya yang keras berwarna coklat kemerahan menggelitik dadaku.
”Eghhh…” aku melenguh keenakan. ”Tan…” kukecup pipinya.
Tanti mendongak dan menyambar bibirku. Dengan cepat kami segera terlibat dalam pagutan mesra yang panas dan penuh gairah. Tanganku yang melingkar di perutnya, perlahan merambat menuju pinggulnya yang bundar dan padat. Pahanya yang seksi dan putih mulus tampak begitu merangsang. Saat kuelus, terasa sangat empuk dan licin sekali. Ohh, begitu menggairahkan. Apalagi ditambah tonjolan bukit kemaluannya yang tertutup jembut tipis, makin lengkaplah sudah kesempurnaannya. Tanti adalah perempuan cantik yang sangat merangsang birahi.
”Suamimu benar-benar bodoh, Tan. Tidak tahu bagaimana memanfaatkan tubuhmu.” bisikku gemas.
”Dia tahu kok, cuma kurang beruntung aja,” Tanti berkilah, membela suaminya. Selama itu, dia terus mengocok penisku hingga dalam sekejap saja, benda itu sudah kembali menggeliat.
”Dan itu jadi keberuntungan untukku, sehingga bisa mencicipi tubuhmu.” penisku kembali perkasa. Kepalanya perlahan membesar bak buah sawo manis.
”Aku juga beruntung, jadi bisa cepat hamil. Nggak usah nunggu lebih lama lagi.” Tanti menelusuri urat-urat di sekujur batang penisku yang mulai bertonjolan keluar, menandakan ereksi-ku yang telah sempurna.
”Kamu tidak menyesal punya anak dariku?” aku bertanya.
”Kalau menyesal, sudah sejak awal mas kutolak.” Tanti melirikku sekilas dan tersenyum.
”Apa pertimbanganmu hingga memilihku?” kupegangi tangannya, kuminta untuk mengocok penisku lagi.
”Rafael tampan. Kalau aku punya anak, kan minimal bisa tampan kayak dia,” sahut Tanti. Rafael adalah nama anakku yang baru berusia 1 tahun.
”Kalau ternyata nanti cewek gimana?” aku menggodanya.
”Ya pasti cantik lha, kayak ibunya.” Tanti tertawa.
Aku ikut tertawa, tidak membantah. Kuakui, Tanti memang cantik. Sangat-sangat cantik malah. Anak hasil hubungan kami pasti akan sangat sempurna nantinya.
“Tapi, mas… aku tidak pernah menyangka kita akan seperti ini.” bisiknya lemah.
Aku tersenyum dan kembali mengecup bibirnya. “Aku juga, Tan.” Awalnya memang kami akan berhenti begitu Tanti hamil, tapi ternyata… kami keterusan! Aku tidak sanggup meninggalkan tubuhnya yang begitu molek dan montok. Begitu juga dengan Tanti, sepertinya dia juga ketagihan dengan permainan seksku.
“Mau sampai kapan, mas?” dia bertanya.
”Entahlah, Tan. Sampai kandunganmu cukup besar…” itu antara 8 atau 9 bulan, masih lama.
”Setelah itu, Mas, setelah aku melahirkan?” akankah kita mengulanginya lagi? Tanti tidak melontarkan pertanyaan itu. Tapi aku sudah mengerti.
”Kita lihat nanti saja, Tan. Toh itu masih lama.” aku tidak berani berjanji apa-apa kepadanya. Bisa saja kan terjadi sesuatu selama beberapa bulan ke depan yang bisa mengganggu hubungan ini.
Tanti mengangguk dan memelukku. Kuanggap itu sebagai tanda selesainya diskusi. Jadi, menyeringai senang, dengan penuh gairah aku kembali menaiki dan menindih tubuhnya. Kupentangkan lebar-lebar kedua paha mulus wanita cantik itu dan kumasuki vaginanya. Tanti hanya bisa memekik kecil dan merintih panjang saat untuk kesekian puluh kalinya batang penisku kembali menembus dan mengoyak liang kemaluannya yang hangat sampai mentok.
” Auw! Ooh.. Mas.. kamu benar-benar pejantan tangguh…” bisiknya letih.
Aku tahu dia sudah tak sanggup lagi melayani nafsu seksku… Tapi sayang, aku tak peduli. Tubuh montoknya sukar untuk di sia-siakan. Salah sendiri, punya badan kok bagus kayak gitu. Aku jadi terangsang terus kalau berduaan dengannya. Tanti hanya bisa mengeluh dan merintih berulang kali ketika aku mulai mengayuh pinggulku turun naik menyetubuhinya lagi beberapa saat lamanya, sebelum akhirnya air maniku kembali menyembur keluar dengan hebatnya memenuhi liang vaginanya, menyebar benih-benih spermaku ke dalam rahimnya, meski aku tahu itu tidak berguna, karena dia sekarang sudah hamil anakku!
***
Semuanya berawal di pagi yang dingin 3 bulan yang lalu… aku sedang asyik main game di laptop, ketika HP-ku yang ada di atas kulkas bergetar. Kulihat di layar, nomernya tidak dikenal. Diterima apa nggak ya? Aku memang malas menerima telepon bukan dari nomor yang ada di ’kontak’ku. Tapi entahlah, pagi itu aku seperti mendapat dorongan untuk menerimanya.
”Halo?” kuangkat telepon itu.
”Halo, mas. Gimana kabarnya?” tanya suara merdu di seberang. Aku seperti familier dengan suara itu. Tapi siapa ya? Aku lupa.
”Ya, kabarku baik-baik saja.” Aku masih menebak-nebak dan terus mengingat-ingat siapa dia. Sementara di seberang, si empunya suara terus mengoceh.
“Mas sekarang dimana? Istri mas ada nggak?” tanya perempuan itu. Oh ya, hampir lupa, suara itu suara perempuan.
“Ehm, aku di kota S. Lagi di kontrakan ini, sendirian. Istriku ada di kota B, sejak melahirkan kemarin belum balik kemari.” entah kenapa aku menjawab terus terang kepadanya. Aku tahu perempuan itu bertanya tentang istriku karena takut istriku akan marah kalau sampai tahu aku menerima telepon dari wanita lain. Tapi kalau sedang sendirian di kontrakan begini, berarti aman, pembicaraan bisa dilanjutkan.
Karena tidak bisa menebak siapa dia, aku akhirnya bertanya. ”Eh, bentar ya, ini siapa sich?”
Perempuan itu merajuk, ”Masa lupa sih, Mas. Aku Tanti.”
Ah, ya… Tanti. Baru ingat aku sekarang. ”Oh, kamu toh, Tan. Nomormu ganti lagi?” aku bertanya. Memang kebiasaan dia sejak dulu, suka gonta-ganti nomor.
Tanti tertawa. Dan selanjutnya, kami pun segera terlibat dalam obrolan ringan dua sahabat yang sudah hampir dua tahun tidak ketemu. Tanti adalah mantan rekan kerjaku yang kini sudah keluar. Setelah menikah, dia ikut suaminya ke kota M. Sejak itu kita putus hubungan, hanya kadang-kadang saja ngobrol di FB kalau pas lagi online bareng. Padahal dulu kita akrab sekali.
Sedikit gambaran tentangnya, Tanti adalah perempuan yang ’tinggi besar’. Tinggi karena dia memang 170cm, aku saja harus mendongak kalau berbicara dengannya. Dan besar karena dada dan bokongnya memang sangat besar. Wajahnya juga cantik, dengan gaya bicara yang begitu manja dan menggemaskan. Kesannya jadi geregetan kalau ngobrol dengannya. Sehari-hari dia memakai jilbab. Aku tidak pernah tahu rambutnya bagaimana sampai saat aku tidur dengannya. Dan untuk masalah tidur ini, aku juga tidak pernah membayangkannya sama sekali. Boro-boro tidur, pacaran dengannya saja aku tak pernah, apalagi tidur. Tapi itulah takdir, semuanya bisa terjadi begitu cepat. Kita tidak pernah bisa menebaknya sama sekali.
Jujur, sejak pertama kenal dulu, aku sudah tertarik kepadanya. Tertarik dalam arti ’nafsu’, bukan tertarik untuk dijadikan pacar. Aku tahu diri, dengan keadaanku yang seperti ini – badanku pendek dan aku cuma pegawai biasa – Tanti tidak akan pernah tertarik kepadaku. Jadi aku mendekatinya hanya sekedar sebagai teman ngobrol dan curhat saja. Dan Tanti tampaknya juga menikmatinya. Dia jadi sering menceritakan masalahnya kepadaku, termasuk apabila ada masalah dengan pacar-pacarnya yang semuanya kaya dan tajir-tajir. Bahkan tidak jarang dia meneleponku tengah malam hanya untuk menangis apabila disakiti oleh salah satu pacarnya. Yah, itulah aku, cuma bisa menjadi pendengar setianya, dan sesekali memberikan saran kalau masalahnya cukup berat.
Tapi aku cukup menikmatinya, karena dengan begitu aku bisa akrab dengannya. Bahkan lebih akrab dari pacar-pacarnya, karena dengan mereka, Tanti sering bertengkar. Sedangkan denganku, dia selalu tertawa dan bergembira. Hubungan ini berjalan begitu lama, hampir satu tahun. Dan selama itu, Tanti tidak pernah tahu kalau aku menggunakan tubuhnya sebagai objek fantasiku. Hampir setiap hari aku onani sambil membayangkan tubuhnya. Cuma itu yang bisa kulakukan agar bisa ikut memiliki dirinya. Maafkan aku, Tan…
Sampai akhirnya aku menikah 2 tahun yang lalu. Tanti ikut merancang semuanya, bahkan dia memilihkan jas yang akan kupakai saat akad nikah nanti. Dia lebih perhatian daripada calon istriku! Dia juga terlihat gembira karena melihat aku sudah menemukan calon pendamping.
”Kamu kapan nyusul?” tanyaku saat kita makan bareng untuk yang terakhir kali.
”Nggak tahu, Mas. Mungkin tahun depan. Nunggu bisnis si Ferdi stabil dulu.” Ferdi adalah nama pacarnya yang sekarang, anak orang kaya.
Dan bulan-bulan berikutnya, setelah aku menikah, Tanti makin menjauh. Mungkin dia sadar kalau sudah tidak bisa memiliku seperti dulu lagi. Dan juga, dia sudah mulai disibukkan persiapan pernikahannya yang tinggal menghitung hari. Sedangkan aku, juga sibuk mempersiapkan kelahiran bayiku. Kami makin putus hubungan. Apalagi setelah dia menikah dan pindah ke kota M ikut suaminya, aku jadi tidak bisa menghubunginya lagi. Nomornya sering ganti, dan juga aku takut kalau sampai ketahuan suaminya. Bisa runyam nanti.
Kami hanya bertegur sapa di dunia maya, itu pun cuma beberapa bulan sekali, kalau pas lagi online bareng. Kalau nggak, ya aku lebih sibuk merawat istriku daripada memikirkan si Tanti. Kandungan istriku kini semakin besar.
Sesekali Tanti meneleponku, kalau aku lagi berada di kantor. Dia tidak mau menyakiti perasaan istriku. Dari situ aku tahu kalau ternyata dia masih belum hamil juga, padahal sudah enam bulan menikah. Aku sempat menertawakannya kala itu, karena kalah denganku.
”Aku aja yang pendek gini cespleng, sebulan langsung jadi. Suamimu kurang pinter tuh.” selorohku. Tapi ternyata dia memang sengaja KB dulu karena masih belum siap punya anak.
Di lain waktu, beberapa bulan berikutnya, saat anakku sudah lahir, dia telepon lagi. Kali ini mengabarkan kalau sudah hamil. Aku segera memberinya selamat. Tanti bertanya soal kehamilan awal dan saat-saat melahirkan. Kujawab sesuai yang kulihat pada istriku.
”Tiga bulan awal muntah-muntah dan badan lemas. Itu suamimu suruh berhenti dulu, jangan nyerbu terus. Bisa jatuh kandunganmu nanti,” kataku. Tanti mengiyakan sambil tertawa.
”Tiga bulan berikutnya, kandungan sudah kuat. Boleh main, tapi tetap harus pelan dan hati-hati.” jelasku. ”Rasanya enak banget saat itu. Aku dulu jadi nafsu terus sama istriku.” aku menambahkan.
”Enak bagaimana?” Tanti bertanya.
”Ya, pokoknya enak. Badan kamu nanti jadi tambah montok dan gemuk, susumu jadi tambah besar. Begitu juga paha dan bokong kamu. Laki-laki mana coba yang tahan lihat istri seperti itu?” aku tertawa.
Tanti juga tertawa. ”Ah, jorok nih ngomongnya.”
”Eh, ini kenyataan. Nanti tanyakan sama suamimu.”
”Iya deh, nanti. Terus, tiga bulan selanjutnya bagaimana?” tanya Tanti.
”Asal tidak ada masalah dalam kandunganmu, tetep boleh main. Bahkan ada beberapa dokter yang menganjurkan agar memperbanyak ML untuk melebarkan jalan lahir dan juga memberi pelumasan agar waktu lahir nggak begitu sakit. Tapi tetap harus pelan dan ekstra hati-hati.” jelasku.
”Emang melahirkan itu sakit ya?” dia bertanya.
”Kalau lihat istriku yang sampai pucet dan menangis sih, sepertinya sakit.” aku tertawa.
Tanti ikut tertawa. ”Ah, payah nih, nggak bisa diajak serius.” selanjutnya dia bertanya banyak hal tentang proses kelahiran dan cara merawat bayi. Aku berusaha menjawabnya semampuku.
Diakhir pembicaraan kukatakan kepadanya, ”Tapi tenang saja, lebih sakit sunat kok daripada melahirkan.”
”Lho, kok bisa?” Tanti bertanya tidak percaya.
”Buktinya, saking sakitnya… aku kapok nggak mau sunat lagi, cukup satu kali saja. Hahaha…” aku tertawa terbahak-bahak. ”Sedangkan melahirkan, bilangnya sakit… tapi mau aja tahun depan hamil lagi.” tambahku.
”Hahaha…” Tanti ikut ngakak. ”Coba aja sunat lagi, bisa habis burung Mas!”
Setelah saling mengucapkan salam, kami pun mengakhiri pembicaraan pagi hari itu. Tanti memang sering meneleponku di pagi hari, saat suaminya pergi kerja.
Beberapa bulan berikutnya, dia menelepon lagi. Kukira akan mengabarkan berita bahagia, ternyata malah kabar buruk. Dia keguguran!
”Berapa bulan?” aku bertanya.
”Dua bulan.” Tanti menjawab tanpa semangat. Nada ceria dalam suaranya menghilang. Aku jadi tidak tega untuk menggodanya.
”Kamu kecapekan mungkin.” kataku.
”Iya, kata dokter sih begitu.” sahutnya. ”Aku habis mengantar mertua ke bandara.”
Hmm, pantas saja. Dalam situasi seperti itu, aku cuma bisa memberinya semangat dan dorongan agar tetap sabar dan tidak putus asa untuk terus berusaha. Toh, umur mereka masih sangat muda. Tapi melihat proses kehamilannya yang dulu, yang harus menunggu 8 bulan, Tanti kelihatannya pesimistis.
”Jangan gitu dong, rejeki kan dari yang kuasa. Kita cuma bisa berusaha dan berdoa!” kataku.
Tanti mengiyakan, lalu mengucapkan terima kasih dan menutup telepon.
Empat bulan berikutnya, setelah makan siang, HP-ku berdering. Itu dari Tanti. ”Halo, Tan, apa kabar?” aku segera menyapanya.
”Halo, mas, nggak sibuk kan?” jawabnya ramah, rupanya dia sudah bisa melupakan kesedihannya.
”Nggak, ini habis makan. Ada apa?” aku bertanya.
”Nggak ada apa-apa. Cuma pengen say hello aja.” Tanti menjawab.
”Kangen ya sama aku?” aku menggodanya.
”Yee, siapa juga yang kangen!” dia tertawa.
”Gimana, sudah hamil lagi?” tanyaku penasaran.
Tanti mendesah. ”Belum nih, mas. Nggak jadi-jadi.”
”Sudah bener belum caranya?” tanyaku.
”Sudah.” Tanti menjawab, tidak ada nada malu sama sekali dalam suaranya. ”segala macam gaya sudah kita lakukan.”
Aku menelan ludah mendengarnya. Segala gaya? Membayangkannya saja sudah membuatku bergairah. Penisku perlahan menggeliat. ”Jangan banyak gaya, malah nggak jadi-jadi nanti. Yang biasa aja.” tambahku.
”Biasa bagaimana?” tanya Tanti.
Aduh, dia bertanya lagi. Masa nggak tahu sih? Apa harus kujelaskan? ”Ya biasa, kamu di bawah, suamimu di atas.”
”Itu mah sudah sering, Mas. Malah pake diganjal bantal segala biar punyaku naik, biar sperma mas Ferdi nggak ada yang tumpah.” haduh nih anak, ngomongnya kotor banget setelah menikah.
Karena dia yang mengajak, jadi aku pun meladeninya. ”Mungkin punya suamimu kurang panjang kali, jadi nggak nyampe.”
”Nyampe kok. Rasanya mentok kalau dia nusuk keras-keras.” haduh, makin jorok omongannya. Apa sih maunya?
“Kira-kira berapa besar penis suami kamu?” aku bertanya lagi.
“Berapa ya? Aku nggak tahu, mas!” jawabnya bingung. “Kayanya masih ada lebihnya deh pas aku genggam, kepalanya masih nongol!” sambungnya.
Aku mencoba membayangkan, membandingkan dengan punyaku. “Aku perkirakan penis suami kamu sekitar 10 sampai 14 cm, masih normal.” Kubayangkan kalau Tanti menggenggam penisku, ugh aku makin ngaceng!
”Ya emang normal, siapa juga yang bilang nggak!” Tanti memprotes.
Aku tertawa mendengarnya. “Bagaimana dengan kekerasannya?” tanyaku lagi.
“Keras sekali, mas, kayak batu!” sahut Tanti mantab.
Aku diam sejenak, mencoba berfikir tentang penghambatnya memiliki anak, sebab dari pembicaraan barusan sepertinya tidak ada masalah dalam kehidupan seksnya, tapi kenapa Tanti masih belum hamil juga?
“Kok diam, mas?” tanya Tanti, dikiranya aku tertidur.
“Aku lagi mikir penyebabnya, Tan.” sahutku. ”Ehm, sudah periksa belum, nggak ada masalah kan dengan kalian berdua?” aku bertanya. Kuelus penisku yang ada di balik celana, sudah terasa keras sekali.
”Hmm, iya sih. Sperma mas Ferdi katanya terlalu encer.” sahut Tanti.
“Suruh banyak-banyak makan tauge biar nggak encer. Tauge bagus tuh buar ngentelin sperma.” kataku. Sperma encer, mungkin itu penyebabnya.
”Oh, gitu ya?” Tanti tampaknya baru tahu.
“Atau kurang lama, mungkin?” aku memberi alternatif.
”Lama gimana?” Tanti bertanya tidak mengerti.
”Kira-kira berapa lama penis suami kamu bertahan dalam kewanitaan kamu?” tanyaku.
“Ehm, mungkin sekitar 5 menit.” jawabnya tak pasti.
5 menit? Masih lumayan. ”Sering nggak dia moncrot duluan sebelum kamu keluar?” tanyaku lagi.
”Sering sih nggak, hanya kadang-kadang saja.” jawab Tanti.
”Kadang-kadangnya itu berapa?” aku ingin kepastian.
”Ehm,” Tanti bergumam seperti mengingat-ingat. ”Dua diantara tiga deh.” jawabnya kemudian.
”Itu mah termasuk sering, Tan. Aku aja nggak pernah keluar duluan.” aku menyombong, biar saja dia pengen.
”Ah, benarkah? Aku nggak percaya!” Tanti meledek.
”Eh, dibilangin juga!” dasar nih anak, nantangin banget.
”Kan nggak ada buktinya.” Tanti berkilah.
”Mau bukti? Ayo kesini, kubuktikan! Akan kubikin kamu KO seharian!” selorohku, penisku makin terasa keras dan ngilu. Membayangkan menyetubuhinya saja sudah membuatku begini bergairah.
Tanti tertawa. ”Hahaha, kenapa bukan mas aja yang kesini? Nih rumahku lagi kosong, Mas Ferdi lagi kerja.” tantangnya.
Gila! Meski sangat ingin, aku tak mungkin bisa melakukan itu. Jarak kotaku ke kotanya lumayan jauh, hampir 4 jam kalau naik angkutan umum. Sedikit lebih cepat kalau naik kereta. ”Awas ya! Kalau ada waktu, aku samperin kamu!” aku mengancam.
”Ok, aku tunggu, mas.” Tanti tertawa semakin keras.
Meski cuma bercanda, tapi tak urung tetap membuatku panas dingin juga. Karena tak tahan, aku pun segera menutup pembicaraan. . “Ya udah, Tan, kita sambung lain waktu ya. Aku harus kembali kerja.” Ada hal lain yang lebih penting yang harus aku lakukan sekarang. Tidak bisa ditunda, mumpung lagi panas-panasnya.
“Oke deh!” sahutnya riang.
”Kudoakan cepat hamil.” kataku untuk terakhir kali.
Setelah saling mengucap salam, kami pun berpisah. Aku cepat lari ke kamar mandi dan onani disana. Gila kamu, Tan! Padahal cuma ngobrol, tapi kamu sanggup bikin aku ngaceng seperti ini! Sambil mengocok penisku, kuputar kembali percakapanku dengan Tanti tadi. Sebenarnya ada peluang untuk memanfaatkan situasi ini. Dia sudah menawariku, meski sambil guyon, tapi siapa tahu itu beneran?! Hanya masalahnya, jarak rumahnya yang sangat jauh. Butuh seharian kalau harus bolak-balik menemuinya, sedangkan pekerjaanku nggak bisa ditinggal. Kalo istriku sih beres, dia kan tinggal di kota lain sejak melahirkan kemarin, jadi pasti aman. Apa harus nunggu libur akhir pekan? Giliran suami Tanti yang ada di rumah. Hmm, serba repot.
Lama aku berfikir dan menimbang-nimbang, akhirnya aku putuskan untuk menunggu saja apa yang terjadi selanjutnya. Kalau memang sudah rejeki, aku pasti bisa menidurinya. Tunggu aja, Tan, aku akan datang!
***
Satu bulan berlalu tanpa ada kejadian apapun. Tanti tidak menghubungiku lagi, padahal aku sudah sangat berharap. Sebagai pelampiasan, aku cuma bisa onani sambil membayangkan tubuh indahnya. Istriku yang kutemui 1 minggu sekali setiap akhir pekan, sudah tidak bisa lagi memuaskanku, padahal dia cukup cantik dan seksi. Selama menyusui anakku, payudaranya jadi tambah besar dan mengkal. Tapi entahlah, hanya bayangan Tanti yang ada di kepalaku. Bahkan tak jarang saat main dengan istriku, Tanti lah yang kuangankan sedang kupeluk dan kucium.
Di kala sedang asyik melamun sambil menyelesaikan laporan bulanan, tiba-tiba ada SMS yang masuk. Dari Tanti! Akhirnya, pucuk dicinta ulam pun tiba. Kubaca SMS-nya dengan cepat, ”Menurut mas, apakah bodyku cukup bagus?” dia bertanya.
Gila! Nggak pernah ngomong, tahu-tahu SMS seperti ini. Aku jadi kaget. Apa sih maunya? ”Ya nggak tahu, Tan. Dulu sih bagus, nggak tahu sekarang. Emang kenapa?” aku tanya balik.
”Mas Ferdi akhir-akhir ini malas kalau kuajak berhubungan, apa dia bosan ya dengan tubuhku?” Tanti menjawab beberapa detik kemudian. ”Kalau begini terus, kapan kami bisa punya anak?!” tambahnya lagi sebelum aku sempat membalas yang pertama.
”Sabar! Kalau suamimu malas, aku siap kok bikinkan kamu bayi!” jawabku menggoda.
”Mas, aku serius nih!” balas Tanti.
“Aku juga serius!” aku tak mau kalah. Jaring sudah kutebar, pantang untuk ditarik kembali. Salah sendiri sudah menggodaku.
”Aku pikir-pikir lagi deh.” begitulah jawaban yang kuterima, membuat hatiku senang dan berbunga-bunga.
”Ok deh,” balasku penuh semangat.
Keesokan paginya, aku baru saja membuka berkas dan HP baru aku aktifkan, sudah ada SMS dari Tanti, bunyinya singkat, ”Golongan darah mas apa?”
“A” aku juga menjawab singkat.
“Perfect! Nanti aku kabari lagi.” balas Tanti.
Apaan sih? Aku tidak mengerti. Sejenak aku terdiam penuh kebingungan. Ah sudahlah, lebih baik aku segera bekerja, hari sudah siang sedangkan pekerjaanku lumayan menumpuk. Tapi kutunggu sampai sore hari, ternyata tidak ada SMS dari Tanti. Aku yang tak sabar sudah ingin meneleponnya, tapi begitu teringat kalau jam segini suaminya pasti sudah pulang dari kantor, akhirnya kuurungkan niatku.
***
Seminggu berlalu begitu cepat. Aku sudah putus asa akan kelanjutan hubunganku dengan Tanti. Aku memang terlalu berharap. Seharusnya aku tahu diri, Tanti yang cantik jelita tidak mungkin mau denganku yang pendek dan gemuk ini, meski wajahku ganteng. Mungkin kemarin dia bener-bener bercanda, aku saja yang menganggap semua itu serius. Dasar! Begini ini jadinya kalau terlalu bernafsu.
Disaat sudah siap mengikhlaskan diri, hapeku tiba-tiba berbunyi. Dari Tanti! Ada apa lagi sekarang? ”Ya, halo?” aku menerimanya. Harapan yang kembali tumbuh di hatiku, berusaha kutekan kuat-kuat ke bawah. Aku tidak ingin kecewa untuk kedua kali.
”Mas, sekarang suamiku diklat ke bandung, pulang baru minggu depan.” kata Tanti pendek.
”Iya, terus apa hubungannya denganku?” aku tidak mengerti.
”Mas nggak ingin main kemari?” sahut Tanti.
Hah! Dia mengundangku! ”K-kamu serius, Tan?” aku bertanya tergagap.
“Ya iyalah. Katanya kemarin mas juga serius! Gimana sih!” dia kelihatan kecewa.
”O-oke, Tan, oke. Aku cuma nggak nyangka aja kalau kamu beneran mau main denganku.” sahutku menenangkan.
”Baik, mas. Nanti aku jemput di terminal ya, bye!” Tanti menutup telepon, mungkin dia terlalu malu untuk berbincang lama denganku. Dasar wanita!
Aku menghela nafas sambil tersenyum lebar. Akhirnya apa yang kuimpikan selama ini bakal segera terwujud. Rasanya sudah tidak sabar menunggu minggu depan. Bagaimana ya rupa Tanti sekarang, apa dia tambah cantik dan seksi? Ugh, selama sisa hari, aku jadi tidak bisa konsentrasi ke pekerjaan. Bayangan tubuh mulus dan montok milik Tanti lebih menyita perhatianku. Tak tahan, akupun menuju kamar mandi dan onani disana.
***
Sesuai janji yang sudah disepakati, jumat sore aku meluncur ke kota M. Aku sengaja naik bis agar mudah ketemu sama Tanti, dia akan menjemputku di terminal. Kalau naik sepeda, bisa-bisa sebelum nyampai kota M, aku sudah kesasar duluan. Aku tidak begitu paham jalanan menuju kota itu. Lagian hari juga sudah malam. Kepada istriku, aku beralasan ada lembur minggu ini, jadi aku tidak bisa pulang. Istriku bisa mengerti.
Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam, aku pun sampai. Begitu turun dari bis, kusapukan pandanganku ke ruang tunggu terminal, tidak kulihat Tanti berada disana. Aku sudah akan melangkahkan kaki saat dari arah parkiran mobil kudengar suara merdunya memanggilku, ”Hei, mas, sini!” dia melambaikan tangan agar aku bisa melihatnya. Sebenarnya itu tidak perlu karena wajah cantik dan postur tubuhnya yang tinggi besar tampak mencolok diantara deretan orang-orang yang lalu lalang di tempat itu.
Tersenyum lebar, aku pun segera menghampirinya. ”Sudah lama nunggu?” kujabat tangannya dan kutatap wajah cantiknya yang tampak tidak berubah sedikit pun. Bahkan dia terlihat makin menggairahkan sekarang karena bulatan payudara dan pinggulnya menjadi sedikit lebih besar, postur khas ibu-ibu. Ugh, aku jadi tak tahan.
”Yuk masuk. Kita langsung ke rumah apa makan dulu?” dia mengajakku masuk ke mobilnya, sebuah Karimun pink tahun 2006.
”Makan aja deh, aku lapar.” jawabku, meski penisku sudah ngaceng penuh melihat tubuh sintalnya.
Tanti mengajakku ke sebuah warung sate. ”Biar tambah greng!” katanya.
Aku hanya tertawa menanggapinya. Selama makan, kami mengobrol basa-basi, saling bercerita tentang keluarga dan pekerjaan, sesekali juga bercanda dan tertawa, tidak sedikit pun menyinggung masalah perselingkuhan kami nanti. Di perjalanan menuju rumah Tanti, kami juga tidak membahasnya. Kami sama-sama diam. Mungkin Tanti sungkan untuk memulai, dia kan perempuan. Entah apa yang ada di benaknyai sekarang, mungkin dia pusing lihat kemacetan yang ada di depannya, maklum dia yang jadi sopir. Sementara aku bersantai-ria di sampingnya sambil membayangkan apa saja yang akan kulakukan saat sudah berdua di kamar dengan Tanti nanti, aku tidak ingin membuat dia kecewa. Suara merdu Agnes Monica dari tape mobil mengisi kesunyian itu.
”Kenapa sih, kok mas ngelirik aku terus?” tanya Tanti tiba-tiba.
”Yeee, Ge-Er aja! Siapa juga yang ngelirik, aku cuma liatin jalan kok.” sahutku.
”Jalan tuh di depan, bukan di dada aku. Kalau yang ini namanya susu!” balas Tanti sengit.
”Hahaha,” aku tertawa. Tanti ikut tertawa. ”Kelihatan banget ya kalau aku gelirik kamu?” aku bertanya.
”Weleh, muka lihat jalan, tapi biji mata mas melotot ke arah sini.” Tanti menunjuk bulatan payudaranya. ”Emang susuku bagus ya?” tanyanya.
Aku tersenyum mendengar pertanyannya. ”Bukan bagus lagi, tapi perfect!” kuberikan dua jempolku padanya.
”Tunggu sampai mas lihat dalamnya!” sahutnya nakal.
”Ehm, boleh kulihat sekarang?” aku menawar.
”Hush, nggak boleh. Banyak orang!” Tanti menepis tanganku.
”Tapi kan kacanya gelap, Tan.” aku mencoba berkilah.
”Tapi aku lagi nyetir, mas. Kalau nubruk gimana?” balasnya.
”Susumu bikin aku nggak tahan, Tan. Kok bisa gede banget sih sekarang?” kupandangi benda kembar yang masih tertutup kaos dan jilbab itu tanpa berkedip.
”Kan ada yang ngerawat. Tiap malam dipenceti terus sama mas Ferdi, ya jadi gede gini. Emang punya istri mas nggak gede ya?” tanya Tanti.
”Gede juga sih, hehe.” aku tertawa.
”Lha itu sama.” Tanti memencet klakson saat ada pejalan kaki menyeberang sembarangan.
”Kamu yakin mau melakukan ini, Tan. Kalau suamimu curiga gimana?” aku bertanya.
“Tenang, kemarin sebelum berangkat, dia sudah kukasih jatah. Jadi kalau nanti aku hamil, waktunya pas. Lagian wajah mas mirip banget dengan mas Ferdi, ditambah golongan darah mas juga sama, jadi anak yang lahir nanti akan sulit sekali diketahui siapa ayah sebenarnya.” kata Tanti meyakinkanku. Rupanya dia sudah mempersiapkan semua ini dengan matang.
Tapi aku masih belum tenang. ”Kalau tingginya gimana? Aku kan pendek.” nggak mungkin kan Ferdi dan Tanti yang tinggi mempunyai anak pendek?
”Nggak bakal pendek-pendek amat kok, kan nanti juga dapat sumbangan dari aku.” sahut Tanti. Ah iya ya, aku jadi sedikit lebih tenang sekarang.
Tak lama, kami pun sampai di rumahnya. Rumah Tanti terletak di komplek perumahan baru yang masih jarang penghuninya. Sepertinya ini perumahan elit karena tipe rumahnya besar-besar. Bangunan di kiri dan kanan rumah Tanti masih kosong, tidak tampak ada lampu menyala disana. Hmm, sip lah. Kami jadi bisa bebas melakukan apapun nanti.
Setelah menaruh mobil di garasi, Tanti mengajakku masuk ke rumahnya. ”Jangan sungkan-sungkan, mas. Anggap aja rumah sendiri.” katanya sambil menutup pintu depan dan menguncinya.
”Termasuk juga menganggap kamu sebagai istri sendiri?” langsung kupeluk dia dan kuhujani mukanya yang cantik dengan ciuman.
”Hmmm, mas!” Tanti mendesah saat tanganku mulai bergerilya di tonjolan payudaranya yang besar. Kupijit dan kuremas-remas daging bulat itu hingga Tanti menggelinjang kegelian. ”S-sudah, mas. Kamu mandi dulu sana.” katanya sambil menyingkirkan tanganku dan menyeretku menuju ruang belakang.
”Maindiin,” aku menggelayut manja di pundaknya dan sekali lagi menciumi pipi dan bibirnya.
”Yeee, maunya!” Tanti mendorongku masuk kamar mandi. Terpaksa kulepaskan tubuh sintalnya. Dengan cepat aku melepas pakaian dan membersihkan diri dari keringat di sepanjang perjalanan, sementara Tanti pamit pergi ke kamar untuk mempersiapkan ajang pertarungan kita nanti.
Selesai mandi, kutemui Tanti di kamarnya. Rupanya dia sudah melepas jilbab serta bajunya tadi, sekarang dia cuma mengenakan daster tipis tanpa lengan yang mencetak jelas bentuk tubuhnya. Dengan rambut panjang lurus yang terurai hingga ke punggung, dia terlihat sangat menggairahkan sekali.
”Tan?” aku memanggilnya dengan suara bergetar, benar-benar terpesona. ”Kamu sungguh cantik!” kataku jujur.
Tanti tersenyum dan mengajakku duduk di sebelahnya. ”Sebenarnya aku berat melakukan ini, mas. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa hamil lagi.” bisiknya sambil memamerkan lekuk kakinya yang jenjang dan indah, yang terlihat putih mulus tanpa noda.
Ugh, kalau kakinya saja sudah seperti itu, bagaimana yang lain ya? Tanpa menunggu lama, penisku pun menggeliat dan mulai terbangun. ”Rileks, Tan. Anggap saja aku suami kamu sendiri. Kita kan melakukan ini mau sama mau, aku nggak memperkosa kamu kok seandainya kamu nggak mau!” bisikku di telinganya. Sambil terus berbicara, aku mencoba memeluk pundaknya dari samping, kupegang tangan kirinya dengan tanganku. Kucoba merasakan kehalusan kulitnya dengan sentuhan-sentuhan halus ujung jariku.
Dari pundak, sentuhanku turun ke telapak tangannya, silih berganti. Aku memang tidak ingin langsung menyerbunya, aku ingin membangkitkan gairah Tanti secara perlahan-lahan. Meski sudah tidak tahan, aku harus bersabar. Aku ingin Tanti juga menikmati permainan ini. Perselingkuhan pertamanya ini akan kubuat senikmat dan seindah mungkin hingga sukar untuk ia lupakan.
Sentuhan-sentuhan lembut yang aku lakukan, tidak dipungkiri membuat Tanti terpengaruh juga meski dia tidak merespon sama sekali pada awalnya. Tanti cuma terdiam pasrah tanpa melakukan apapun, hanya nafasnya saja yang terdengar semakin keras dan berat. Kulihat bulu-bulu di tengkuknya sudah meremang berdiri. Dia mulai terangsang.
Kutambah sentuhanku dengan sesekali mencium pundaknya. Tanganku yang dari tadi menyentuh tangannya, kini berpindah ke perutnya, dan terus beranjak naik hingga aku menyentuh payudaranya. Walau masih dibalut bra dan kain dasternya, benda itu terus sangat empuk dan kenyal saat kuremas-remas. Dengusan Tanti terdengar semakin keras, dia mulai gemetar dan menggelinjang. ”Auhh… mas!” desahnya.
Lama aku melakukan aksi tersebut sampai akhirnya aku tak tahan. Pelan kuturunkan tanganku kembali untuk kemudian menyusup ke balik dasternya. Sentuhan pada perut Tanti yang ramping membuatku bergidik. Setelah berputar-putar cukup lama, tanganku kemudian naik sampai aku menemukan sasaran utamaku, tonjolan payudaranya yang masih terbungkus bra!
Pelan, masih sambil menciumi telinga, pipi dan lehernya, kuremas-remas benda itu. Rasanya begitu padat dan kenyal, nikmat sekali. Kuelus-elus terus dengan lembut sambil aku berusaha mencari-cari putingnya yang masih tersembunyi, malu untuk menampakkan diri.
Tanti yang sudah mulai terangsang, memejamkan matanya, dan terdiam. Dia tidak merespon ulahku, tapi juga tidak melarangnya. Hanya diam begitu saja, seperti patung. Hingga tiba-tiba dia menepis tanganku dan menariknya keluar dari balik daster. ”Sudah ya.” bisiknya sambil menoleh dan mengecup bibirku.
Aku membalasnya dengan melumat bibirnya rakus sambil terus memberi sentuhan. Kali ini yang menjadi sasaranku adalah kakinya. Karena posisi Tanti agak sedikit miring ke arahku, sedikit demi sedikit aku bisa menyentuh pahanya yang putih mulus. Saat kuusap, benda itu terasa begitu licin dan hangat. Darahku berdesir. Aku ketagihan. Tanganku terus meraba disana, menyingkap dasternya makin ke atas hingga bisa kulihat pinggulnya yang lebar, yang masih terbalut CD tipis warna merah.
”Ahhh… mas!” lenguh Tanti saat tanganku mulai mencari-cari pangkal pahanya. Rangsangan yang aku berikan sepertinya makin menambah gairahnya, karena Tanti menyambut lumatanku dengan bergairah. Bahkan tanganya mulai bergerak untuk meraba-raba gundukan di balik celana pendekku yang sejak dari tadi menegang hebat.
”Nggak usah malu-malu lagi, Tan. Kita nikmati malam ini sepuasnya.” kubimbing tangannya untuk masuk ke dalam celanaku, sementara aku terus melanjutkan aksiku di celah pangkal pahanya. Kugesek vagina gadis itu berulang-ulang sampai CD-nya jadi basah. Aku sengaja ingin menggodanya, kubelai pinggiran vaginanya berulang kali tanpa kumasukkan tanganku ke lubangnya. Dan itu rupanya berhasil, nafas Tanti menjadi semakin berat dan memburu. Sementara tangannya yang berada di dalam celanaku, kini sudah memijat-mijat penisku begitu keras, membuatku jadi sangat bernafsu sekali.
Aku pun menyudahi lumatan dan kecupanku pada bibirnya. ”Mas…” Tanti memajukan wajahnya, berusaha mengejar bibirku. Tapi aku sudah terlanjur turun menuju celah kakinya. Kukecup pelan pahanya yang putih mulus, gantian kiri dan kanan. ”Aahhh…!” Tanti langsung mendesah sambil memegang kepalaku, menekannya agar cepat menuju ke lubang vaginanya. Tapi seperti tadi, aku masih ingin bermain-main lebih lama.
Dengan lidahku, kujilati kulit pahanya yang licin bagai porselen. ”Ughhh…!” Tanti makin mendesah tak karuan. Kecupan dan hisapanku pada permukaannya membuat paha itu jadi bertotol-totol merah, sungguh sangat indah sekali. Setelah semuanya basah oleh air liurku, aku pun memajukan mulutku, menuju ke arah pangkal pahanya.
”Ahhh… ya, disitu, Mas. Jilat disitu!” rengek Tanti saat sedikit demi sedikit aku memberi sentuhan, kecupan dan jilatan pada tonjolan bukit vaginanya. Terasa sudah sangat basah disitu. Baunya juga sangat harum, lebih enak daripada punya istriku di rumah.
Karena rangsanganku, sambil mendesah, Tanti merebahkan tubuhnya di atas kasur dengan posisi kaki menjuntai ke bawah tempat tidur. Aku semakin bebas bergerilya di alat vitalnya. Kujilat terus daging sobek yang masih tertutup celana dalam itu sambil tanganku meraih ke atas. Kugenggam tonjolan bukit payudaranya yang bulat membusung dan kuremas-remas dengan penuh nafsu, membuat Tanti makin merintih dan menggelinjang keenakan.
Akibat ciuman dan gigitanku, sekarang posisi celana dalamnya jadi miring ke samping, membuatku jadi bisa mengintip sedikit belahan vaginanya yang berwarna coklat kemerahan dengan bulu-bulu keriting halus yang tumbuh terawat rapi di bagian atasnya. Untuk beberapa saat, aku kagum dan takjub dengan pemandangan itu.
”Ayo, mas, lakukan! Jangan cuma dilihat saja!” rengek Tanti sambil menarik kepalaku.
”I-iya, Tan.” dengan lidah terjulur, kusentuh benda itu perlahan-lahan.
Tanti sedikit bergidik saat lidahku menyapu sebagian bibir vaginanya. ”Oughhh… mas!” dia menekan kepalaku semakin keras.
Kujilat lagi vaginanya hingga dia semakin menggelinjang. Sambil terus mengecup dan menyentuhnya, sedikit demi sedikit kutarik turun celana dalamnya. Begitu terlepas, segera kubuka kaki Tanti lebar-lebar hingga bisa kulihat dengan jelas lubang senggamanya yang sudah basah memerah. Aku menciumnya berulang kali sebelum akhirnya menghisap dan melahapnya dengan rakus.
”Ahhh… mas… aku… ya, begitu…” Tanti merintih tak jelas. Erangan terus terdengar dari mulut manisnya seiring jilatan dan hisapanku yang semakin liar dan kasar. Tubuh montoknya menggeliat kesana kemari, membuat kain daster yang dikenakannya tersingkap kemana-mana. Benda itu kini sudah tidak berguna lagi, semuanya teronggok mengumpul di pinggangnya yang ramping.
Sambil terus menjilat, aku melirik ke atas. Disana, di atas dada Tanti, bulatan payudaranya terlihat menyembul indah. Meski masih tertutup BH warna krem, tapi aku bisa melihat putingnya yang sesekali mengintip malu-malu saat wanita itu menggeliat. Sama dengan pahanya, payudara Tanti juga terlihat licin dan putih mulus. Aerola dan putingnya berwarna coklat kemerahan, sama dengan warna bibir vaginanya. Ughh! Membuatku jadi makin tak tahan.
”Aghhh… terus, mas! Terus! Jilat terus! Ahhh… ya, yang itu! Aghhh…!” erangan dan rintihan Tanti membuatku lupa diri. Aku terus melumat dan menjilat vaginanya, sambil tanganku memberi sentuhan halus pada kedua belah pahanya yang indah.
”Ahhh… mas!” desis Tanti saat elusanku merambat ke atas. Dari balik dasternya, aku memberi sentuhan-sentuhan halus ke kulit perutnya, menggelitik pusarnya, sampai akhirnya aku meremas lembut kedua bukit payudaranya. Tanpa mengeluarkan dari cupnya, kucari putingnya yang kini sudah terasa kaku dan keras. Kupilin dan kupencet-pencet benda mungil itu hingga membuat Tanti makin merintih tak karuan.
”Oughhh… mas! Enak! Nikmat sekali! Ahhh… kok mas pinter sih?!” racaunya sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Kedua kakinya menjepit kepalaku saat dari dalam liang vaginanya memancar cairan bening yang banyak sekali. Dia orgasme.
”Mas, aku pipis. Aduh, maaf ya!” Tanti segera menutup pahanya begitu aku menarik kepala untuk mencari nafas. Kuperhatikan dia masih mengejang-ngejang dan bergetar beberapa kali sebelum akhirnya terdiam dengan nafas masih terdengar berat dan sesak.
.
Sambil mengangguk mengerti, aku merangkak naik menindih tubuhnya. Tanti menggeliat pelan saat kusibak cup BH-nya untuk melihat payudaranya. ”Mas, aghh..!” desahnya ketika aku mulai mencium dan menjilatinya dengan lahap. Dia yang masih keletihan setelah orgasme yang pertama, hanya terlihat pasrah saja.
Karena aku sudah sangat bernafsu sekali, langsung kulepas celanaku. Batangku yang sudah sangat keras dari tadi, langsung meloncat keluar. Tanti sedikit terhenyak saat melihatnya. ”B-besar sekali, mas.” bisiknya tak berkedip. Kubimbing tangannya untuk menggenggamnya. Tapi Tanti menolak saat kusuruh dia untuk mengulumnya.
”Jijik, mas. Aku tidak pernah melakukannya.” gumamnya.
”Dicium-cium aja, Tan. Yang penting punyaku jadi basah.” kataku tidak kurang akal. Segera kusodorkan penisku ke depan bibirnya.
Tanti mulai menciuminya, tapi cuma batang dan telurnya. Ujungnya yang berlendir, sengaja ia hindari. Benar-benar jijik rupanya dia. Ok, aku bisa mengerti. Kubiarkan saja dia menjilat-jilat dan menciumi batangku hingga akhirnya aku merasa bosan. Tanti sangat kaku sekali saat melakukannya hingga aku jadi tidak bisa menikmati sama sekali. Sama sekali tidak ada enak-enaknya.
Daripada menunggu lama-lama, aku yang sudah tidak tahan untuk merasakan tubuh sintalnya, segera membaringkan Tanti di ranjang. Kutindih tubuhnya sambil kutempatkan pinggulku tepat di depan selangkangannya. Tanti sudah membuka pahanya lebar-lebar hingga penisku yang sudah menegak kencang terasa menempel di lubang vaginanya.
”Siap, Tan?” tanyaku sambil menggesek-gesekkan ujung penis ke bibir vaginanya. Tanti mengangguk. Kurasakan lubang vaginanya sudah basah dan merekah lebar, siap untuk dimasuki.
Sambil berpegangan ke pundaknya, kudorong penisku. Masih belum berhasil. Penisku melenceng ke kiri. ”Kurang ke bawah, mas.” bisik Tanti pelan. Dia membuka pahanya makin lebar agar aku makin leluasa melakukan gerakan.
Kudorong lagi. Kali ini terasa penisku masuk ke lubangnya. ”Bener yang ini, Tan?” aku bertanya takut salah lagi.
Tanti mengangguk. ”Iya, yang itu. Cepat dorong, mas!” ah, rupanya sudah tak tahan ia.
Sambil meremas dan menciumi payudaranya, kudorong lagi penisku. Tapi karena terlalu keras, yang ada malah melenceng lagi. Kali ini ke kanan. ”Aghhh…” kami mendesah kecewa bersamaan. ”Mas…!” Tanti melenguh manja. Dia segera meraih penisku dan mengarahkannya lurus ke depan lubangnya. ”Ayo, mas, kupegangi.” bisiknya.
Tersenyum, kucium bibirnya sekali lagi. Tanti menyambut ciumanku sambil pinggulnya maju ke depan mengejar penisku yang sudah masuk sebagian. ”Sabar, sayang!” Dengan satu hentakan keras, kutusukkan lagi penisku kuat-kuat.
”Ughhhh…” Tanti melenguh. Aku juga melenguh. Kami sama-sama merasakan nikmat. Penisku sudah masuk seluruhnya, menghunjam keras hingga mentok ke dalam memek Tanti yang sempit, dan bersarang dengan begitu sempurna disana. Rasanya seret, tapi nikmat sekali. Keinginanku untuk menyutubuhinya sudah terpenuhi sekarang.
”Aduh, ahh…” desah Tanti sambil memejamkan matanya. Kurasakan sebentar kedutan-kedutan di dinding vaginanya sebelum akhirnya kutarik sedikit demi sedikit batang penisku, kemudian aku masukkan lagi pelan-pelan, lebih dalam. Mulai kugenjot pelan tubuh mulusnya sambil tanganku tak henti meremas-remas payudaranya yang bulat dan kencang, sementara mulutku dengan rakus menciumi bibir dan lehernya.
”Ahh… Mas! Auw… ahh… ahh…” desahan Tanti membuatku makin bernafsu. Sambil memeluk tubuh mulusnya yang masih berbalut daster, kupercepat tusukanku. Gesekan kelamin kami yang terasa begitu nikmat membuat Tanti makin merintih dan menggelinjang. Tubuhnya yang montok terhentak-hentak begitu rupa, segera kupegangi agar dia tidak sampai jatuh dari ranjang.
Begitu panasnya persetubuhan kami hingga dalam hitungan menit, aku sudah tidak tahan untuk menyemburkan lahar panasku. Sambil menekan penisku dalam-dalam ke lubang vaginanya, kudekap tubuh Tanti erat-erat. ”Ahh… aku keluar, Tan!” dengan nafas tertahan dan mulut menempel ketat di ujung puting payudaranya, kusemburkan cairan cintaku di dalam rahim wanita cantik itu.
Perasaan nikmat segera menjalar di seluruh tubuhku. Untuk beberapa saat kunikmati sisa-sisa orgasmeku dengan terus mendekap tubuh mulus Tanti. Aku masih belum rela melepas rasa nikmat itu. Baru setelah nafasku sudah agak tenang dan cairan maniku sudah tidak menetes lagi, kucabut penisku dan bergulir terlentang di sampingnya. Sambil meremas-remas payudaranya, aku berbisik, ”Enak banget punya kamu, Tan. Untung kamu bukan istriku. Kalau istriku, nanti aku jadi malas ke kantor gara-gara nafsu terus sama kamu.”
”Hehehe… punya mas juga enak. Cuma sayangnya, cepet amat!” sahut Tanti.
”Ya habisnya, tubuhmu nafsuin banget sih.” kucubit putingnya yang sebelah kiri.
”Auw!” Tanti memekik nikmat. Dia membalasnya dengan meremas kuat penisku yang mulai melembek dan mengkerut.
”Kalau mau yang lama, nanti aja kita coba lagi, yah?” kuraba selangkangannya yang terasa sangat basah, kumasukkan jari telunjukkku ke sana untuk menggesek klitorisnya.
”Ehm… Mas!” dia menggelinjang pelan. ”Emang mas nggak capek?” tanyanya kemudian sambil mengocok pelan penisku, berusaha untuk membangkitkannya lagi. ”S-sepertinya burung mas lebih besar deh dari punya suamiku.” bisiknya.
”Masa sih? Ah, kamu bisa aja.” kucium bibirnya. Tanti membalasnya dengan melumat bibirku mesra.
”Iya, soalnya tadi terasa mampet dan sesak banget.” katanya sambil tertawa renyah.
Aku yang gemas kembali melumat bibirnya yang seksi itu. Lama aku melumatnya karena Tanti juga mengimbanginya dengan baik, dia menyusupkan lidahnya agar bisa bertarung dengan lidahku. Kuremas-remas lagi payudaranya sebelum akhirnya aku bangkit untuk pergi membersihkan diri ke kamar mandi. Di dalam, kubersihkan sisa-sisa spermaku yang masih melekat di batangku, benda itu sudah agak sedikit menegang karena kocokan Tanti barusan.
Tidak lama, Tanti menyusul masuk. Sambil mengangkat kaki kanannya ke atas closet dan menghadap ke cermin besar, dia membersihkan cairan maniku yang meleleh keluar dari vaginanya dengan menggunakan tisu WC. Dari belakang, kuperhatikan tubuh mulusnya yang indah itu. Dengan kaki jenjang dan sepasang paha yang putih bersih, dia tampak menggairahkan sekali. Ditambah dengan dua bongkahan pantat yang bulat dan padat, libidoku dengan cepat terkerek naik.
Rupanya Tanti juga memperhatikanku melalui pantulan cermin di depannya. Dia tersenyum saat melihat penisku yang perlahan mulai menggeliat dan menegang kembali. Aduh, senyumannya itu lho, bikin aku tak tahan. Segera kurangkul dia sambil kuremas-remas lagi bulatan payudaranya. ”Eh, ngapain sih senyum-senyum gitu?” tanyaku gemas. Kuciumi pipi dan lehernya.
Tanti mendesah, tapi tetap sibuk membersihkan cairan maniku yang merembes di paha sisi dalamnya. ”Mas pengen lagi ya?” sahutnya sambil menggesek-gesekkan bokong bulatnya ke batang penisku. Terasa penisku seperti diremas-remas dan dipijat-pijat pelan. Ugh, nikmat sekali.
“Emang kamu nggak pengen?” kuremas payudaranya semakin keras, kedua putingnya yang masih terasa kaku dan keras, kujepit dan kupilin-pilin.
Tanti menggelinjang. “Ehhss… geli, mas!” dia memprotes karena aku menganggu acara bersih-bersihnya.
”Kok dibersihin sih, Tan? Biar aja masuk, katanya mau hamil?” tanyaku heran. Tanganku tetap berada di atas gundukan bukit payudaranya.
”Cuma yang di luar aja, kok. Tadi sudah banyak yang masuk. Lagian nggak enak kalau kotor gini.” jawabnya pelan.
Sambil terus meremas-remas, kucium lagi lehernya. ”Nggak usah bersih-bersih, nanti jadi seret lagi pas dimasukin.” bisikku di telinganya. Kulepas daster yang ada di pinggangnya, juga BH krem yang menggantung tak berguna di atas payudaranya. Sekarang kami sudah sama-sama telanjang. Kupandangi tubuh montoknya sejenak sebelum akhirnya aku menunduk untuk melumat kedua putingnya.
”Ehh… ahhh… mas!” Tanti memegangi kepalaku saat aku mencucup dan menghisapnya penuh nafsu.
”Lagi ya, Tan?” aku meminta, mulutku penuh oleh bongkahan payudaranya sekarang.
Dia mengangguk dan tidak menolak saat ciumanku terus turun menuju perut dan pinggulnya. Sambil jongkok, kuciumi kedua pahanya yang putih mulus, juga kuelus-elus bulatan pantatnya yang terasa empuk dan kenyal. ”Ahhh… mas!” Tanti mendesis saat ciumanku berhenti di depan selangkangannya. Kujilati sebentar lubang vaginanya sebelum akhirnya aku berdiri dan bersiap untuk menyetubuhinya.
”Disini?” tanya Tanti heran melihatku mempersiapkan penis.
Mengangguk pelan, kubuka kakinya lebar-lebar. Kutumpangkan salah satu kaki Tanti ke kloset agar vaginanya bisa terbuka lebar. Sambil terus menciumi bibir dan lehernya, kugesek-gesekkan ujung penisku ke lubang kemaluannya. ”Ehmmm… mas!” Tanti merintih dan memelukku saat aku mulai memasukinya. Matanya terpejam menikmati tusukan penisku yang perlahan memenuhi lubang vaginanya.
Dalam posisi berdiri dan setengah berpelukan, aku kembali menyetubuhinya. Kugenjot tubuh mulus Tanti sambil tanganku bermain-main lembut di kedua putingnya. ”Mas… ahh… ahh…” meski tidak seenak kalau tiduran di ranjang, tapi tetap saja posisi ini membuat Tanti mendesis dan menggeram penuh kenikmatan.
Aku juga merasakan hal yang sama. Rasa geli dan hangat menyelubungi batang penisku saat aku menyodokkannya lebih dalam ke belahan memek Tanti yang sempit. Benda itu kini sudah kembali basah, membuat gesekan antar alat kelamin kami menjadi benar-benar nikmat dan menggairahkan. Sambil terpejam dan sesekali menggigit bibirnya, Tanti mendesah lembut. ”Ehm, mas… aku… ahh… ahhh…” dia menceracau tak jelas.
Aku sudah akan mencium lehernya saat dengan tiba-tiba, Tanti menurunkan kakinya dari atas closet dan membelakangiku. Aku sedikit melenguh saat batang penisku terlepas dari jepitan vaginanya. ”Ngapain, Tan?” tanyaku protes.
”Ganti gaya. Capek!” jawab Tanti pendek sambil menunggingkan pantatnya ke belakang dan berpegangan pada cermin besar di dinding. Rupanya dia memintaku untuk menusuknya dari belakang.
Ok, no problem. Aku juga menyukai gaya ini. Sangat menyukainya malah. Sambil menikmati bongkahan pantatnya yang indah, kumasukkan lagi penisku. ”Eghhss…” kami mendesah berbarengan saat alat kelamin kami kembali menyatu.
Kuperhatikan Tanti dari kaca saat aku mulai menggoyang tubuhnya, betapa dia terlihat sangat menggairahkan sekali. Goncangan payudaranya, desahan kenikmatannya, juga ekspresi mukanya yang manis dan sensual, membuatku jadi tambah tergoda. Goblok sekali suaminya yang telah menyia-nyiakan istri secantik dan senikmat ini. Biar aku saja memanfaatkannya, daripada nganggur tidak terjamah.
Terus kutusukkan penisku, sementara Tanti mengimbanginya dengan memutar pantatnya yang bulat dan menekannya kuat-kuat ke pangkal pahaku, membuat batang penisku yang kaku dan tegang, masuk dan menusuk dalam sekali, bahkan hingga mentok ke bibir rahimnya. ”Aghhh…!” melenguh keenakan, sambil meremas-remas payudaranya, kugerakkan penisku semakin cepat.
Tanti yang mendapat serangan bertubi-tubi atas dan bawah, tidak bisa bertahan lagi. Beberapa detik kemudian kurasakan denyutan halus di dalam liang vagina, memijit penisku pelan dan nikmat. ”Ssshh… uhh… emm… aku mau sampai, mas!” bisiknya berat.
“Tahan sebentar, Tan. Aku juga sudah hampir.” kuremas terus payudaranya. “Uhh, nikmat banget, Tan, tubuhmu!” di bawah, kutusukkan penisku semakin cepat dan dalam. Kurasakan denyutan di vaginanya menjadi kian terasa, bahkan kini disertai jeritan dan rintihan darinya. ”Mas… aku… Oughh… ahh.. ahh…!”
Tubuh mulus Tanti mengejang keras seiring semburan dari dalam liang kemaluannya. Aku yang juga sudah hampir klimaks, dengan rapat memeluknya dari belakang dan terus memberinya sodokan-sodokan terakhir yang keras dan nikmat. Kubenamkan penisku dalam-dalam saat spermaku muncrat memenuhi liang rahimnya. Tubuh kami bergetar hebat bersama. Cairan maniku terasa hangat bercampur dengan cairan cintanya. Mudah-mudahan saja dengan begini Tanti bisa hamil. Kalau tidak juga nggak apa-apa, aku jadi bisa terus menidurinya, sampai hamil, hehehe… Sepertinya aku tidak akan pernah bosan menikmati tubuh mulusnya.
Sambil melepas penisku, kukecup lembut tengkuk Tanti yang sedikit berbulu. Dia berbalik dan membalas dengan mencium bibirku mesra. Kami saling memagut dan melumat beberapa saat. Entah kenapa, aku merasa senang sekali diperlakukan Tanti seperti itu. Serasa aku adalah suaminya yang sah. Sentuhan, kecupannya yang lembut, aroma tubuhnya, serta hembusan nafas dan dekapannya membuatku melayang.
***
Aku terbangun oleh suara TV di ruang tengah. Kulirik sebelah, Tanti sudah tidak ada. Hari ini sabtu pagi, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Setelah bertempur semalaman, rupanya membuatku terlalu lelah. Tidak biasanya aku bangun sesiang ini.
Segera kucari celana dan bajuku. Aku menemukannya di gantungan belakang pintu. Kukenakan dengan cepat dan segera keluar. Kutemukan Tanti sedang memasak di dapur.
”Sudah bangun, mas?” sapa Tanti sambil tersenyum. Dia sudah rapi dengan baju panjang motif bunga dan jilbab merah berenda membingkai wajahnya yang cantik.
Kupeluk dia dari belakang dan kukecup pipinya pelan. Kulingkarkan tanganku ke depan untuk meremas-remas payudaranya. ”Egh…” Tanti sedikit menggelinjang saat aku melakukannya. Terasa empuk sekali benda itu meski masih terhalang BH.
Tanti menyingkirkan tanganku, dan sambil mengecup bibirku, dia membimbingku ke kamar mandi. ”Mandi dulu, mas. Masa bangun tidur sudah minta lagi.” kerlingnya nakal.
”Emang nggak boleh? Aku sudah pengen loh!” kutarik tangannya dan kutempelkan ke selangkanganku yang sudah mengeras tajam.
Tanti tersenyum. ”Mas ini nggak ada capek-capeknya ya?” bisiknya mesra. Dengan bantuannya, kulepas kaos dan celanaku. Tanti mengusap-usap penisku lembut, ”Habis main semalaman, tetap kaku dan tegang!” bisiknya, tampak kagum dan menyukainya.
”Emut dong, Tan.” pintaku manja.
Tersenyum mengiyakan, Tanti segera menunduk dan mengulumnya. Tapi baru saja aku menggeram keenakan, dia sudah melepasnya lagi. ”Sudah ah, nanti keterusan.” Tanti bangkit dan mendorong tubuhku agar segera masuk kamar mandi.
”Tan, ayo dong!” aku masih berusaha, kutarik lagi tangannya agar menggenggam penisku lagi.
”Masih banyak waktu, mas.” Tanti mencium bibirku. ”Aku harus masak sekarang, tuh ikanku nanti gosong.” dia menunjuk ikan mujaer yang ada di penggorengan.
Sedikit kecewa, aku pun mengalah. ”Bener ya, nanti habis aku mandi?”
”Habis sarapan!” Tanti mengoreksi.
Tanpa berkata lagi, aku segera mengguyur tubuhku. Sementara Tanti kembali ke dapur untuk meneruskan kegiatannya. Sengaja aku tidak menutup pintu kamar mandi, buat apa? Toh Tanti sudah melihat tubuh telanjangku sejak kemarin.
Setelah terkena air dingin, penisku jadi mengkerut dan tidak bersemangat lagi. Tanti tertawa saat melihatnya. ”Kayak uler!” komentarnya. Kupeluk dan kuciumi dia sebelum aku beranjak menuju kamar untuk ganti baju. Setelah itu kami sarapan bareng. Menunya sayur sop dan ikan mujaer. Aku makan dengan lahap untuk mengganti tenagaku yang hilang, juga sebagai persiapan pertempuran hari ini.
Selesai makan, segera kutarik tubuh Tanti ke pangkuanku. ”Eh, mas! Aku harus nyuci piring.” kilahnya saat kuraih gundukan payudaranya. Kuremas-remas benda empuk itu sambil tanganku yang lain berusaha menyingkap baju terusannya yang panjang semata kaki.
”Nyuci bisa nanti, yang ini tidak bisa ditunda!” kucium bibirnya dengan mesra dan kulumat kuat-kuat. Tanti tidak bisa menolak. Pada dasarnya dia juga menginginkannya lagi, jadi begitu kuserang sebentar, dia pun pasrah tidak melawan.
Bahkan sekarang dia membalas kelakuanku dengan menghisap dan menyedot mulutku rakus. Lidahnya dengan cepat menerobos masuk dan membelit lidahku, sementara tangannya turun ke bawah untuk mengusap-usap penisku yang sudah mengeras dan menegang dari tadi.
”Aghhh… mas!” rintihnya pelan saat sambil terus berpagutan, kudorong tubuhnya perlahan-lahan rebah ke atas meja makan. Piring dan mangkok yang ada disana kusingkirkan ke samping agar Tanti bisa mendapatkan tempat.
Kusingkap baju terusannya ke atas hingga aku bisa melihat selangkangannya yang masih tertutup CD warna putih, seputih kulit paha dan pinggulnya. Kusingkirkan CD itu dengan menariknya ke samping, tak berkedip kupandangi vagina Tanti yang merekah basah kemerahan. Dengan cepat kuturunkan kepalaku dan mulai menjilatinya.
”Ughhh… mas!” Tanti menggelinjang kegelian. Seperti yang sudah-sudah, dia menekan kepalaku agar menghisap dan melumat vaginanya semakin dalam. Kuturuti kemauannya dengan menjulurkan lidahku sepanjang mungkin, kujilat lubang vaginanya, terutama klitorisnya yang kini sudah terasa semakin keras dan menonjol. Kugigit dan kucucup benda mungil itu hingga menjadi cukup basah.
Saat aku sudah tidak tahan lagi, dalam posisi duduk di kursi meja makan, kupangku tubuh montok Tanti dengan tanpa melepaskan pagutan kami berdua. Segera kulepas baju panjang yang ia kenakan. Buah dadanya yang masih terbungkus BH tampak ranum menggiurkan. Langsung aku menciumi dan meremas-remasnya sementara Tanti berusaha melepas kait BH-nya. Setelah terlepas, segera ia tarik benda itu dan dibuangnya ke bawah, menyusul baju dan jilbabnya yang sudah lolos lebih dahulu.
Dia sudah telanjang, sedangkan aku masih belum. Tanti segera mencopoti seluruh bajuku hingga kami sama-sama telanjang sekarang. Kami berpagutan sekali lagi. Tanganku menggerayangi buah dadanya untuk memelintir kedua putingnya yang terasa mengganjal keras. Kuremas-remas lembut sepasang dagingnya yang berukuran besar itu dengan penuh kasih sayang. Kuciumi permukaannya yang halus dan mulus saat Tanti melepaskan pagutannya.
”Eghhh… mas! Ahh.. ahh.. uhh..!” desahan Tanti semakin menjadi-jadi setelah ia memasukkan penisku ke dalam vaginanya secara perlahan-lahan. Sambil memeluknya, kuciumi seluruh area payudaranya, juga bahu dan ketiaknya. Sementara Tanti dengan perlahan tapi pasti mulai menaik-turunkan tubuhnya sambil sesekali memutar pantatnya dengan halus tatkala penisku tertancap jauh di dalam lubang kewanitaannya.
Menit demi menit berlalu, goyangan Tanti menjadi kian cepat. Kudekap erat tubuh mulusnya sambil kuberikan sodokan-sodokan ke atas untuk mengimbangi. Aku terus melakukannya sampai akhirnya jeritan panjang Tanti mengakhiri semua itu. ”Arrghhhhh… mas! Aku… keluaaar…!!!” tubuhnya mengejang beberapa saat sebelum kemudian ambruk kelelahan dalam pelukanku,
Kukecup pipi dan bibirnya penuh rasa sayang. Kubelai rambut panjangnya yang kini kusut oleh keringat. Tanti terlihat sangat cantik tapi juga letih. Tubuh mulusnya tampak basah mengkilat bermandikan keringat. Begitu juga denganku. Penisku yang masih ngaceng berat masih menancap di dalam liang kewanitaannya.
”Kalo capek, istirahat aja dulu, Tan.” kataku. Melihat kondisinya, aku jadi tak tega untuk meneruskan goyangan.
”Nggak, aku memang capek, tapi seneng banget main sama mas. Habis enak banget sih!” dia memaksakan diri tersenyum.
Kucium lagi bibirnya. ”Penisku yang enak, atau memang kamu yang doyan ngesex?” tanyaku menggoda.
”Dua-duanya sih, hahaha…” Tanti tertawa. ”Tapi jujur, mas. Aku nggak pernah merasa senikmat ini kalau main dengan mas Ferdi.”
Aku tertawa mendengar pengakuannya. ”Yuk, Tan!” kuajak dia ke kamar mandi untuk membersihkan sisa-sisa cairan cinta kami berdua, juga sekalian buang air kecil. Sementara Tanti pipis sambil jongkok, kupandangi cermin di depanku. ”Bermimpikah aku ini?” batinku dalam hati. Aku cubit-cubit mukaku, perih. ”Berarti aku tidak bermimpi. Aku beneran menyetubuhi Tanti! Wanita yang selama ini menjadi hayalanku. Wah…!!!” aku tersenyum bangga sekaligus senang.
”Aku balik dulu ya, mas. Kutunggu di kamar,” kata Tanti begitu selesai menunaikan hajatnya. Dia segera berlalu dari tempat itu.
”Nggak usah pake baju ya?” aku berpesan sambil menyempatkan diri mencubit puting susunya. Ternyata aku cukup lama berada di kamar mandi, hampir setengah jam. Selain pipis, kuputuskan untuk sekalian buang air besar. Begitu kembali ke kamar, kulihat Tanti sudah tertidur pulas. Kasihan dia menunggu lama.
Posisi tubuhnya setengah tengkurap miring ke kiri, satu kaki tertekuk ke depan, dan kaki satunya lurus sejajar dengan tubuhnya. Pemandangan yang sangat erotis sekali, pantatnya yang bulat terlihat menyembul ke atas, denganlubang kemaluan yang mengintip malu-malu di sela-sela pahanya mulusnya. Melihatnya, dengan cepat membuat libidoku naik kembali. Perlahan-lahan aku merangkak menghampirinya.
Kuraba lubang vaginanya, masih terasa basah. Segera kuludahi penisku hingga sama-sama basah, lalu tanpa membangunkannya, kutusuk dia dari belakang. Bless! Batangku menancap telak. ”Egh…!” Tanti agak melenguh sedikit, tapi tetap tertidur. Sambil membelai bongkahan pantatnya, mulai kugoyang pinggulku pelan-pelan. Aku maju-mundurkan batang penisku menggesek dinding vaginanya. Sodokan-sodokan halus yang kulakukan akhirnya membuat Tanti tersadar dari tidurnya, memang sungguh terlalu kalau sampai dia tetap tertidur saat kusetubuhi seperti ini.
Dia menoleh ke arahku dan tersenyum. ”Auhh… uhh… mas! Gila, nggak pake permisi langsung main sodok aja.” protesnya, tapi tidak menolak. Malah dia mengatur posisi tubuhnya dengan agak menungging agar aku makin leluasa memasukinya. ”Ehm, nikmat juga begini! Ugh, geli-geli enak!” kata Tanti kemudian.
Goyanganku kini semakin cepat dan berirama. Kuusap sekujur tubuh mulus Tanti, mulai dari punggung hingga bongkahan pantatnya yang seksi. Buah dadanya yang terhimpit dengan kasur juga tidak luput dari remasan tanganku. Sodokan demi sodokan terus kuberikan sementara keringat makin membanjiri tubuh telanjang kami berdua. Erangan, rintihan dan desahan membuat gelora birahi kami memuncak dengan cepat. Sampai pada akhirnya, aku menyuruh Tanti untuk terlentang. Dengan gaya konvensional, kusetubuhi dia sambil memeluk erat tubuhnya untuk mengakhiri sesi ini.
Hampir bersamaan, kami mencapai klimaks. Bermula dari aku yang mengejang sambil mendekap erat tubuh montok Tanti. Kugigit lehernya saat spermaku muncrat berhamburan memenuhi liang vaginanya. Tanti menyusul tak lama kemudian. Dia mendekap punggungku dengan himpitan kakinya, menyuruhku agar menusukkan penis dalam-dalam saat cairan cintanya menyembur keluar, bercampur dengan air maniku.
Vagina Tanti terasa sangat becek sekali sekarang. Kuganjal bokongnya dengan menggunakan bantal agar kedua cairan itu tidak sampai merembes keluar. Pelan kucabut penisku sambil memberikan ciuman mesra kepadanya dengan penuh rasa sayang. Aku sudah melupakan istriku sepenuhnya. Yang ada dalam pikiranku sekarang cuma bagaimana menikmati saat-saat intim ini dan memuaskan Tanti hingga ia hamil.
Aku ambruk di sampingnya. Tanti memelukku mesra. Payudara yang kenyal terasa mengganjal di bahuku. Peluh kami masih bercucuran disertai nafas kami berdua yang masih tersengal-sengal. Kecapekan, kami pun akhirnya tertidur pulas sambil masih berpelukan dengan mesra tanpa ada rasa canggung sedikit pun.
***
Aku tidak tahu sudah berapa lama aku tertidur, sampai kurasakan geli-geli nikmat pada selangkanganku. Kubuka mata, disana kulihat Tanti sedang mengulum dan menjilati penisku seperti makan es krim. Mulai dari biji pelir sampai lubang penisku, tidak luput dari sergapan lidah dan bibirnya. Rasa nikmat segera menjalar di sekujur tubuhku. Penisku dengan cepat mengeras mendapat perlakuan seperti itu. Melihatnya telah siap, Tanti kemudian mengambil posisi jongkok di atas penisku. Sambil mencengkram dan membimbing penisku ke arah lubang cintanya, dia menurunkan pinggulnya perlahan-lahan hingga sedikit demi sedikit penisku menerobos masuk ke dalam lubang cintanya.
Setelah amblas semua sampai biji pelirku menyentuh bibir kemaluannya, Tanti mulai menaik-turunkan tubuhnya pelan-pelan. Aku yang merasa keenakan juga tidak tinggal diam, kuremas-remas pantatnya silih berganti sebelum akhirnya beralih pada buah dadanya. Kupegangi daging kembar itu sementara Tanti bergerak naik turun semakin cepat. Dia juga memutar-mutar pantatnya di atasku, membuat rasa sensualitas pada gairah kami berdua semakin menggelora.
”Mas…” Tanti menunduk untuk merapatkan tubuhnya di atas dadaku. Segera kudekap tubuhnya mesra dan kuciumi bibirnya bertubi-tubi sambil terus memberikan sodokan keras dari bawah.
Menit demi menit berlalu tanpa terasa, masih dengan posisi yang sama, kusetubuhi Tanti sambil terus meremas-remas buah dadanya dengan lembut. Sodokan-sodokan liar, gigitan kecil dan usapan lembut pada sekujur tubuhnya membuatku tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Sodokanku dari bawah dan himpitan selangkangan Tanti dari atas menambah menit akhir orgasmeku kian dekat. Begitu juga dengan Tanti, sepertinya dia juga sudah hampir sampai.
Dengan tubuh saling mendekap erat, kami akhiri persetubuhan siang itu dengan saling mengejang dan mengerang nikmat. Cairan cinta kami menyembur deras untuk sekali lagi bertemu dan mengisi liang rahim Tanti yang kering dan gersang. Setelah semuanya berakhir, Tanti jatuh di sisiku sambil tersenyum penuh kebahagiaan. ”Uhhff, baru kali ini aku merasakan enaknya bercinta,” bisiknya.
”Kalau tahu seperti ini, sudah dari dulu aku entoti kamu, Tan!” sahutku sambil mencium bibirnya.
”Enak aja. Nggak mungkin aku ngasih perawanku sama mas! Jangan konyol.” kata Tanti sambil memukulku pakai guling. ”Ini kan karena aku mau cepet dapat anak, bukan karena aku suka sama mas! Eh, sorry, jangan marah ya!” Tanti tersenyum.
“Mau marah bagaimana, lha wong aku sudah dikasih yang enak-enak!” ucapanku itu disambut dengan lemparan bantal oleh Tanti.
***
Begitulah, selama 2 hari 3 malam, aku menginap di rumah Tanti. Selama itu pula, kuisi terus rahimnya dengan spermaku. Kegiatan kami selain untuk makan dan mandi cuma ngentot, ngentot, dan ngentot. Aku rasanya tidak pernah bosan menyetubuhinya karena tubuh Tanti memang sangat nikmat sekali. Permainannya juga sangat variatif dan penuh kejutan. Segala posisi dan gaya yang kuminta dilakukannya tanpa banyak bertanya. Istriku yang SMS di minggu pagi, cuma kujawab pendek karena saat itu aku sedang asyik menunggangi tubuh bugil Tanti di kamar mandi. Baru saat dia telepon, aku sedikit menghentikan aksiku. Tapi tidak dengan Tanti. Sementara aku menerima telepon, dia menghisap dan mengulum penisku penuh nafsu hingga membuatku sedikit merintih dan mendesis kegelian. Istriku yang curiga bertanya, dan kujawab kalau aku lagi sarapan pake sambel yang sangat pedas. Untungnya dia percaya.
Sehabis dari kamar mandi, Tanti mengajakku ke ruang makan. Disitu kami sarapan dengan tubuh masih tetap bugil. Sambil mengunyah kugerayangi terus tubuhnya. Tanti sempat sedikit protes, ”Udah dong, mas. Nggak bosan apa? Lagi makan nih, nanti kan bisa.” dia kegelian karena kupenceti terus bulatan payudaranya.
Aku tertawa dan meremas payudaranya semakin keras. Setelah itu tanpa perlu repot mencuci tangan, kutindih tubuhnya di atas meja makan, dan sekali lagi kusiram vaginanya dengan spermaku. Tanti geleng-geleng kepala melihat nafsuku. ”Kaya kuda!” begitu komentarnya, jelas sangat menyukainya.
Selanjutnya kami melakukannya lagi di ruang tengah, lalu di kamar saat tidur siang, dan di dapur saat Tanti memasak sore hari. Malam tak perlu diomongkan karena sudah pasti kami melakukannya lagi. Setelah makan dan menonton TV sebentar, kuseret tubuh bugil Tanti ke dalam kamar. Sprei sudah diganti baru karena di permainan terakhir kami, Tanti ’pipis’ banyak sekali hingga tembus sampai ke kasur.
Diawali dengan ciuman dan rabaan mesra, akhirnya kugenjot tubuh mulus Tanti semalam suntuk. Kami hanya tidur sebentar-sebentar, sekedar untuk memulihkan diri. Aku 5 kali orgasme, spermaku sampai tidak kental lagi karena saking seringnya kuperas. Warnanya juga tidak putih lagi, agak sedikit bening. Jumlahnya juga tidak banyak. Sedangkan Tanti, entahlah, 10 kali mungkin, tidak bisa lagi kuhitung karena saking banyaknya. Kami seperti ingin memanfaatkan saat-saat terakhir sebelum perpisahan itu dengan sebaik mungkin, karena jam 3 aku sudah harus balik ke kota S kalau tidak mau telat datang ke kantor.
Waktu sudah menunjukkan pukul 03.10 ketika Tanti mengantarku ke terminal. Kudekap dia erat dan kukecup pipinya sebagai rasa sayang dan terimakasih. Setelah itu kami pun berpisah, Tanti kembali pulang dengan membawa banyak sekali benihku sedangkan aku naik bis AKDP untuk balik ke kota S.
Sampai 2 minggu kemudian, Tanti mengabari kalau dia sudah positif. Aku yakin sekali kalau itu adalah anakku karena banyak sekali spermaku yang kutuang ke dalam rahimnya di pertemuan terakhir kami yang panas dan penuh gairah. Dan asyiknya, Tanti tidak cuma mengabari itu, dia juga mengatakan kalau suaminya akan kembali dinas keluar kota selama dua minggu.
”Main lagi ke rumah, mas. Aku kangen sama mas!” undangnya penuh harap.
”Kangen aku apa kangen kontolku?” tanyaku menggodanya.
Tanti tertawa ngakak sebelum menjawab, ”Kangen dua-duanya!”
”Aku juga kangen kamu.” sahutku.
”Kangen aku apa kangen memekku?” balasnya.
Aku ikut tertawa. Kuperhatikan kalender dan jadwal kerjaku, sepertinya bisa. Kalaupun tidak bisa, akan kuusahakan agar bisa, hehe… siapa juga yang bisa menolak undangan wanita secantik dan semolek Tanti. ”Oke, jemput aku di terminal jumat malam ya?” aku berkata menyanggupi.
”Ok, mas!” jawab Tanti penuh antusias.
Aku segera mengabari istriku kalau minggu depan tidak bisa pulang karena ada ’lembur’. Istriku bisa menerimanya. Dan begitulah, dari perselingkuhan pertama kami hingga kini, telah 4 kali aku meniduri Tanti lagi. Persetubuhan yang awalnya hanya untuk hamil, kini berubah jadi ajang pemuas nafsu masing-masing. Tanti ketagihan dengan permainanku, sedangkan aku menyukai rasa tubuhnya yang hangat dan menggiurkan. Entah kapan kami bisa berhenti? Yang ada malah semakin panas karena seiring jabatan Ferdi yang naik jadi CEO, dia jadi semakin sering pergi ke luar kota, hampir tiap akhir pekan. Dan akibatnya, semakin sering pula kunikmati dan kutiduri istrinya yang cantik dan seksi itu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...