BAGIAN III
CERITA DEWASA - KENIKMATAN WANITA BERUMUR 3 - BU SHANTI, Affairku dengan Budhe Yarmi sudah berjalan hampir sebulan. Selama itu Budhe Yarmi tidak tahu kalau aku juga menjalin affair dengan Mbok Yem. Begitu pula sebaliknya dengan Mbok Yem. Dengan Budhe, aku hanya sebatas oral dan lebih sering kami melakukan di malam hari. Walaupun hanya sebatas oral seks, tapi aku senang karena Budhe sebulan ini terlihat lebih ceria dan menjadi lebih bersemangat. Memang terkadang ingin juga rasanya ngerasain penisku diimpit oleh memek Budhe. Tapi masih dapat kutahan rasa itu, karena aku juga nggak mau merusak suasana hati Budhe yang sedang bahagia. Pernah suatu kali Budhe bilang kalau sekarang dia merasa seolah-olah kembali ke masa-masa di awal pernikahannya dulu dengan Pakdhe. Saat itu gelora diantara mereka sedang tinggi-tingginya. Seiring berjalannya waktu, gelora itu berangsur-angsur terkikis. Ditambah lagi dengan kesibukan almarhum Pakdhe karena sebagai seorang pejabat, dia sering keluar kota. Kemudian penyakit stroke yang diderita Pakdhe membuat kehidupan seks Budhe semakin hampa. Makanya sekarang rasa sayang Budhe kepadaku kurasakan bertambah tiap hari. Budhe mengatakan kalau dia sangat bahagia karena aku membuatnya masih bisa merasakan gelora hidupnya yang lama padam.
Sedangkan dengan Mbok Yem, affairku juga tidak kalah panas. Tiap kali Budhe keluar rumah, Mbok Yem pasti langsung menghampiriku. Mbok Yem tidak lagi pasif. Walaupun tiap kali Budhe masih ada dirumah, Mbok Yem berlagak biasa-biasa. Pernah suatu kali kami melakukannya di tempat cuci di belakang rumah. Siang itu Budhe sedang tidur di kamar karena kecapekan. Kami masih menggunakan pakaian lengkap, Mbok Yem hanya memelorotkan CD-nya sampai lutut. Sedangkan aku juga hanya memelorotkan sedikit celanaku dan dengan menyingkapkan roknya keatas langsung dari belakang kumasukkan penisku ke memeknya. Kami sama–sama berdiri, Mbok Yem dengan sedikit membungkuk menyandarkan tangannya di tembok belakang rumah. Setelah sama-sama mencapai klimaks, kami pun merapikan pakaian dan Mbok Yem melanjutkan kerjaannya. Pernah juga, pagi hari saat Budhe sudah berangkat senam, langsung kutarik Mbok Yem ke kamar mandi. Kamipun melakukannya di kamar mandi dan untuk pertama kalinya aku dimandiin sama Mbok Yem.
Hari ini sabtu, rumah sepi. Tadi malam Budhe kuantar ke Stasiun, karena mau ke tempat Mas Burhan yang istrinya baru melahirkan. Budhe sempat memaksa melakukan oral sebelum kuantar Budhe ke stasiun, katanya untuk sangu seminggu kedepan karena tidak bisa bertemu. Sebelum naik kereta, Budhe titip pesan besok Bu Shanti kerumah mau mengambil bingkisan di kamar Budhe. Hari ini Mbok Yem juga tidak datang, karena saudaranya ada yang mantu. Walaupun kupaksa untuk datang sebentar saja pagi hari, biasa untuk melampiaskan hasrat. Mbok Yem tetap bilang nggak bisa karena memang dia harus ke tempat saudaranya pagi-pagi sekali. Untuk menebusnya, dia bilang hari minggu mau ke rumah meski mungkin agak siang. Yah, akhirnya kini tinggallah aku seorang diri di rumah.
Bangun tidur, selesai sarapan bubur ayam yang lewat depan rumah, aku mencuci mobil Budhe dan sekalian kucuci juga motorku. Selesai mandi aku hanya duduk di ruang tengah nonton TV, sambil baca koran. Aku tak berani keluar rumah karena Budhe pesan kalau Bu Shanti datangnya sebelum jam dua belas. Jam setengah sepuluh ketika lagi asyik membaca koran, kudengar bel rumah berbunyi. Kulihat di luar pagar Bu Shanti berdiri menunggu.
“Sebentar Bu…” teriakku dari dalam dan langsung melangkah keluar.
“Eh… dik Aan, Ibu mau ngambil pesenannya Bu Yarmi,” katanya ketika melihatku berjalan ke arah pintu pagar.
Kubuka pagar dan kupersilahkan Bu Shanti masuk. Hari ini kulihat Bu Shanti datang sendiri tanpa diantar supirnya. Mobil sedannya terpakir didepan.
“Kok tumben nggak dianter Pak Jono Bu?” kataku ketika kami berjalan masuk kerumah.
Aku memang cukup akrab dengan Bu Shanti karena dia sering datang ke rumah. Sempat beberapa kali aku juga ngobrol dengan Pak Jono.
“Ohh… Pak Jono lagi ngantar Bapak ke luar kota,” katanya.
“Ohh… masuk aja Bu,” ajakku.
Kupersilahkan Bu Shanti duduk di ruang tengah, karena saking akrabnya biasanya setiap kali datang kerumah, Budhe mengajak Bu Shanti duduk di ruang tengah. Bu Shanti duduk di sofa dan meletakkan tasnya di atas meja di samping sofa.
“Sebentar Bu, Aan ambil dulu pesenannya Budhe. Mau minum apa Bu?” tanyaku.
“Nggak usah repot-repot An,” katanya.
Setelah kuambil bingkisan di kamar Budhe langsung kuserahkan ke Bu Shanti. Aku duduk di samping Bu Shanti.
“Dibikinin the ya Bu?’ kataku.
“Nggak usah An, kasihan kamu, Mbok Yem kok nggak ada?” katanya.
“Mbok Yem hari ini nggak datang Bu, saudaranya lagi punya acara. Aan ambilin air putih aja kalau begitu ya Bu,” kataku.
Tanpa menunggu jawaban Bu Shanti aku melangkah ke dapur mengambil gelas dan kuisi air putih dari dispenser.
“Silahkan diminum dulu Bu,” kataku sambil meletakkan gelas di samping tas Bu Shanti.
“Terima kasih An, kamu itu lho, dibilangin nggak usah repot-repot kok ngeyel aja,” katanya tersenyum padaku.
Diminumnya sedikit air putih itu.
“Kok kamu dirumah aja An? Nggak jalan-jalan?” Katanya.
“Lagi males Bu, lagian rumah lagi sepi, takut kalau mau ninggalin,” kataku memberi alasan.
“Dikunci aja kan bisa, apa pacarmu nggak ngajak kamu ketemuan?” tannyanya sambil menyilangkan kakinya.
“Belum punya pacar kok Bu,” kataku sekilas memandang paha mulus Bu Shanti yang terlihat.
Bu Shanti hari itu memakai rok hitam sedikit ketat diatas lutut. Atasannya putih tipis menerawang. Samar-samar kulihat BH hitam yang membungkus payudaranya. Bu Shanti bodynya nggak jauh beda dengan Budhe. Malahan sedikit lebih kecil dari Budhe. Usianya baru 45 tahun, wajahnya cantik tapi tegas. Kata Pak Jono supirnya, Bu Shanti galak banget kalau di rumah. Herannya tiap kali ke rumah dan ngobrol denganku, kesan galak itu tidak muncul sama sekali. Terlebih lagi hari ini hanya ada kami berdua, senyumnya terus tersungging di bibirnya. Wajahnya semakin cantik terlihat, karena make-upnya juga hanya tipis-tipis. Pernah suatu kali saat aku menjemput Budhe di tempat senam, hatiku berdesir karena melihat Bu Shanti memakai baju senam yang sangat ketat. Lekukan tubuhnya terlihat jelas, payudaranya tidak kalah besarnya dengan Budhe. Keduanya sama-sama putih terawat, maklum istri-istri pejabat. Pikiran kotorku saat itu langsung bergejolak. Karena Budhe juga memakai baju senam ketat. Kubayangkan bagaimana rasanya menikmati kedua tubuh indah itu sekaligus bersamaan. He… he….
“Hi… hi…. Nggak usah malu gitu. Anak nggantheng kayak kamu pasti pacarnya banyak?” katanya sambil tertawa kecil.
Bangga rasanya dibilang wajahku nggantheng.
“He… he… beneran kok Bu, belum ada yang cocok,” kataku cengengesan.
“Lha yang cocok tuh yang gimana?” katanya memancingku.
“Eh… nggak tahu Bu, pengennya sih yang cantik, putih dan baik kayak Bu Shanti. He… he….”
“Kamu itu, ditanyain beneran malah bercanda,” katanya tersipu.
“Lho? Ini juga beneran Bu…” kataku tersenyum nakal.
“Udah ah, makin ngaco aja kamu. Aku numpang ke kamar mandi,” katanya bangkit dari duduknya.
Keluar dari kamar mandi, Bu Shanti mengambil tasnya dan bersiap-siap mau pergi.
“Sudah mau pulang Bu? Kok buru-buru?” tanyaku.
“He eh… sebenarnya juga nggak ada kerjaan, paling-paling ke salon daripada bingung mau kemana,” kata Bu Shanti.
“Disini aja Bu, nemenin Aan,” kataku.
“Hii… hi…. Udah gede kok minta ditemenin, kalau disini bisa bahaya… hi… hi…” katanya tersenyum penuh arti padaku.
“Bahaya gimana Bu?” kataku sambil memegang tangannya mencegah Bu Shanti untuk pergi.
“Kan rumah kamu sepi, bisa-bisa nggak ku.. ku..”
Dengan berani kutarik tangan Bu Shanti sampai ia jatuh terduduk di sofa.
“Eit…. Eh… nakal kamu ya…” katanya.
Kupeluk Bu Shanti dari belakang, kudekatkan mulutku di dekat kupingnya. Bau harum rambutnya tercium di hidungku.
“Ee… Bu Shanti cantik banget…” bisikku di kupingnya.
“Eeghh…. Geli An…” katanya.
Ku ciumi telinga Bu Shanti dan kusibakkan rambutnya ke samping. Tengkuk Bu Shanti yang putih langsung kucium lembut.
“Eeggggghhh……” desah Bu Shanti.
Kupeluk Bu Shanti semakin erat dan kurasakan tidak ada perlawanan dari Bu Shanti. Kepalanya menengadah keatas, lehernya yang putih seakan-akan menantangku. Tanganku bergerak ke atas, kuremas payudara Bu Shanti.
“Uughhhh…..” Bu Shanti mendesah pelan.
Tangannnya memegang pahaku. Tubuhnya lemah menyandar ke dadaku. Ku buka kancing blus Bu Shanti sampai terlepas semua. BH hitamnya yang dari tadi terlihat menerawang di balik blusnya terlihat terlalu sempit untuk menampung payudaranya yang besar. Kuremas-remas payudaranya yang masih terbungkus BH.
“Aaghhhh…. An…” katanya mendesah.
Ciumanku di tengkuknya tidak berhenti. Lehernya yang menantang juga tidak luput menjadi sasaranku. Kusingkapkan BH-nya keatas sampai putingnya yang hitam terlihat. Dengan kedua tanganku kumainkan kedua putting Bu Shanti. Kedua tangan Bu Shanti memegang tanganku, seakan-akan memintaku meremas payudaranya lebih keras. Kemudian kulepas blusnya dan kubalikkan badannya menghadapku. Kucium bibirnya dengan penuh nafsu.
“Mmmppffff….. Aaannn…..” Bu Shanti mendesah panjang.
Kulumat bibirnya, dan kumasukkan lidahku ke mulutnya.
“Mmm…..” desahku.
Bu Shanti melepas BH-nya. Payudaranya yang besar menggantung masih cukup kencang. Kumainkan putingnya dengan lidahku sedangkan tanganku meremas-remas yang satunya.
“Mmmfff……” Desahan Bu Shanti terdengar penuh nafsu.
Kurebahkan Bu Shanti di sofa, kulepaskan roknya. Memeknya menggembung di balik CD hitamnya yang terlihat basah di tengah. Pelan-pelan kutarik CD-nya ke bawah sampai terlihat. Bu Shanti kini telanjang bulat di hadapanku. Pandanganku penuh nafsu terarah ke memeknya. Rambut di sekitar memeknya hanya sedikit. Rupanya Bu Shanti rajin untuk merawat barang pribadinya itu. Kuciumi dan kubuka lebar-lebar pahanya, terus keatas sampai hidungku menyentuh memeknya. Aroma khas dari memeknya tercium keras.
“Egghhhhhh…… eggghhhhhh…..” rintih Bu Shanti ketika lidahku mulai menerobos masuk ke memeknya.
“Terusss…. An….” Desahnya, tangannya menekan kepalaku masuk lebih dalam ke selangkangannya.
Aku sediit kesulitan bernafas, karena tekanan tangan Bu Shanti makin keras karena nafsunya yang sudah terangsang.
“Ugghhhhh…. Ughhhhhh…. Ugghhhhh…..” Bu Shanti mendesah keras.
Kumainkan ‘itil’nya yang mengeras dengan lidahku. Tubuh Bu Shanti tambah menggelinjang, tangannya semakin menekan lebih keras. Kemudian kutarik lidahku dari memeknya, kugantikan dengan jari tengahku. Jariku menerobos masuk ke lubang memeknya yang sudah sangat basah.
“Ugghhhh………” desahnya panjang.
Kemudian ‘itil’nya kujilati dengan lidahku sembari tanganku mengocok-ngocok lubang memeknya. Bu Shanti semakin menggelinjang liar. Nafasnya memburu tangannya kini hanya memegang kepalaku dan membelai rambutku.
“Egghhhh.. tee…ruuus… Aaan….” Rintihnya.
“Aannn…. Maauu… keluaaar….” Desahnya.
Pahanya menjepit kepalaku, tubuhnya bergetar keras dan kepalaku ditekannya kembali dengan tangannya.
“Aaaaaagggghhhhhh……………..” Bu Shanti mendesah panjang.
Tubuhya terus bergetar merasakan klimaks. Cairan dari dalam memeknya seakan-akan tidak pernah berhenti keluar. Akhirnya tubuhnya tenang kembali dan jepitan pahanya mengendur. Kemudian ditariknya aku dan didudukkan di sofa. Dipelorotkan celanaku sekalian dengan CD-nya. Dia berjongkok di bawahku, dielus-elusnya penisku yang kini tegak mengacung ke udara.
“Mmmm…. Punyamu besar dan panjang An…” katanya tanpa menatapku.
“Mmmppff…” Aku hanya menjawab dengan desahan karena sentuhan jari lembut Bu Shanti semakin membuatku terangsang.
Kemudian kepala penisku dimasukkan ke mulutnya, tangannya mengelus-elus buah zakarku. Dikulumnya penisku bagaikan mengulum es krim. Bu Shanti sangat lincah melumat penisku yang semakin membesar di dalm mulutnya. Kepalanya bergoyang-goyang dan tangannya mengocok-ngocok penisku lama-lama makin cepat.
“Egggghhh… Ugghhhhh…… terus Bu….” Desahku dengan mata terpejam merasakan kenikmatan yang tiada tara.
“Mmmppfff…….” Mulutnya yang penuh dengan penisku hanya mendesah.
“Uggghhhh…..” rintihku.
Kemudian didorongnya aku bersandar di sofa, dan dia naik ke pangkuanku. Dipegangnya penisku yang tegang banget dan diarahkan ke lubang memeknya.
“Ugghhhhhh…….” Desahnya panjang ketika kepala penisku mulai menerobos masuk ke lubang memeknya.
“Ugggghhhh…. Aku juga mendesah.
Penisku merasakan kehangatan memek Bu Shanti. Tak lama penisku sudah masuk sepenuhnya ke dalam lubang memek Bu Shanti. Dia terdiam sebentar.
“Ugghhhh…” desahnya dengan mata terpejam.
Di tumpukan tangannya di pundakku dan dia mulai bergoyang diatas pangkuanku. Memeknya menjepit penisku. Payudaranya menggantung di dadanya. Kuremas keduanya dengan tanganku, Bu Shanti semakin mempercepat goyangannya. Kemudian Bu Shanti mengangkat sedikit pantatnya dan kini dia bergerak naik turun diatas pangkuanku. Payudaranya bergoyang-goyang seiring gerkan pinggulnya yang naik turun diatas pangkuanku.
“Aggh… Uggghhhh… enak banget penismu……” katanya meracau.
“Egggghhh…. Terus Bu….” Aku hanya bisa mndesah nikmat.
Kugerakkan pinggulku mengimbangi gerakan pinggul Bu Shanti. Bu Shanti semakin cepat bergerak naik turun.
“Aghhh… Eghhhhh….. Eghhhhh…. Egghhhhhh…….” Desahnya.
Kemudian tubuhnya bergetar lagi dan memeknya menjepit kencang penisku.
“Aaghhhhhhh….. Aaaaaahhhhhh… Aaaghhhhhh…..” Jeritnya merasakan orgasme lagi.
Penisku semakin dijepitnya, dan dia sudah tidak bergerak lagi. Kepala Bu Shanti terkulai lemah di dadaku dan kutekan pantatnya supaya penisku semakin dalam menghujam di dalam memeknya. Kurasakan tubuhnya berhenti bergetar tapi nafasnya masih tidak karuan iramanya.
“Egghhhh….” Desahnya mencoba mengatur kembali nafasnya.
Kemudian tanpa melepaskan penisku dari dalam memeknya, kubalikkan tubuh Bu Shanti sehingga dia kini ada dibawahku. Kuangkat kedua pahanya tinggi-tinggi dan kuletakkan di pundakku. Kugerakkan pinggulku naik turun sampai bisa kulihat penisku menghujam memeknya.
“Uuggghhhhh…. Enak An…. Teruuuusss….” Katanya.
“Eggghhhh…… eghhhh…..” desahku seiring gerakan pinggulku yang makin cepat.
Matanya terbuka menatapku penuh nafsu. Bibirnya sedikit terbuka mencoba tersenyum kepadaku. Desahan kami saling bersahut-sahutan diiringi dengan suara pinggulku yang bertemu dengan pantatnya.
“Uggghhh… ughhhhhh…. Ughhhhhh… ugghhhhh….” Desahnya.
“Egghhh…. Ughhhhh……” desahku.
Cukup lama kuhujamkan penisku di dalam memeknya sampai kurasakan penisku sudah penuh. Kupercepat gerakan pinggulku.
“Egghh…. Agghhh……. Mau keeluuuaaaarr… Buuu….” Desahku panjang.
“Ugghhhhh….. aku jugaaa….” Desahnya.
Tangannya memegang pantatku dan menekanku seakan-akan tidak mau aku melepaskan penisku dari dalam memeknya. Kemudian kepala penisku berdenyut-denyut dan akhirnya kutumpahkan spermaku di dalam memeknya.
“Aaaaaggggghhhhhhhhh……….” Aku mendesah panjang, penisku kutekan ke dalam memeknya dan kumuntahkan seluruh isinya.
“Aaaaagghhhhhhhh…..” Bu Shanti juga mendesah karena dia juga sama-sama mencapai orgasmenya.
Aku berhenti bergerak, penisku masih berdenyut-denyut menumpahkan isinya. Lubang memek Bu Shanti terasa banjir, karena Bu Shanti juga mengeluarkan cairannya dari dalam memeknya. Sampai akhirnya kurasakan penisku berhenti berdenyut dan tubuhku terkulai lamas di atas tubuh Bu Shanti. Kami berdua mengatur nafas. Aku masih sedikit terengah-engah sedangkan Bu Shanti juga masih menderu nafasnya.
“Uggh…” desahku ketika kucabut penisku dari dalam memeknya.
Kurebahkan tubuhku di samping Bu Shanti yang terkulai lemas. Kepalanya menoleh kearahku dan dielus lembut pipiku. Dia tersenyum padaku dan mengcup lembut bibirku.
“Mmm… makasih ya An.. kamu pinter banget muasin aku….” katanya lembut.
Kepala kami berhadap-hadapan. Kuelus rambutnya yang lurus. Kukecup bibirnya.
“Ee…. Ibu juga…..” kataku.
“Pasti udah sering ya? Sama siapa An? hi.. hi…” katanya menggodaku sambil tertawa kecil.
“Eh.. eh….” Aku gelagapan nggak bisa menjawab.
“Hi… hi….. Nggak usah dijawab An…” katanya meletakkan kepalanya didadaku.
Kubelai rambutnya dengan lembut.
“Ehh… Bu Shanti….” Kataku sedikit gugup.
“Heh… apa sayang…” katanya menengadahkan kepalanya.
“Eng…. Makasih ya Bu….” Kataku kebingungan mencari kata-kata.
“Hi… hiii…. Iya sayang… tapi kamu masih mau bertemu aku lagi kan? Takutnya abis ini kamu menjauhi aku….” katanya menatapku lekat-lekat.
“Ya masih mau dong sayang…. He… he…. Bolehkan manggil sayang?” kataku.
“Hii… hi… tapi kalau kita lagi berduaan aja ya…. Hi… hi….” Katanya tersenyum, “Udah ah… sudah siang….”
Dia bangkit dari sofa dan mengambil pakaiannya terus lagsung ke kamar mandi. Aku juga ke kamar mandi didalam kamarku membersihkan penisku. Setelah berpakaian, aku keluar kamar. Kulihat Bu Shanti yang sudah berpakaian sedang merapikan rambutnya. Dia tersenyum ketika melihatku. Aku duduk disamping Bu Shanti yang kemudian merapikan make-up di wajahnya.
“Kapan Budhemu pulang An?” tanyanya sambil mengusapkan bedak di wajahnya.
“Nggak tahu, minggu depan kali,” jawabku.
“Aku balik dulu ya… jangan nakal lho di rumah… he… he…” katanya kemudian mengecup pipiku.
Aku hanya tersenyum dan kuantar Bu Shanti kedepan. Sebelum kubukakan pintu depan, kupeluk dia dan kucium bibirnya.
“Mmmmm…. Buat sangu… he… he….” Kataku.
“Ah… kamu ini…. Udah ah, lama-lama nggak jadi pulang nih…” katanya manja.
“Ya udah disini aja sayang….” Kataku mengecup bibirnya lagi.
“Huuu…” katanya mendorongku.
Kubukakan pintu depan dan kuantar Bu Shanti sampai ke mobilnya. Kubukakan pintu mobilnya.
“Makasih sayang….” Katanya pelan, takut kedengaran tetangga.
Dinyalakan mobilnya, sebelum menutup pintu mobilnya dia masih sempat menggodaku.
“Sstttt….” Katanya.
Sambil menoleh kekanan kiri, pandangan matanya diarahkan ke bawah. Aku ikuti arah pandangannya. Kemudian tiba-tiba Bu Shanti menarik roknya keatas, Paha putihnya terlihat jelas. Ditariknya terus roknya, sampai CD hitamnya terlihat. Kemudian dia menutup pintu mobil sambil tertawa-tawa.
“Bye… honey….” Katanya saat menutup pintu.
Aku baru tersadar dari kagetku, ketika kulihat mobilnya pelan-pelan berjalan meninggalkan aku. Sialan, bikin pengin aja pikirku. Kemudian akupun masuk kembali kerumah. Tak lama kemudian Anto datang. Sore hari kami jalan-jalan ke Mall, cuci mata. Tapi pikiranku masih terbayang-bayang kejadian tadi siang. Gak sabar rasanya mengulangi lagi. Waduh sampai lupa nanyain, kapan Bu Shanti mau ketemu lagi pikirku.
CERITA DEWASA - KENIKMATAN WANITA BERUMUR 3 - BU SHANTI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar