Pada saat aku bekerja di sebuah perusahaan besar dikawasan kota Denpasar
yang bergerak di bidang penjualan mobil-mobil baru kira-kira tiga tahun
yang lalu, disanalah aku kenal banyak wanita-wanita cantik yang hampir
setiap hari aku jumpai. Mulai dari wanita yang keibuan sampai dengan
wanita yang haus akan kebutuhan laki-laki.
Ketika aku hendak
pulang dari kantor, kira-kira pukul 05.00 WITA, datang sepasang suami
istri yang bermaksud untuk melihat mobil baru yang dipajang di dalam
ruang pameran. Kemudian setelah kami berbincang-bincang agak cukup lama,
akhirnya Bapak Lilis dan Ibu Lilis menyepakati untuk membeli satu unit
mobil keluaran terbaru dan saya berjanji untuk mengirimkannya pada esok
hari.
Hari Sabtu kira-kira pukul 10.00 WITA, sesuai dengan janji
saya untuk mengirimkan satu unit mobil ke Bapak Lilis. Dengan seorang
sopir perusahaan, lalu saya bergegas meluncur ke rumah Bapak Lilis.
"Selamat Pagi.., Bapak Lilis ada..?" tanyaku kepada pembantunya yang membukakan pintu depan rumah Bapak Lilis.
"Bapak sedang jemput tamunya di Airport. Maaf bapak siapa..?" tanya pembantunya sambil memperhatikan aku.
"Saya
Dimas.. Dari xx Company mau hantarkan Mobil baru untuk Ba..?" belum
sempat habis keterangannku kemudian Ibu Lilis datang dari arah tangga
rumahnya.
"Ooh.. Bapak Dimas.. Mari masuk..?" sahut Ibu Lilis mempersilahkan aku masuk ke ruang tamunya.
Dengan
pakaian senam yang masih menempel ditubuh Bu Lia sambil menyeka
keringat dengan handuk putihnya nampak sexy sekali dan tampak lebih muda
dari usianya. Yang aku perkirakan umurnya tidak lebih dari 32 tahun.
Sementara itu pembantunya diberi kode untuk membuatkan aku dan sopirku
suguhan orange juice, lalu Ibu Lilis masuk ke kamarnya untuk mengganti
pakaian.
"Sesuai dengan permintaan Bapak dan Ibu, ini kami
kirimkan mobil sesuai dengan warna yang Ibu minta kemarin dan tolong di
cek keadaan mobil sekaligus nanti akan saya perkenalkan cara pemakaian
berikut dengan garansinya."
Dengan penuh teliti Ibu Lilis memperhatikan unit mobinya sambil minta pengarahan mengenai spec mobilnya.
"Dari
cara Ibu pegang persenelingnya, nampaknya Ibu sudah berpengalaman naik
Mobil. Hanya saja untuk melepas hand rem-nya Ibu tekannya kurang keras.
Jadi hand rem-nya nggak bisa turun. Maklum mobil baru Bu..!" jawabku
menjawab pertanyaan Ibu Lilis. Yang ternyata jawabanku membuat wajah Ibu
Lilis memandangiku serius.
"Saya merasa nyaman duduk di mobil
ini, dan bagaimana kalau saya coba dulu, tapi tolong ditemani ya.. Agak
takut juga soalnya mobil baru..?" pinta Ibu Lilis dengan suara khasnya.
"Jangan khawatir Bu, mobil ini bergaransi tiga tahun dan saya siap menemani Ibu untuk mencobanya."
Dalam
perjalanan mengitari pantai di Kuta akhirnya obrolanku dengan Ibu Lilis
semakin akrab. Dan aku menawarkan ke Ibu Lilis untuk membeli variasi
dan acesoris untuk mempercantik mobilnya.
"Nanti mobil ini kan..
Dipakai ibu sendiri.., jadi tinggal tambah sedikit acesoris, saya yakin
penampilan Mobil ini sama cantiknya dengan penampilan yang
mengendarainya."
Dengan senyumannya yang susah untuk diartikan
akhirnya Ibu Lilis mempertimbangkan penawarannku. Aku berharap Ibu Lilis
menyetujui ideku, sebab aku bisa lebih banyak cerita dan mendapat fee
dari pembelian acesoris di toko langgananku.
Seperti biasa kalau
pada hari senin biasanya orang-orang malas untuk bekerja, demikian juga
denganku. Karena hari minggu kemarin seharian aku di kampung karena ada
upacara Agama, dan sangat melelahkan untuk kembali ke Denpasar sebab
jarak kampungku dengan tempat aku bekerja di Denpasar cukup jauh.
Kira-kira dua jam baru sampai. Dan pada hari senin itu aku mendapat
telpon dari temanku dan katanya ada seorang wanita yang nunggu aku di
counter. Kemudian aku bergegas turun dari ruanganku di lantai atas.
"Oh.. Ibu Lilis.. Selamat pagi.. Apa khabar..?" tanyaku kepada Ibu Lilis dengan perasaan kaget dan khawatir.
Kaget
karena Ibu ini tidak menelpon aku terlebih dahulu kalau dia mau ke
kantor, dan khawatir kalau mobil yang aku kirim hari Sabtu bermasalah.
"Baik..!" jawab Ibu Lilis singkat.
"Bisa
saya bantu Bu.." tanyaku ke Ibu Lilis sambil memperhatikan pakaian yang
menempel cocok dengan tubuh Ibu Lilis yang seperti foto Model iklan.
Sungguh anggun dengan kaca mata merek Versace yang siselipkan diantara
rambutnya yang disemir merah keemasan. Wajah yang cantik sesuai dengan
pakaian feminim layaknya seperti wanita karir dengan rok mini-nya
terlihat jelas bulu halus tertata rapi dikakinya.
"Begini Pak
Dimas.. setelah saya pikir-pikir kemarin mengenai pemasangan dan
pembelian acesoris, saya memutuskan untuk mengikuti saran dari Bapak
Dimas. Jadi hari ini saya datang kesini untuk menjelaskan itu dan saya
berharap kalau Bapak tidak ada jadwal atau acara, biar Bapak Dimas yang
mengantarkan saya ke toko variasi langganan Bapak". Pinta Ibu Lilis.
"Kebetulan
hari ini saya tidak ada jadwal, jadi saya siap untuk mengantarkan Ibu.
Tapi tolong jangan resmi gitu manggil saya Bapak. Panggil saya Dimas aja
Bu.. Ya..?" pintaku kepada Ibu Lilis karena aku merasa risih dipanggil
Bapak. Karena umurku masih 30 tahun dan dibawah umur Ibu Lilis.
Karena
cukup lama pemasangan acesoris yang dilakukan oleh sebuah toko variasi,
maka kesempatan itu aku pakai ngobrol dengan Ibu Lilis yang aku baru
tahu kalau Ibu Lilis mempunyai perasaan yang sama untuk mencapai satu
tingkatan arti dari sebuah pertemuan yang membawa aku dan Ibu Lilis ke
sebuah episode kisah romantisme yang sulit untuk dilupakan sampai akhir.
Setelah
mobil selesai terpasang, aku dan Ibu Lilis keluar dari toko variasi dan
Ibu Lilis mengajakku untuk makan siang bersama di sebuah restoran.
Namun aku halangi ke tempat restoran yang Ibu Lilis tunjukkan.
"Saya
punya teman baru buka restoran.. bagaimana kalau kita kesana untuk
mencoba menu barunya. Barangkali ada yang istimewa disana..?" kataku
sedikit bohong karena restoran yang aku sebutkan diatas adalah restoran
dengan hotel yang biasa aku pakai untuk kencan dengan mantan pacarku
dulu.
Selagi makan siang, aku kasih kode kepada waiters untuk
memesan kamar. Ketika Ibu Lilis membayar Bill-nya ke Kasir, aku ambil
kunci kamar no 102 untuk short time.
"Bu.. Karena baru jam 02.00
bagaimana kalu kita ngobrol lagi di sebelah restoran ini.?" Tanpa sempat
bertanya tangan Ibu Lilis sudah aku gandeng untuk masuk kamar 102.
"Dimas.. Kamu nakal ya..?" demikian tanya Ibu Lilis.
"Sedikit Bu.. Tapi asyik kalau kita ngobrol nggak dilihat orang-orang disekitar." jawabku mengalihkan perhatiannya.
Sambil
kusentuh halus jari jemarinya sebab menurut pengalamanku orang yang
berbintang virgo seperti Ibu Lilis ini, rangsangan plus-nya ada di
telapak tangan selain rangsangan bagian lainnya yang umum dipunyai
seorang wanita.
"Mmmh kamu romantis ya Dim..?" tanya Ibu Lilis
mungkin karena rambut yang terurai rapi sebahu itu aku sentuh dengan
tanganku lalu aku cium rambutnya yang harum bak kembang setaman yang
membuat bibir Ibu Lilis berkata seperti itu.
"Terus terang aku paling
senang memperlakukan wanita seperti ini Bu.. Tanpa dibuat-buat. Walau
kadang pendapat orang bilang kalau sudah ketemu wanita cantik pasti
nafsunya yang nomer satu. Tapi bagiku, perasaan yang muncul dulu baru
nafsu. Sebab dulu aku pernah satu kali ke lokalisasi dengan nafsu namun
rasanya hambar. Nikmatnya hanya sekejab. Lain dengan perasaan. Begitu
mempesona dan mengasyikkan. Atau.. Ibu mau membedakan mana perasaan dan
mana nafsu..?" tanyaku sambil melirik matanya di sela rambut yang
tersingkap oleh hembusan angin AC di ruangan 102.
Ketika pikiran
Ibu Lilis masih menerawang jauh, kudekatkan bibirku dengan bibir
sensualnya Ibu Lilis dan mulai terasa hangat ketika lidah kami saling
sedot dan bermain-main. Kemudian pelan-pelan aku lepas ciumanku untuk
mengambil dua irisan mentimun yang aku ambil ketika aku makan siang
tadi. Kusuruh Ibu Lilis untuk memejamkan matanya. Agar aku bisa taruh
irisan mentimun layaknya seperti orang facial.
"Setelah saya
tutup mata Ibu.. sekarang tolong fokuskan pikiran Ibu kepada satu tujuan
dan pikirkan seolah-olah Ibu sedang mandi mengenakan kain sutra tipis
di sebuah sungai yang airnya bersih, tenang, dan damai. Disaat Ibu mandi
itu.. Pikirkan bahwa ada laki-laki datang [Dimas] menghampiri Ibu
berbisik mesra dan mencium leher dan bibir ibu kemudian melepaskan kain
sutra yang ibu kenakan [dan aku buka pakiannya], kemudian menjilati
seluruh anggota tubuh Ibu satu-demi-satu mulai dari jari kaki Ibu, betis
Ibu, paha mulus Ibu, pusar Ibu, puting susu ibu sampai ketitik
rangsangan yang paling didamba kaum laki-laki yaitu kemaluan Ibu yang
merah delima."
Seperti ada yang menggerakkan, tubuh Ibu Lilis bergerak halus mengikuti irama jilatanku.
"Ohh.. Shhshh..?" Suara Ibu Lilis bergairah.
Dan
memang aku sengaja bercerita fantasy seperti itu, Agar permainannya
nanti lebih nikmat dan menjiwai. Kemudian kedua kaki Ibu Lilis aku
angkat pelan, kuamati gumpalan kecil diantara rambut yang tertata rapi
disela selangkangannya, kuautr lidahku agar bisa masuk ke lubang vagina
Ibu Lilis, dan terasa sekali bau khas kemaluan wanita yang membuat aku
tambah bergairah. Kubiarkan kedua tangan Ibu Lilis meremas rambutku,
kubiarkan kedua paha Ibu Lilis menjepit kepalaku pertanda bahwa gairah
nafsu Ibu Lilis sudah mulai naik. Hingga mata Ibu Lilis yang masih
terpejam dan tertindih irisan mentimun itu dibukanya sendiri. Karena tak
kuasa menahan geli.
"Uhh.. Terus sayang.. Aku menikmatinya..!
ohh.. Jangan di lepas..!" Kata Ibu Lilis memintaku untuk tidak
melepaskan jilatanku. Kemudian tubuhku aku balik mendekati wajah Ibu
Lilis dan tanpa dikomando kemaluanku sudah dipegang tangan kirinya dan
dengan gerakan maju mundur mulutnya telah mengulum Penisku yang sudah
menegang itu.
"Auchh.. Sedot terus Bu..? Pintaku dengan nafas mulai nggak teratur.
"Say.. Please..?" Suara Ibu Lilis penuh gelora nafsu meminta penisku untuk dimasukkan.
Pelan dan pasti kumasukkan penisku ke lubang vagina Ibu Lilis yang masih rapet.
"Ochh.. Mmhh..?" desah Ibu Lilis sambil menggigit bibir sensualnya menahan geli.
Dengan
gerakan pelan-cepat-pelan-cepat membuat mata Ibu Lilis merem melek
seperti orang kelilipan. Sedikit demi sedikit pantat Ibu Lilis mulai dia
goyangkan mengikuti irama gerakanku. Sekali-sekali gerakannya diatur
sedemikian rupa sehingga membuat penisku seperti dijepit vaginanya.
"Ohh.. Sayang.. Aku mau seperti ini terus..?" pinta Ibu lilis sambil mendekap erat tubuhku yang sudah mulai berkeringat.
"Aku juga..!" kataku menahan geli.
Aku
pompa terus kemaluanku, lalu kumiringkan badanku sehingga tubuhku dan
tubuh Ibu Lilis sama-sama miring. Kusuruh tangan kiri Ibu Lilis untuk
mengankat dan memegang paha putihnya, kemudian puting susu yang
bentuknya seperti belum pernah di sedot orang lain, aku gigit kecil dan
kujilati sampai putingnya menegang. Sementara tangan kananku [jari
tengah] kumainkan di daerah klitoris kemaluan Ibu Lilis. Terlihat tubuh
Ibu lilis bergetar menahan geli yang teramat nikmat.
"Sayang..
Aku geli sekali.. Seperti.. Ochh!" tidak sempat Ibu Lilis melanjutkan
percakapannya karena spermanya keburu muncrat dan membasahi kemaluan dan
buah pelirku.
"Ochh.. Ssshh..!!" suara terakhir Ibu Lilis melepaskan cengkeraman tangannya di bahuku.
"Seperti
apa..?" tanyaku melanjutkan pertanyaan Ibu Lia yang belum sempat Dia
jawab karena spermanya keburu keluar. Dan pinggangku dicubitnya genit.
"Seperti.. Ochh.. Aku geli lagi sayang.. Puasin aku sekali lagi?" pinta Ibu lilis meminta untuk kedua kalinya.
Dengan
gairah yang menggebu-gebu, kuubah-ubah posisiku agar Ibu Lilis nggak
merasa bosan. Aku ulangi lagi genjotanku sampai tubuh Ibu Lilis
menggeliat seperti cacing kepanasan. Untuk kedua kalinya kulihat tubuh
Ibu Lilis seperti orang kejang-kejang. Pantatku ditekannya, sementara
bibirnya mendesah sambil menjilati kedua sisi bibirnya yang terbungkus
lipstik merah terang.
"Yang.. Kita keluar sama-sama yuk..?" kata Ibu Lilis.
"Ya.. Sebentar lagi spermaku mau keluar. Ibu rasakan nggak kontolku semakin menegang.?" jawabku.
"Oh.. Iya.." sahut ibu Lia sambil melihat kemaluanku dan kemaluan Ibu Lilis yang tengah beradu untuk mencapai titik kenikmatan.
"Ochh..
Sshh.. Ochh" sengaja kudekatkan desahanku ke telinga ibu lilis. Saat
itu juga telinga Ibu Lilis yang bersih, aku gigit nakal dan dengan
lidahku aku jilati lubang telinganya sampai kepala Ibu Lilis
geleng-geleng kegelian.
"Auchh.. Ouchh.. Crot.. Crot.. Crot.. Ouchh..!"
"Uachh.. Gila.. Ouchh.." akhirnya aku dan Ibu Lia sama-sama mengeluarkan sperma yang keluar dari kemaluan kami masing-masing.
Setelah
cukup lama permainan ngesek itu berlangsung, kemudian aku dan Ibu Lilis
bergegas meninggalkan kamar hotel yang banyak memberiku pengalaman
bercinta. Demikian juga petualanganku dengan Ibu lilis yang terus
berlanjut sampai satu tahun, tanpa hambatan berarti.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar