Ini pengalaman kencan seksku sebelum aku mengenal internet, tepatnya
ketika aku masih duduk di bangku SMA. Sedang teman kencanku adalah
seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang baru dan masih
lajang. Saat itu umurku masih menginjak 19-20 tahun. Sedang guru lukisku
itu adalah guru wanita paling muda, baru 25 tahun. Semula aku
memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid kepada gurunya. Tapi
semenjak kami akrab dan dia mengajariku making love, lama-lama aku
memanggilnya dengan sebutan Mbak. Tepatnya, Mbak Yani. Mau tahu
ceritanya?
*****
Sore itu ada seorang anak kecil datang
mencari ke rumah. Aku diminta datang ke rumah Mbak Yani, tetangga
kampungku, untuk memperbaiki jaringan listrik rumahnya yang rusak.
"Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Mbak Yani," ujar anak SD tetangga Mbak Yani.
Dalam
hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru seni lukis itu rupanya
makin lengket denganku. Aku sendiri tak tahu, kenapa dia sering minta
tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas, semenjak
dia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di
semak-semak hutan, Mbak Yani makin sering mengajakku pergi. Dan sore ini
dia memintaku datang ke rumahnya lagi.
Tanpa banyak pikir aku
langsung berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Maklum, rumahnya
terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku. Setibanya di rumah Mbak
Yani, suasana sepi. Keluarganya tampaknya sedang pergi. Betul, ketika
aku mengetuk pintu, hanya Mbak Yani yang tampak.
"Ayo, cepet
masuk. Semua keluargaku sedang pergi menghadiri acara hajatan saudara di
luar kota," sambut Mbak Yani sambil menggandeng tangganku.
Darahku
mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Yani. Betapa tidak, pakaian
yang dikenakan luar biasa sexy, hanya sejenis daster pendek hingga
tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.
"Anu, Bud..
Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang konslet. Tolong
betulin, ya.. Kau tak keberatan kan," pinta Mbak Yani kemudian.
Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.
"Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib."
Aku
hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan kabel,
akhirnya aku memutuskan untuk memanjat atap kamar melalui ranjang. Tapi
aku tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa. Yang jelas, aku
sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya, ketika aku
menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet. Semuanya
beres. Kemudian aku pindah ke kamar sebelah. Aku juga tak bisa menemukan
kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, sampai akhirnya
aku harus meneliti kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar yang
dipenuhi dengan aneka lukisan sensual. Celakanya lagi, ketika hari telah
gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah Mbak
Yani tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah
senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.
Lebih celaka
lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero kota. Tidak-bisa tidak,
aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan pekerjaan itu besok
pagi.
"Wah, maaf Mbak aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku
pikir, kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku
harus bawa tangga khusus," jelasku sambil melangkah keluar kamar.
"Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu," balas Mbak Yanti, "Itu es tehnya diminum dulu."
Sementara
menunggu hujan reda, kami berdua bercakap-cakap berdua di ruang tengah.
Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami tukar, termasuk
hubunganku dengan Mbak Yani selama ini. Mbak Yani juga tidak ketinggalan
menanyakan soal puisi indah tulisannya yang dia kirimkan padaku lewat
kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.
Entah bagaimana awalnya,
tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra dan menjurus ke arah yang
menggairahkan jiwa. Bahkan, Mbak Yani tak segan-segan membelai wajahku,
mengelus telingku dan seterusnya. Tak sadar, tubuh kami berdua jadi
berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan yang cukup berarti untukku.
Apalagi setelah dadaku menempel erat pada payudaranya yang berukuran
tidak begitu besar namun bentuknya indah dan kencang. Dan tak ayal lagi,
penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku tak sadar, bahwa aku sudah
terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun hawa nafsu birahi yang
mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal sehatku. Mbak Yani sendiri
juga tampaknya memiliki pikiran yang saja. Ia tidak henti-hentinya
mengulumi bibirku dengan nafsunya.
Akhirnya, nafsuku sudah tak
tertahankan lagi. Sementara bibirku dan Mbak Yani masih tetap saling
memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh guru sekolahku itu. Kujamah
gundukan daging kembar yang menghiasi dengan indahnya dada Mbak Yani
yang masih berpakaian lengkap. Dengan segera kuremas-remas bagian tubuh
yang sensitif tersebut.
"Aaah.. Budi.. Aah.." Mbak Yani mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.
Mengetahui
Mbak Yani tidak menghalangiku, aku semakin berani. Remasan-remasan
tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh suatu kenikmatan
yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda kembar indah nan
kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui kain blus yang dikenakan Mbak
Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu menggiurkan itu. Tubuh
Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.
"Uuuhh.. Mbak.." Aku mendesah saat merasakan ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.
Penisku
pun bertambah menegang akibat sentuhan tangan Mbak Yani ini, membuatku
bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol. Mbak Yani
juga merasakannya, membuatnya semakin bernafsu meremas-remas penisku itu
dari balik celana panjangku. Nafsu birahi yang menggelora nampaknya
semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami melupakan
hubungan kami sebagai guru-murid.
"Aaauuhh.. Bud.. Uuuh.." Mbak
Yani mendesis-desis dengan Yanirnya karena remasan-remasan tanganku di
payudaranya bukannya berhenti, malah semakin merajalela. Matanya
terpejam merasa kenikmatan yang begitu menghebat.
Tanganku mulai
membuka satu persatu kancing blus Mbak Yani dari yang paling atas hingga
kancing terakhir. Lalu Mbak Yani sendiri yang menanggalkan blus yang
dikenakannya itu. Aku terpana sesaat melihat tubuh guru sekolahku itu
yang putih dan mulus dengan payudaranya yang membulat dan bertengger
dengan begitu indahnya di dadanya yang masih tertutup beha katun
berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera tersadar, bahwa pemandangan
amboi di hadapannya itu memang tersedia untukku, terlepas itu milik guru
sekolahku sendiri.
Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku
berhenti menciumi bibir Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium
dan kujilati leher jenjang Mbak Yani, membuatnya menggerinjal-gerinjal
sambil merintih kecil. Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha
Mbak Yani sehingga menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah
kanannya. Puting susunya yang tinggi dan mulai mengeras begitu
menggelitik telapak tanganku. Segera kuelus-elus puting susu yang indah
itu dengan telapak tanganku. Kepala Mbak Yani tersentak menghadap ke
atas sambil memejamkan matanya. Tidak puas dengan itu, ibu jari dan
telunjukku memilin-milin puting susu Mbak Yani yang langsung saja
menjadi sangat keras. Memang baru kali ini aku menggeluti tubuh indah
seorang wanita. Namun memang insting kelelakianku membuatku seakan-akan
sudah mahir melakukannya.
"Uhh.. Hmm ahh.." Mbak Yani tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya.
Segala
gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan puting susunya
dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin membulak-bulak.
Kupegang
tali pengikat beha Mbak Yani lalu kuturunkan ke bawah. Kemudian beha
itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Mbak Yani. Puting susu Mbak
Yani yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat dan mencuat dengan
indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting susu yang sangat
menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani. Kuingat masa
kecilku dulu saat masih menyusu pada payudara ibuku. Bedanya, tentu saja
payudara guru sekolahku ini belum dapat mengeluarkan air susu. Mbak
Yani menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu melanda kalbunya.
Lidahku dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting susunya sehingga
pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan terkena hajaran
lidahku.
"Oooh. Buud' desahan Mbak Yani semakin lama bertambah
keras. Untung saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak
berjauhan dari rumah yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang
yang mendengarnya.
Belum puas dengan payudara dan puting susu
Mbak Yani yang sebelah kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku,
mulutku kini pindah merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang
kuperbuat pada belahan indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang
sebelah kanan ini. Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang
membulat indah itu tak luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya
yang bergerak-gerak dengan Yanirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Yani.
Lalu kujilati dan kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu
juga sama melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu
payudaranya yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani pun semakin
merintih-rintih karena merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi
berbaur menjadi satu padu. Seperti tengah minum soft drink dengan
memakai sedotan plastik, kuseruput puting susu guru sekolahku itu.
"Aaahh.. Hmm.." Mbak Yani menjerit panjang.
Lidahku
tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak Yani yang sudah
demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah bawah.
Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak Yani kenakan. Kemudian dengan
sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana jeans
itu ke bawah hingga ke mata kaki. Tubuh bagian bawah Mbak Yani sekarang
hanya dilindungi oleh selembar celana dalam dengan bahan dan warna yang
seragam dengan behanya. Meskipun begitu, tetap dapat kulihat warna
kehitaman samar-samar di bagian selangkangannya.
Ditunjang oleh
nafsu birahi yang semakin menjulang tinggi, tanpa berpikir panjang lagi,
kulepas pula kain satu-satunya yang masih menutupi tubuh Mbak Yani yang
memang sintal itu. Dan akhirnya tubuh mulus guru sekolahku itu pun
terhampar bugil di depanku, siap untuk kunikmati.
Tak ayal, jari
tengahku mulai menjamah bibir vagina Mbak Yani di selangkangannya yang
sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman walaupun belum begitu
banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina itu secara melingkar
berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani yang masih terduduk di
sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga payudaranya semakin
membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap oleh mulut dan
bibirku dengan tanpa henti.
"Ooohh..
Jari tengahku itu
berhenti pada gundukan daging kecil berwarna kemerahan yang terletak di
bibir vagina Mbak Yani yang mulai dibasahi cairan-cairan bening.
Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama klitoris ini dengan
perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya, sehingga usapan-usapan
tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan tak lama kemudian
bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan. Klitoris Mbak Yani yang
bertambah merah akibat sentuhan jariku yang bagaikan sudah profesional,
membuat tubuh pemiliknya itu semakin menggerinjal-gerinjal tak tentu
arahnya.
Melihat Mbak Yani yang tampak semakin merangsang, aku
menambah kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris
Mbak Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri
oleh cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang
keramat yang masih sempit itu.
Puas menjelajahi klitoris Mbak
Yani, jari tengahku mulai merangsek masuk perlahan-lahan ke dalam vagina
guru sekolahku itu. Setahap demi setahap kumasukkan jariku ke dalam
vaginanya. Mula-mula sebatas ruas jari yang pertama. Dengan susah payah
memang, sebab vagina Mbak Yani memang masih teramat sempit. Kemudian
perlahan-lahan jariku kutusukkan lebih dalam lagi. Pada saat setengah
jariku sudah amblas ke dalam vagina Mbak Yani, terasa ada hambatan.
Seperti adanya selaput yang cukup lentur.
"Hmm.. Bud.."
Mbak
Yani merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit. Saat
itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari
tengahku ke dalam vagina Mbak Yani adalah selaput daranya yang masih
utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru aku
tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Yani, ternyata guru sekolahku itu
masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut padanya. Dan
untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku
itu.
"Bud.. Jangan berhenti.." tanya Mbak Yani dengan nafas terengah-engah.
"Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa.."
Mbak
Yani malah menjulurkan tangannya menggapai selangkanganku. Begitu
tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana pendek
yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak langsung
bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya itu
berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat membantah
apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang kukatakan
barusan.
Dengan secepat kilat, Mbak Yani memegang kolor celana
pendekku itu, lalu dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas
lutut. Yang tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Yani tampak
berbinar-binar menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku.
Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membuat penisku itu semakin
bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang
sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat
rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.
"Mbak.. Aku buka dulu ya," tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.
Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.
"Aw!" Mbak Yani menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.
Namun
kemudian ia meraih penisku itu dan perlahan-lahan ia menggosok-gosok
batang 'meriam'-ku itu, sehingga membuat otot-otot yang mengitarinya
bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun menjadi laksana
tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang menghalanginya.
Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan membimbingnya menuju
selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah lubang
vaginanya.
Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Mbak Yani kan guru
sekolahku sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya?
Apa kata orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru
sekolahku sendiri? Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan
penetrasi lebih jauh ke dalam vagina Mbak Yani. Kutempelkan ujung
penisku ke bibir vagina Mbak Yani, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir
gua tersebut. Mbak Yani menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang
demikian hebatnya serta tidak ada duanya di dunia ini.
"Aaahh..
Uuuhh.." Mbak Yani mendesah-desah dengan Yanirnya sewaktu aku sengaja
menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan kini kembali
membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya berpetualang di
payudara Mbak Yani itu dengan puting susunya yang menggairahkan.
Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah sekitarnya basah kuyup
terkena jilatan dan lumatanku yang begitu menggila, sehingga tampak
mengkilap.
Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke
dalam lubang vagina Mbak Yani. Sengaja aku tidak mau langsung
menusukkannya. Sebab jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat
mengoyak selaput daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab
bagaimanapun juga Mbak Yani adalah guru sekolahku, darah dagingku
sendiri!
Mbak Yani mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam
lagi ke dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir
setengahnya, ujung 'tonggak'-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput
dara Mbak Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu.
Segera saja kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru
sekolahku itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku
dengan dinding lorong vagina Mbak Yani membuatku meringis-ringis menahan
rasa nikmat yang yang tak terhingga. Baru kali ini aku merasakan
sensasi seperti ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina
Mbak Yani sampai sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai
hampir keluar seluruhnya.
Begitu terus kulakukan berulang-ulang
memasukkan dan mengeluarkan setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak
Yani. Dan temponya pun semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan
batang penisku dengan Yaning vagina Mbak Yani semakin menggila. Rasanya
tidak ada lagi di dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang
sedang kurasakan dalam permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri
ini. Kenikmatan yang pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung
dengan kenikmatan selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti.
Tampaknya
setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas
gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Mbak Yani yang semakin
tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan
semakin menjadi-jadi membuat aku dan Mbak Yani menjadi lupa
segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.
Dalam
suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Mbak Yani, aku tidak
menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa, namun
malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang
penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Yani. Vaginanya yang amat
sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam
sepenuhnya.
Mbak Yani menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku
tidak menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa
penisku itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam
vagina Mbak Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu
tidak membuat aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan
penisku ke dalam lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin
cepat aku memompa penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang
terjadi antara batang penisku itu dengan dinding vagina Mbak Yani, dan
semakin tiada tandingannya kenikmatan yang kurasakan.
Hujaman-hujaman
penisku ke dalam vagina Mbak Yani terus-menerus terjadi
sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi temponya. Mbak
Yani tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya menjerit-jerit
tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa kami berdua,
sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan
oleh dua guru dan murid.
"Aaah.. Budi.. Aaahh.." Mbak Yani menjerit panjang.
Tampaknya
ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit ketujuh. Matanya
terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang keras. Peluh
mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku itu sudah
hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku sendiri
belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Yani semakin
membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah menggila
lagi. Mbak Yani pun bertambah keras jeritan-jeritannya. Pokoknya suasana
saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan, desahan, ditambah
dengan jeritan berpadu menjadi satu.
Akhirnya kurasakan sesuatu
hampir meluap keluar dari dalam penisku. Tetapi ini tidak membuatku
menghentikan penetrasiku pada vagina Mbak Yani. Tempo genjotan-genjotan
penisku juga tidak kukurangi. Dan akhirnya setelah rasanya aku tidak
sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku dari dalam vagina Mbak Yani
secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang tinggi, kugosok-gosok batang
penisku itu dengan tanganku. Tak lama kemudian, cairan-cairan kental
berwarna putih bagaikan layaknya senapan mesin bermuncratan dari ujung
penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Yani. Ada pula yang mengenai
payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan celaka! Ada pula yang
belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani.
Tak lama kemudian,
kami saling mengejang-ngejang ke puncak kepuasan bersama hingga
kehabisan tenaga. Aku terhempas ke atas sofa di samping Mbak Yani. Tubuh
kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung rambut ke ujung kaki.
Hmm begitu indahnya guruku..
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar