Aku teringat akan kisah yang terjadi 18 tahun yang lalu, ketika aku
masih di alam persekolahan. Kisah yang akan kuceritakan ini mendatangkan
kesan yang mendalam terhadap kehidupanku. Umurku sekarang 30 tahun
lebih.
Sewaktu berada di tingkat 5, di salah satu sekolah di
Malaysia ini, aku terkenal dengan sifatku yang pemalu dan takut terhadap
wanita. Ketakutanku itu bukan kerena takut seperti selayaknya orang
melihat hantu, tetapi adalah karena tidak adanya kekuatan dalam diriku
untuk berhadapan dan bergaul dengan mereka. Walau bagaimanapun, aku
seorang yang happy go lucky, suka bersenda gurau. Sekolahku tu pulak,
sekolah laki-laki. Semua pelajarnya laki-laki, wanita yang ada hanyalah
Dosen saja. Jadi semakin bertambahlah ketakutanku pada kaum hawa itu.
Walaupun
aku tidak berani berhadapan dengan wanita, keinginanku untuk bergaul
dengan mereka sangat tinggi. Aku sering berangan-angan memiliki pacar,
dan aku juga suka cemburu melihat teman-temanku yang punya pacar dan
sering keluar bersama pacar mereka. Aku juga memilki tabiat yang lain,
yaitu gemas jika melihat wanita dewasa dan seksi, terutama yang
keturunan Cina. Bila aku pergi ke tempat renang, aku sering onani
setelah melihat cewek-cewek Cina yang seksi dan menggairahkan itu.
Akibatnya aku jarang sekali berenang. Di sekolahku, dosen wanitanya
lebih banyak dari pada dosen pria. Ada yang Cina, India, dan yang Melayu
pun ada. Di antara dosen perempuan tersebut, ada tiga orang yang
setengah baya dan seksi. Dua orang Cina dan seorang lagi Melayu. Dosen
Cina yang dua orang ini mengajar di semester 6, selalu menggunakan kaos
saja jika datang ke sekolah. Yang pertama namanya Miss Wong dan satunya
lagi Madam Chong. Madam Chong walaupun sudah memiliki tiga orang anak
dan umurnya sudah dekat 40 tahun, tetapi badannya masih seksi. Sedangkan
Miss Wong masih belum menikah, tetapi umurnya sudah cukup matang,
kurang lebih 30 tahun. Tubuhnya masih montok. seperti biasa, cewek Cina
memang punya bentuk badan yang menarik. Sedangkan dosen wanita satunya
itu adalah dosen Melayu yang baru saja dipindahkan ke sekolah ini,
dengar kabar dia berasal dari Trengganu. Dia pindah sebab ikut suaminya
yang pindah kerja ke sini. Kami memanggilnya Dosen Hanizah yang berusia
sekitar 25 tahun. Beliau baru saja menikah dan mempunyai seorang anak
yang baru berumur setahun lebih. Kabarnya, setelah lulus kuliahnya, dia
terus menikah. Tinggal di Kuala Trengganu selama setahun, terus pindah
ke sini. Suaminya bekerja sebagai Pegawai Pemerintahan.
Aku
sangat suka melihat ketiga orang dosen ini, wajah mereka dan badan
mereka sungguh menawan, terutama dosen Hanizah. Walaupun dia tidak
berpakaian seksi, apalagi bertudung tetapi tetap menggairahkan. Jika
Miss Wong atau Madam Chong ingin pulang, atau baru sampai, aku pasti
mendekati ke arah mobil mereka. Bukannya mau menolong membawakan buku
mereka, tetapi ingin melihat paha seksi mereka ketika sedang duduk di
dalam mobil. Kemaluanku pun terangsang saat itu. Kalau Dosen Hanizah
agak susah dilihat keseksiannya, sebab dia berbaju kurung ke sekolah.
Jika dia memakai kebarung, baru kelihatan sedikit bentuk tubuhnya yang
montok dan molek itu. Apa yang aku sangat suka pada Dosen Hanizah adalah
wajahnya yang lembut dan menawan, suaranya manja bila berbicara. Dengan
bentuk badan yang kecil molek, kulit yang putih akan memukau mata siapa
saja yang memandang. Tetapi sayang seribu kali sayang karena ketiga
dari mereka tidak ditakdirkan mengajar di kelasku. Aku hanya dapat
melihat mereka pada waktu istirahat, waktu rapat bersama ataupun di
ruang guru saja. Jarang sekali kesempatan yang mengijinkanku bersama
dengan mereka.
Entah bulan berapa, aku tidak ingat, kalau tidak
salah dalam bulan Maret, dosen metematikaku pindah ke sekolah lain,
alasan pindahnya aku tidak ingat. Jadi, selama 2 minggu kami tidak
belajar matematika. Memasuki minggu yang ketiga, waktu pelajaran
matematika, Dosen Hanizah masuk ke kelas kami. Kami semua keheranan,
apakah dia masuk untuk mengganti sementara atau mengajar mata pelajaran
ini untuk menggantikan dosen lama. Dosen Hanizah yang melihat kami
keheranan, menjelaskan bahwa dia akan mengajar matematika untuk kelas
ini menggantikan dosen lama. Dengan tidak disangka, semua siswa dalam
kelas bersorak gembira termasuk aku. Aku tidak tahu mereka gembira
karena mendapat dosen baru atau gembira karena hal lain. Yang pasti, aku
gembira sebab dosen yang paling cantik, yang selalu kudambakan akan
masuk mengajar di kelas ini. Ini berarti aku dapat melihat dia lebih
sering.
Mulai hari itu, Dosen Hanizah yang mengajar matematika.
Aku pun jadi menyukai pelajaran ini, walaupun aku tidak pernah lulus
matematika sebelumnya. Aku sering tanya dan menemui dia, bertanya
masalah matematika. Dari situ, pengetahuan matematikaku bertambah, aku
lulus juga akhirnya dalam ujian bulanan walaupun hanya mendapatkan nilai
yang cukup. Oleh kerena terlalu menyukai Dosen Hanizah, aku jadi
sedikit banyak mengetahui latar belakangnya. Kapan tanggal lahirnya,
tinggal dimana dan bagaimana keadaan keluarganya.
Dalam bulan
Juni, Dosen Hanizah ulang tahun, aku mengajak teman satu kelas untuk
mengucapkan "Selamat Hari Ulang Tahun" bila dia masuk nanti. Ketika
Dosen Hanizah masuk ke kelas, ketua kelas mengucapkan "Selamat Hari
Ulang Tahun Dosen" dan diikuti oleh kami semua. Dia terperanjat, dan
bertanya dari mana kami semua tahu tanggal ulang tahunnya. Anak-anak
yang lain menunjuk aku, mereka bilang kalau aku yang memberitahu.
Dosen Hanizah bertanya, "Dari mana kamu mengetahuinya..?"
"Ada lah.." jawabku, setelah itu dia tidak bertanya lagi.
Dosen
Hanizah tinggal di rumah teres yang bersebelahan dengan komplek dekat
tempat tinggalku, kurang lebih 2 km jaraknya dari rumahku. Waktu
liburan, aku selalu berkeliling dengan sepeda ke komplek perumahan
tempat tinggalnya. Aku tahu rumahnya dan selalu mampir di situ. Pernah
sekali itu, waktu sedang bersepeda, Dosen Hanizah sedang memasukkan
sampah ke dalam tong di luar rumah. Dia melihatku, dan terus
memanggilku. Aku pun segera pergi ke arahnya. Dia tidak memakai tudung,
terurailah rambutnya yang lurus sebahu itu. Sungguh ayu aku melihatnya
sore itu.
"Azlan, rumahmu dekat sini ya..?" tanyanya dalam logat Kedah.
"Tidak juga." balasku, "Tapi memang tidak terlalu jauh sih."
"Anda tinggal di sini..?" aku tanya padanya meskipun aku sudah tahu.
"Iya.."
"Sendirian aja? Mana suaminya?"
"Ada di dalam, dengan anak saya."
Ketika
kami asyik berbicara, suaminya keluar, menggendong anak perempuan
mereka. Terus aku diperkenalkan kepada suaminya. Aku berjabat tangan dan
menegur anaknya, sekedar menunjukkan rasa hormatku. Suaminya tidak
terlalu ganteng, tetapi terlihat bergaya, maklumlah pegawai. Setelah
agak lama, aku minta diri untuk pulang.
Sudah 6 bulan Dosen
Hanizah mengajar kami, aku bertambah pandai dalam matematika. Dan selama
itulah aku sering berada di kelasnya. Aku sering membayangkan keadaan
Dosen Hanizah tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, pasti indah sekali.
Dengan bentuk tubuh yang montok, kecil, pinggang yang ramping serta
kulit yang cerah, jika telanjang pasti membuat orang yang melihatnya
ingin segera menerkam tanpa berpikir dua kali. Tetapi, aku hanya dapat
melihat rambutnya saja di sore itu.
Hari ini libur, libur karena
memperingati peristiwa Sukan Tahunan. Aku tidak tahu hendak kemana, aku
lelah bersepeda dan mengayuh tanpa arah tujuan. Agak jauh kali ini aku
berkeliling, ketika ingin pulang aku melewati kawasan perumahan Dosen
Hanizah, waktu itu langit gelap dan kelihatannya ingin hujan. Aku
berharap bisa tiba di rumah sebelum kehujanan. Tetapi belum sampai di
kawasan rumah Dosen Hanizah, hujan mulai turun, dan lama-lama semakin
lebat. Pakaianku basah kuyup. Aku tidak berhenti, terus saja mengayuh
sepedaku. Aku tidak sadar ternyata ban sepedaku semakin kempes,
seharusnya aku memompa dulu sebelum keluar tadi. walaupun sebentar lagi
akan tiba di kawasan rumah Dosen Hanizah, aku tidak boleh menaiki
sepedaku lagi, karena kalau dinaiki juga, akan semakin rusak ban
sepedaku. Kemudian aku menuntun sepeda sampai ke rumah Dosen Hanizah.
Niatnya aku akan meminjam pompa sepeda kepadanya.
Ketika tiba di
depan pintu pagar rumahnya, aku tekan bel rumahnya. Tidak lama kemudian,
pintu rumah dibuka, dari jauh terlihat Dosen Hanizah menggunakan kain
batik dan berbaju T-Shirt sedang memperhatikanku.
"Dosen..!" jeritku.
"Ada apa Azlan..?" tanyanya keheranan melihat aku yang basah kuyup dalam hujan lebat dengan kilat yang sabung menyabung.
"Saya mau pinjam pompam, ban sepeda saya kempes."
"Tunggu sebentar..!" jeritnya.
Dosen
Hanizah masuk kembali ke rumah dan keluar membawa payung. Dia
membukakan kunci pintu pagar dan memintaku untuk masuk. Ketika menuntun
sepeda masuk, mataku memperhatikan Dosen Hanizah yang berada di depan,
melenggang-lenggok berjalan menuju ke dalam. Dari belakang,
kerampingannya terlihat jelas, dengan t-shirt yang agak ketat dan kain
batik yang dililit memperlihatkan bentuk badannya yang menarik.
Punggungnya yang montok dan pejal itu membangkitkan gairahku ketika dia
berjalan. Kemaluanku langsung menegak dalam kebasahan.
"Memangnya dari mana saja kamu, kok naik sepeda hujan-hujanan?" tanyanya ketika tiba di depan pintu.
"Jalan-jalan saja, sudah mau pulang tetapi ban sepeda saya kurang angin," jelasku. "Anda punya pompa ngga..?"
"Saya lihat dulu di gudang. Masuklah dulu." menawarkan kepadaku.
"Ngga apa-apa kok, nanti malah basah pula rumah Anda."
"Tunggu
dulu.." Dosen Hanizah pun meninggalkanku kedinginan di situ, dia terus
pergi ke dalam. Sebentar kemudian dia keluar membawakan pompa dan
handuk.
"Nah.. ini.." diulurkannya pompa itu ke arahku.
Meskipun aku lelah tetapi langsung terus memompa angin ke dalam ban sepedaku.
"Ingin lansung pulang habis ini?"
"Yaa.. habis mompa terus pulang."
"Hujan selebat ini mau nekat pulang?"
"Tak apa-apa, sudah basah kuyup juga kok," jawabku lalu terbersin.
"Nah.., kan kelihatannya kamu mau kena selsema tuh."
"Hanya sedikit bersin kok," kataku lalu menyerahkan pompa kepadanya, "Terima kasih Bu.."
"Ada-ada
saja kamu, handuk nih, handuki sampai kering dulu badanmu.." katanya
sambil memberikan aku handuk yang dipegangnya sejak tadi.
Aku
mengambil handuk itu dan mengelap rambut dan mukaku yang basah. Aku
dengan santainya berhandukan seperti di rumah sendiri, aku buka baju di
depan dia. Setelah itu, baru aku ingat kalau aku berada di depan
dosenku.
"Sori Bu.." kataku perlahan.
Dosen Hanizah pergi ke
dalam. Kukira dia marah sebab aku buka baju di depan dia, tetapi dia
datang sambil membawakan sarung, T-Shirt dan sebuah bakul.
"Nah, ganti bajumu pakai ini..!" katanya sambil memberikannya kepadaku, "Baju basahnya taruh dalam bakul ini."
Kulemparkan
bajuku ke dalam bakul. Kubuka celanaku langsung di depannya, tetapi
dengan kusarungkan dulu tubuhku dengan sarung pemberiannya. Setelah
mengeluarkan dompetku, kumasukkan celana panjangku yang basah itu ke
dalam bakul, dan yang terakhir celana dalamku.
"Masuk dulu,
tunggu sampai hujan berhenti baru kau pulang.." sambung Dosen Hanizah
sambil mengambil bakul berisi pakaian basahku.
"Nanti dulu, saya keringkan baju ini dulu yah..?"
Aku
pun mengikuti dia masuk. Setelah pintu dikunci, aku disuruh duduk di
ruang tamu dan Dosen Hanizah terus pergi ke dapur. Aku melihat-lihat
perhiasan rumahnya, agak mewah juga perabotan dan perhiasannya. Ketika
asyik melihat-lihat, Dosen Hanizah datang dengan membawakan segelas
minuman dan meletakkannya di atas meja, lalu dia duduk berhadapan
denganku.
"Minumlah. Bajumu lagi Saya keringkan di belakang."
Aku pun mengambil nescafe itu dan menghirupnya.
"Mana suami Anda?" tanyaku memulai pembicaraan.
"Kerja.."
"Oh
ya, hari ini kan hari kerja," balasku. "Anak..?""Sedang tidur. Kamu
duduklah dulu, saya ada kerjaan di belakang." katanya sambil berdiri dan
meninggalkanku.
"Oke.." ringkas jawabku.
Hujan di luar masih
turun dengan lebat dan diikuti dengan bunyi guruh yang memekakkan
telinga. Aku melihat-lihat kalau ada buku yang bisa kubaca dan ternyata
ada. Aku ambil sebuah novel dan mulai melihat-lihat. Sehelai demi
sehelai kubuka isi novel itu, walaupun tidak kubaca. Aku sebenarnya
sedang tidak ingin membaca, tetapi daripada tidak ada yang dapat
kuperbuat, lihat-lihat saja juga lumayan. Aku tidak tahu apa yang sedang
Dosen Hanizah perbuat di belakang. Ketika membaca halaman demi halaman,
pikiranku jauh melayang membayangkan gambaran fantasiku bersama Dosen
Hanizah. Aku teringat akan cerita-cerita X dan blue film yang kutonton
dulu, bila kejadiannya seperti ini, pasti akan berakhir dengan adegan
asmara. Aku membayangkan diriku akan berasmara dengan Dosen Hanizah,
seperti di dalam film yang pernah kutonton.
Sudah hampir 20 menit, hujan tidak menunjukkan tanda-tanda untuk
berhenti. Aku menjadi ingin buang air kecil, maklumlah udaranya dingin.
Aku bangun dan terus menuju ke belakang untuk mencari kamar mandi.
Ketika aku hampir sampai di kamar mandi, aku sekilas melihat Dosen
Hanizah sedang masuk ke kamarnya, hanya dalam keadaan menggunakan handuk
saja, mungkin baru keluar dari kamar mandi. Pada saat melihat tadi, aku
tidak sempat melihat apa-apa kecuali tubuhnya yang hanya tertutup oleh
handuk dan hanya sebentar aku melihatnya. Aku teruskan ke dapur, dan
ketika melewati kamarnya, kudapati pintu kamarnya tidak tertutup rapat.
Aku
beranikan diri untuk pergi ke arah pintu dan mulai mengintip Dosen
Hanizah yang ada di dalam, sedang berbuat apa aku pun tidak tahu. Minta
ampun.., berdesir darahku, seperti tercabut jantungku rasanya melihat
Dosen Hanizah yang dalam keadaan telanjang di dalam kamarnya. Serta
merta kemaluanku menegak. Aku hanya dapat melihat bagian belakangnya
saja, dari ujung rambut sampai ke tumit, semuanya jelas terlihat. Saat
itu Dosen Hanizah sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk
yang tadi dipakainya. Inilah pertama kalinya aku melihat perempuan
telanjang secara langsung, biasanya hanya dari video saja.
Terpatung-patung aku di muka pintu melihat bentuk badan Dosen Hanizah
yang seksi, pinggang ramping, punggung yang montok serta kulit yang
putih mulus sedang mengeringkan rambutnya. Hampir timbul niatku untuk
segera masuk dan meraba tubuhnya saat itu, tetapi aku takut nanti dia
malah tidak mau dan menuduhku ingin berbuat cabul terhadapnya.
Apa
yang sedang dilakukan Dosen Hanizah terus memukau mataku. Kadang handuk
itu digosokkan ke celah selangkangannya, lalu dilapkan. Kemudian handuk
itu dilemparkan ke atas gantungan. Secara tidak disadari, Dosen Hanizah
membalikkan badannya ke arah pintu, tempat aku berdiri. Dia jongkok
untuk membuka pintu lemari dan terlihatlah sekujur tubuh tanpa sehelai
benang pun yang hanya selama ini menjadi khayalanku saja. Buah dada
Dosen Hanizah yang menonjol segar kemerah-merahan itu sempat
kuperhatikan, begitu juga dengan segitiga emas miliknya yang dijaga
rapih dengan bulu yang tersusun indah, semuanya sempat kulihat.
Bersamaan dengan itu, Dosen Hanizah menengok ke arah pintu dan melihat aku sedang memperhatikannya, dan, "Hei..!" sergahnya.
Lalu
dia menutup bagian tubuhnya dengan kain yang sempat diambilnya dari
dalam lemari. Aku terkejut, terus lari meninggalkan tempat itu. Aku
terus ke kamar mandi. Aku diam di situ hingga kemaluanku mengedur,
sebelum kencing. Mana bisa aku kencing saat kemaluanku berdiri tegak dan
keras.
Ketika selesai, perlahan-lahan aku keluar, kudapati pintu
kamarnya tertutup rapat. Mungkin Dosen Hanizah ada di dalam. Mungkin
dia malu, aku pun malu kalau ketahuan dia saat aku mengintipnya. Aku
terus ke ruang tamu. Sebenarnya setelah itu aku mau langsung pulang saja
meskipun hujan belum reda, karena takut Dosen Hanizah marah sebab
kuintip dia tadi. Tetapi, baju basahku ada padanya dan belum kering
lagi. Aku tidak tahu dimana dia meletakkannya, kalau tahu pasti kuambil
dan terus pulang. Meskipun perasaanku tidak tentram tetapi aku tetap
menunggu di ruang tamu sambil menduga-duga apa yang akan terjadi
nantinya.
Tidak lama kemudian, Dosen Hanizah pun datang. Dia
menggunakan kain batik dengan kemeja lengan pendek. Wajahnya tidak
menunjukkan senyumnya, tidak juga memperlihatkan tanda akan marah. Dia
duduk di depanku, sempat juga aku sekilas memperhatikan pangkal buah
dadanya yang putih itu. Dia menatap tepat ke arah mataku. Aku takut,
lalu mengalihkan pandanganku.
"Azlan..!" tegurnya dengan nada yang agak tinggi.
Aku menoleh menantikan ucapan yang akan keluar dari mulut yang kecil berbibir munggil itu.
"Sudah lama Azlan ada di dekat pintu tadi..?"
"Minta maaf Bu.." balasku lemah, tunduk mengakui kesalahan.
"Saya tanya, sudah lama Kamu lihat Saya sewaktu di dalam kamar tadi..?" dia mengulangi kata-katanya itu.
"Lama juga.."
"Kamu melihat apa yang saya perbuat..?"
Aku mengangguk lemah dan berkata, "Maafkan Saya Bu.."
"Azlan..! Azlan..! Kenapa kamu mengintip Saya..?" nada suara Dosen Hanizah kembali lembut.
"Saya tak sengaja, bukannya mau mengintip, tapi pintu kamarnya yang tak rapat.."
"Salah Saya juga, sebab tidak menutup pintu tadi." balasnya.
Dosen
Hanizah sepertinya tidak marah, kupandangi wajahnya yang ayu itu,
terpancar kejernihan di wajahnya. Aku hanya mampu tersenyum dalam hati
saja bila dia senyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu kelihatan pucat..?"
"Takut, takut Anda marah.."
"Sudahlah,
Saya tidak marah. Saya juga yang salah, bukan hanya Kamu. Sebenarnya
siapa pun yang punya kesempatan seperti itu pasti akan melakukan yang
Kamu lakukan tadi.." jelasnya.
Aku menganggukkan kepala sambil
tersenyum. Tidak disangka Dosen Hanizah begitu sportif, walaupun dalam
kasus begini seharusnya dia marah.
"Aaa, tak tahu sopan juga Kamu.." katanya sambil mencubirkan bibir.
Aku tertawa kecil mengenang peristiwa yang terjadi tadi.
Sesungguhnya
aku memang sudah bertindak yang tidak sopan sebab dengan sengaja
melihat Dosen Hanizah yang bertelanjang bulat. Kemaluanku menegang di
dalam sarung membayangkan tubuh montoknya Dosen Hanizah yang tidak
dilindungi sehelai benang pun. Cepat-cepat kututupi dengan meletakkan
bantal kecil ke atas kemaluanku. Jika terlihat Dosen Hanizah, bisa malu
aku dibuatnya.
"Lho, belum turun juga..?" tegurnya manja karena rupanya dia sempat melihat sarungku.
Aku menjadi malu dan posisi dudukku menjadi tidak nyaman lagi. Aku tidak mampu lagi untuk berkata-kata bila ditegur seperti itu.
Agak lama suasana hening menyelubungi ruang tamu rumah yang dihias indah itu.
"Bu..?" aku mula bersuara, "Sungguh hebat..!"
"Apa yang hebat..?"
"Pemandangan yang tadi kulihat."
"Apa yang Kamu lihat..?"
"Perempuan telanjang."
"Heh..! Tak sopan betul Kamu ini..!"
"Betul, Anda lihat saja ini..!" kataku sambil memindahkan bantal dari perutku.
Menimbullah batang kemaluanku ditutupi sarung milik suaminya.
"Tidak mau turun lagi dia..," sambungku sambil menunjuk ke arah tonjolan di bawah pusarku yang bersarung milik suaminya.
Dosen Hanizah tebengong-bengong dengan tindakanku, namun matanya terpaku di tonjolan pada sarung yang kupakai.
"Hei..! Sopanlah sedikit..!" tegurnya.
Aku
membiarkan kemaluanku mencuat tinggi di sarung yang kupakai, aku tidak
menutupnya, aku biarkan saja ia tersembul. Kubiarkan Dosen Hanizah
menatapnya, tetapi Dosen Hanizah merasa malu, matanya dialihkan ke arah
lain, sesekali matanya memandang ke arah tonjolan itu.
"Bu..?" sambungku lagi.
Dia terdiam menantikan kata-kata yang lain, sekali-kali dia memandang ke bawah.
"Anda tahu tidak..? Anda lah orang yang paling cantik di sekolah kita.."
"Mana mungkin..?" balasnya manja malu-malu.
"Betul. Semua teman saya bilang seperti itu. Dosen lelaki pun bilang hal yang sama."
"Alah, bohong.."
"Betul, saya tidak membual.."
"Apa buktinya..?"
"Buktinya,
tadi. Saya sudah melihat seluruh lekuk tubuh anda ketika anda tidak
memakai baju tadi. Itulah buktinya." jawabku dengan berani.
Aku
kira dia akan marah, tetapi Dosen Hanizah terdiam, dia tertunduk malu.
Melihat gelagatnya itu, aku semakin berani mengucapkan kata-kata yang
lebih sensual.
"Badan Anda kecil dan molek, kulit Anda putih, pinggang ramping, punggung montok.."
"Ah, sudah, sudah..!" dia memotong perkataanku.
Terlihat
wajahnya menjadi merah menahan malu, tetapi aku tidak peduli, kemudian
aku meneruskan rayuanku, "Punggung Anda tadi Saya lihat padat dan
montok. Itu dari belakang. Ketika Anda berbalik ke depan, kemaluan Anda
yang cantik itu membuat batang Saya hampir patah. Tetek Anda membuat
Saya ingin langsung menghisapnya, terlihat sedap." sambungku.
Terlihat saat itu Dosen Hanizah tidak membantah, dia masih tetap tertunduk malu.
Masa
aku akan bilang seperti ini padanya, "Penisku jangan berontak, kayak
mau tercabut, punyaku tegang tak tahu kalau aku lagi berusaha." tapi itu
hanya dalam hati saja.
Dosen Hanizah masih tunduk membisu,
perlahan-lahan aku bangun menghampiri dan duduk di sebelah kirinya. Aku
rasa dia merasakan niatku, tapi dia seakan-akan tidak tahu. Aku
rangkulkan tangan dan memegang belakang badannya.
"Rilek Bu.., Saya hanya main-main saja..!"
Dia
terkejut ketika kupegang punggungnya. Lalu dia goyangkan badan, aku pun
segera menurunkan tanganku itu. Aku masih tetap di sebelahnya, bahu
kami bersentuhan, paha kami juga bergesekan. Hujan makin lebat,
tiba-tiba terdengar bunyi petir yang agak kuat. Dosen Hanizah terkejut
dan dengan spontan dia memeluk diriku. Aku pun terkejut, turut mendekap
kepalanya yang berada di dadaku. Sempat juga aku belai rambutnya.
Entah karena apa, dia sadar dan, "Sori.." katanya ringkas lalu membetulkan posisi duduknya.
Aku
melepaskan tanganku yang melingkari badannya, wajahnya kupandang, Dosen
Hanizah menoleh ke arahku, tetapi setelah itu dia kembali terdiam dan
tunduk ke bawah.
Kaget juga kurasa tadi, mula-mula dapat melihat
tubuhnya yang telanjang, setelah itu dapat memeluk sebentar. Puas, aku
puas walaupun hanya sebentar. Entah bagaimana membayangkannya, saat itu
petir berbunyi lagi dan saat itu seakan-akan menyambar dekat bangunan
rumah dosenku. Terperanjat karena bunyi yang lebih dahsyat itu, sekali
lagi Dosen Hanizah berpaling dan memeluk tubuhku. Aku tidak melepaskan
peluang untuk memeluknya kembali. Kulingkarkan tangan kiriku ke
pinggangnya yang ramping dan tangan kananku membelai rambut dan
kepalanya. Kali ini aku rapatkan badanku ke arahnya, terasa buah dadanya
yang pejal menekan-nekan dadaku.
Dosen Hanizah mendongakkan
kepalanya menatap wajahku. Aku masih tidak melepaskan dia dari
rangkulanku, belakang badannya kuusap dari rambut sampai ke pinggang.
Dia menatapku seolah-olah memintaku untuk melepaskannya, tapi aku
menatap tepat ke dalam anak matanya. Mata kami bertemu, perlahan-lahan
aku rapatkan wajahku ke arah wajahnya, bibirku kuarahkan ke bibirnya
yang munggil dan separuh terbuka itu. Makin rapat, dan hampir menyentuh
bibirnya, dan bersentuhanlah bibirku dengan bibir dosen yang mengajarku
matematika itu. Belum sempat aku mencium bibirnya, hanya terkena
sedikit, Dosen Hanizah memalingkan wajahnya sambil tangannya mendorong
badanku minta agar dilepaskan.
Aku tetap tidak melepaskan dia,
peluang seperti ini tidak mudah kudapatkan. Kutarik dia lagi lebih
rapat. Terkejut Dosen Hanizah dengan tindakanku.
"Azlan.. tidak enak ahh.." Dosen Hanizah menolak sambil meronta lemah.
Aku tidak peduli, kueratkan lagi pelukanku, dada kami bertemu, terasa denyut dadanya naik turun dengan nafas yang agak kencang.
"Please Bu.." rayuku.
"Tidak etis ahh.., Saya ini isteri orang..!" rontanya lagi.
"Tenanglah Anda.., pleassee.." balasku lagi sambil mencium lehernya dengan lembut. Sempat juga aku menjilat cuping telinganya.
"Ja.. ja.. ngan.. lah..!" bantahnya lagi dengan suara yang terputus-putus.
Dia
memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan, mengelakkan ciumanku. Aku
terus mencium lehernya sambil mengeratkan pelukan, karena tak ingin
terlepas.
"A.. a.. zzlaan.. ja.." belum sempat Dosen Hanizah
menghabiskan kata-katanya, bibirku berpautan pada bibirnya, kali ini aku
cium sekuat-kuatnya.
"Mmmpphh.. mmpphh.." Dosen Hanizah tidak bersuara lagi saat mulutnya kukecup.
Dia
meronta semakin kuat. Aku terus mencium dan mengecup bibir dan mulutnya
sambil tangan kiri menggosok ke seluruh bagian belakang badan dan
tangan kananku memegang kepalanya agar kecupanku tidak putus dari
mulutnya. Diselingi dengan punggungnya yang pejal itu kuremas, kupecet
semauku.
Agak lama mulutku berpaut di bibirnya, hingga rontaannya
semakin lemah, suaranya tidak lagi berbunyi, lama-kelamaan tidak ada
lagi rontaan, sebaliknya tangan Dosen Hanizah memeluk erat leherku. Aku
merasakan bibirnya mulai membalas ciumanku. Apa lagi, aku pun mula
menciumnya dengan penuh mesra dan kelembutan, dia membalas sambil
mengeratkan pelukannya. Terasa lidahnya dijulurkan. Aku menyambut dan
lalu menghisap lidahnya, saling bergantian kami berhisap lidah. Pada
waktu itu, hanya terdengar bunyi air hujan yang jatuh membasahi bumi dan
bunyi kecupan mulut kami berdua.
Agak lama kami berciuman, bertautan bibir dan lidah sambil berpelukan
mesra. Kemudian, Dosen Hanizah meleraikan tautan itu diikuti dengusan
birahi, "Mmm.."
Kami bertatapan mata, tanganku masih dilingkarkan
pada tubuhnya, badan kami masih saling rapat, nafasnya semakin kencang,
nafsuku semakin meningkat diikuti dengan kemaluanku yang semakin
menegang. Tatapan matanya yang redup itu bagaikan meminta sesuatu,
sehingga kutambatkan sekali lagi bibirku ke bibirnya. Kami saling
berciuman mesra, sesekali ciuman ditujukan ke arah leher yang putih itu,
kucium, kugigit dan kujilat batang lehernya. Dosen Hanizah hanya
menggeliat kegelian diperlakukan seperti itu.
"Ooohh.. A.. zzlann.." suara manjanya menusuk ke dalam lubang telingaku.
Sambil
berciuman, tangan kananku kugeser ke arah depan, buah dadanya kupegang,
kuremas lembut. Terasa ketegangan buah dadanya, pejal dan montok. Dosen
Hanizah hanya dapat mendesis menahan keenakan yang dirasakannya.
Ciumanku bergerak juga ke pangkal dadanya yang putih itu. Aku cium ke
seluruh permukaan pangkal dadanya, kemejanya kutarik sedikit ke bawah,
hingga menampakkan BH berwarna hitam yang dipakainya. Kepala dan
rambutku diremas dan dipeluk erat oleh Dosen Hanizah ketika dadanya
kucium dan payudaranya kuremas.
"Aaahh.. mmpphh.." rintihannya membangkitkan nafsuku.
Aku
semakin berani, kancing kemejanya kubuka satu persatu sambil tetap aku
mencium dan mengecup wajahnya. Mulut kami bertautan lagi ketika
jari-jari tanganku sibuk menanggalkan kancing kemejanya, dan akhirnya
habis juga kancingnya kubuka. Perlahan-lahan sambil mencium mulutnya,
aku melucutkan kemejanya ke belakang. Seperti dalam film, Dosen Hanizah
meluruskan tangan agar kemeja itu dapat dilucutkan dari tubuhnya. Kini,
bagian atas tubuh Dosen Hanizah hanya terbalut BH saja. Aku leraikan
ciuman mulut, lalu mencium pangkal buah dada di atas BH-nya. Aku cium,
aku jilat seluruh pangkal buah dadanya sambil meremas-remas. Suara
rintihan Dosen Hanizah semakin kuat apabila kupencet putingnya yang
masih berada di dalam BH. Dosen Hanizah merangkul erat dan meremas-remas
rambutku. Sambil mencium dan meremas buah dadanya, kulingkarkan
tanganku ke belakang dan mulai mencari kancing penyangkut BH yang
dipakai Dosen Hanizah. Ketemu, dan terus kulepaskan kancing itu.
Perlahan-lahan aku menarik turun BH hitamnya ke bawah dan terus kulempar
ke atas sofa.
Terpukau mataku ketika bertatapan dengan
payudaranya yang putih kemerahan yang tadi hanya dapat kulihat dari jauh
saja. Aku puntir dan main-mainkan putingnya sambil mulutku mencium dan
menjilat yang sebelahnya lagi. Suara desisan Dosen Hanizah semakin
manja, semakin bergairah kudengar. Habis kedua belah payudaranya kujilat
dan kuhisap semauku, putingnya kujilat, aku gigit mesra dengan diikuti
rangkulan erat oleh Dosen Hanizah ke kepalaku.
Sambil mengulum
puting payudaranya, aku membuka t-shirt yang kupakai tadi, lalu
melemparkannya ke bawah. Aku tidak berbaju, begitu juga Dosen Hanizah,
kami berdua hanya bersarung dan memakai kain batik saja. Suasana dingin
terasa oleh desiran hujan di luar, namun kehangatan tubuh Dosen Hanizah
membangkitkan nafsu birahi kami. Aku terus memeluk Dosen Hanizah
erat-erat sambil berkecupan mulut. Buah dadanya terasa hangat bergesekan
dengan dadaku. Inilah perasaan yang sukar digambarkan, berpelukan
dengan perempuan dalam keadaan tidak berbaju, buah dadanya yang pejal
menekan-nekan dadaku ke kiri dan ke kanan mengikuti alunan nafsu.
Setelah
agak lama berciuman dan berpelukan, kubaringkan Dosen Hanizah ke atas
sofa itu. Dia merelakannya. Aku menatap sekujur tubuh yang separuh
telanjang itu di depan mata. Saat aku berdiri, Dosen Hanizah hanya
memandang sayu melihatku melucutkan sarungku dan bertelanjang di
hadapannya. Kemaluan yang sudah menegang itu memerlukan sesuatu untuk
dijinakkan. Aku duduk kembali di sisinya, terus membelai buah dadanya
yang menegang itu. Aku kembali mengulum puting payudaranya sambil tangan
kananku turun ke arah lembah, lalu merabanya untuk mencari puncak
kebirahian wanita yang begitu dipelihara. Segitiga emas milik Dosen
Hanizah akan kuraba, aku mulai mengusap dan menggosok di bagian bawah
lembah itu. Terangkat-angkat punggung Dosen Hanizah menahan keenakan dan
kenikmatan yang sukar digambarkan oleh kata-kata. Yang kedengaran
hanyalah rintihan dan desisan manja yang mempesonakan birahiku,
"Mmmpphhmm.. aahh.."
Aku mulai melepaskan ikatan kain batiknya,
dengan lembut aku menarik kain itu ke bawah untuk melucutkan terus dari
tubuhnya. Segitiga emasnya hanya ditutupi secarik kain berwarna hitam
yang juga harus kulucutkan. Kuusap kemaluannya dari luar, terasa basah
dan lengket pada ujung lembah yang subur itu. Pahanya kuraba dan kuusap
sambil lidahku menjilat dan mencium pusatnya. Bergelinjang badan Dosen
Hanizah diperlakukan seperti itu. Kedua tanganku memegang celana
dalamnya dan mulai melorotkan ke bawah, kutarik tubuhnya dengan punggung
Dosen Hanizah diangkatnya sedikit, dan terlucutlah benteng terakhir
yang ada pada tubuh Dosen Hanizah. Aku tidak melepaskan peluang untuk
menatap sekujur tubuh lemah yang tidak dibaluti sehelai benang pun. Hal
seperti ini sangat diinginkan oleh setiap insan bergelar lelaki, dan
yang lebih lagi adalah ternyata yang berada di depan mata minta dijamah.
Terlihat vaginanya berair di sekeliling bulu-bulu tipis yang terjaga
rapih.
Kusentuh kemaluannya sehingga terangkat tubuhnya menahan
keenakan. Kusentuh lagi dan kugesekkan jari-jariku melewati hutan itu,
suara mengerang mengiringi gerak tubuhnya. Kelentitnya kumainkan,
kupelintir sehingga suara yang dikeluarkan kali ini agak kuat diiringi
dengan badannya terangkat karena kejang. Terasa basah jariku waktu itu,
aku tidak tahu apa yang sedang terjadi saat itu, tetapi sekarang baru
kutahu bahwa Dosen Hanizah mengalami klimaks.
Awalnya aku ingin
menjilati vaginanya seperti yang ada di video BF, tetapi tak jadi sebab
liang senggamanya sudah berair dan basah. Aku terus menghimpitkan
tubuhku ke atas tubuhnya dengan lembut sambil mencium wajahnya.
Kemaluanku bergesekan dengan kemaluannya. Terasa ujung kejantananku
bertemu dengan bulu dan air mani yang membasahi lembah kenikmatan itu.
Setelah mendapatkan kedudukan yang tepat, kupegang kejantanan dan
mengarahkan ke lubang senggamanya. Seperti dirancang, Dosen Hanizah
membuka dan meluaskan kangkangannya sedikit. Setelah berada di ujung
muara, aku pun melabuhkan tongkat nakhodaku ke dalam lautan birahi
dengan perlahan-lahan diikuti oleh desisian dan raungan kami berdua yang
bergantian, mengiringi terbenamnya tongkat ke dalam lembah di lautan.
"Aaarrghh.. mm.."
Aku
menekan sampai pangkal kemaluan dan membiarkannya sekejap karena terasa
seperti terjepit. Aku mencium leher dan mulutnya berulang kali. Bila
keadaan sudah agak tenang, aku mulai mendayung, atas, bawah, pelan dan
teratur. Kenikmatan pada waktu itu adalah sangat indah, susah untuk
dapat dikatakan, kemudian aku menggerakkan ke atas dan ke bawah berulang
kali. Saat pertama kali aku perbuat padanya terasa seperti menjepit,
karena vaginanya memang sempit. Dosen Hanizah tidak merasakan sakit yang
berpengaruh karena dia pernah melakukannya dengan suaminya.
Aku
dorong dan tarik kemaluanku dengan diiringi suara mengerang yang agak
kuat sambil melihat pemandangan indah di bawah. Sungguh pemandangan yang
indah jika dapat melihat kejantananku sendiri sedang masuk dan keluar
dari lubang senggama wanita, dengan bunyi yang cukup menawan. Dosen
Hanizah memeluk erat pinggangku ketika bergoyang mengimbangi tubuhku,
punggungnya bergerak ke atas dan ke bawah mengikuti arus irama. Sesekali
dia menggoyang-goyangkan punggungnya untuk membantu daya dorongku,
terasa kenikmatan yang tiada bandingnya. Kulajukan dayungan, semakin
laju dengan suara yang semakin kuat. Dosen Hanizah hampir mengeluarkan
suara erangannya, dan aku merasakan hampir keluar seperti gunung berapi
hendak memuntahkan lavanya. Aku lajukan lagi, dengan sekuat tenaga
kutusukkan sedalam-dalamnya diikuti dengan teriakan Dosen Hanizah.
Dengan jeritan Dosen Hanizah yang nyaring, terpancurlah air maniku jauh
ke dasar lubang senggamanya.
Ketika kubuka mataku, aku melihat
mata Dosen Hanizah menutup serta dadanya yang naik turun dengan cepat,
ada tetesan peluh di dadanya. Begitu juga badanku, terasa peluh meleleh
di belakang. Kejantananku semakin menekan ke dalam lubang kenikmatanya
yang semakin lembab akibat muntahan yang terjadi bersamaan. Kukecup dahi
Dosen Hanizah, dia membuka mata dan tersenyum memandangku. Aku
membalasnya dengan mengecup mesra bibirnya. Akhirnya aku tindih tubuhnya
di atas sofa itu dengan kepalaku kuletakkan di atas dadanya. Terdengar
bunyi degupan jantung yang kencang di dada Dosen Hanizah, dosen yang
mengajarku matematika di sekolah.
Setelah beberapa menit, aku
bangun dan mengeluarkan batang kejantananku dari dalam lubang
senggamanya. Terlihat sedikit air maniku meleleh keluar melalui lubang
kemaluannya yang berdenyut-denyut menahan kenikmatan. Aku ambil tisue di
tepi meja dan kubersihkan air mani yang meleleh itu. Dosen Hanizah
hanya memandang sambil melemparkan senyuman mesra ke arahku. Kemaluanku
yang masih basah kubiarkan kering sendiri. Aku duduk bersila di atas
karpet dengan menghadap arah memandang wajahnya. Kepalaku sejajar dengan
kepalanya yang masih terbaring di atas sofa itu. Aku meremas dan
memilin puting payudaranya. Dosen Hanizah membiarkan sambil tangannya
membelai rambutku. Terasa seperti suami isteri.
"Terima kasih sayang.." bisikku lembut.
Dosen Hanizah mengangguk senyum.
Agak
lama juga kami dalam keadaan itu sambil menantikan tenaga pulih kembali
dan sampai jantung berdegup dengan normal. Kemudian Dosen Hanizah
bangun dan mencapai pakaiannya pergi ke dalam kamarnya. Jam menunjukkan
pukul 11:30 pagi. Hujan masih belum berhenti, tidak ada tanda-tanda mau
berhenti. Aku kenakan lagi sarungku, tetapi baju tidak kupakai lagi.
Karena masih letih, aku duduk bersandar di sofa mengenang peristiwa
tadi. Pikiranku menerawang. Inilah kenikmatan badan, apa yang kuidamkan
selama ini akhirnya bisa kudapatkan. Dosen yang selama ini hanya hadir
dalam khayalanku saja telah nyata kurasakan. Berasmara dengan Dosen
Hanizah adalah impian setiap lelaki yang mengenalnya, dan aku dapat
menikmati tubuh yang menggiurkan itu. Jika selama ini kulihat Dosen
Hanizah bertudung dan berbaju penuh, hari ini aku melihatnya tanpa
pakaian, mengamati tubuhnya yang indah, setiap lekuk badannya,
payudaranya dan kemaluannya. Semuanya kualami dengan menikmati
pemandangan yang mempesona, malah tidak hanya itu, tetapi juga dapat
merasakan kenikmatan yang ada pada tubuh itu. Aku bahagia. Aku puas,
sangat puas dengan apa yang telah kulakukan tadi. Aku tersenyum
sendirian.
Ketika aku melamun, aku dikejutkan dengan bunyi
dentuman petir yang kuat. Aku teringat Dosen Hanizah. Jam sudah
menunjukkan 12:00 tengah hari. Rupanya sudah hampir setengah jam aku
melamun. Aku bangun dan menuju ke arah kamar Dosen Hanizah. Kuketuk
pintu dan terus masuk. Kelihatan dosen Hanizah telah berpakaian tidur
sedang menyikat rambutnya.
"Ada apa Azlan..?" tanyanya lembut.
"Bosen
aja diluar sendirian." jawabku ringkas sambil duduk di tepi ranjang
memandang Dosen Hanizah menyisir rambutnya. Dipojok kamar terlihat
ranjang kecil yang di dalamnya ada bayi perempuan Dosen Hanizah yang
sedang tidur dengan nyenyaknya. Bunyi dentuman petir seperti tidak
diperhatikan, dia tidur seperti tidak menghiraukan keadaan sekitarnya.
"Terima kasih yah.." kataku.
"Terima kasih apa..?"
"Yang tadi. Sebab tadi adalah pengalaman yang terindah buat saya."
"Ohh.. tapi jangan kasih tau orang lain."
"Janji." balasku.
Aku kembali memperhatikannya berdandan. Harum minyak wanginya menusuk hidung ketika Dosen Hanizah menyemprotkan ke badannya.
"Kenapa Anda tidak marah..?"
"Marah kenapa..?"
"Iya.., awalnya Anda melarang, Anda menolak Saya, tapi setelah itu..?"
"Setelah itu Saya biarkan..?" sambungnya.
"Haa.." jawabku dan langsung kusambung, "Apa sebabnya..?"
"Kalau Saya lawan pun Kamu pasti memaksa, Kamu pasti sangat menginginkan."
"Belum tentu." jawabku.
"Pasti
begitu. Saya mana mungkin melawan. Jadi lebih baik Saya biarkan dan
berbagi saja denganmu. Kan dua-duanya senang." jelasnya.
"Anda tidak menyesal..?" tanyaku ingin kepastian.
"Kalau
rela, mana mungkin menyesal, buat apa..?" jelasnya lagi, "Lagian juga
Kamu tidak memperkosa Saya, Kamu kan minta baik-baik, Saya jadi
memberinya. Ditambah Kamu sudah lihat Saya telanjang. Lain halnya kalau
kamu masuk ke rumah Saya, terus menyerang Saya dan perkosa Saya. Kalau
itu Saya pasti akan lapor polisi dan Kamu pasti dipenjara."
"Habis, anda kelihatannya mau melapor. Iya nggak..?" tanyaku meyakinkan.
"Lapor..?
Buat apa..? Kamu kan bukan masuk dengan cara paksa, Saya yang suruh
Kamu masuk. Saya juga yang membiarkan Kamu menyetubuhi Saya."
"Kalau suami Anda tahu..?"
"Gimana
dia akan tahu..?" tanya Dosen Hanizah. "Ini kan hanya rahasia kita saja
kan..?" aku mengangguk. "Jadi, janganlah beritahu orang lain..!" aku
angguk lagi tanda paham.
Dia menuju ke arah ranjang anaknya sambil
membelainya dengan penuh kasih sayang seorang ibu. Kemudian Dosen
Hanizah menghampiriku dan duduk di sebelahku.
"Wanginya.." sapaku manja. Dosen Hanizah mencubit pahaku dan aku berkata, "Saya mau lagi.."
"Mau apa..?"
"Yang seperti tadi."
"Tadi kan sudah.."
"Tak puas..""Aii.. nggak puas juga..? Suami Saya sekali saja langsung lelah dan tidur, Kamu mau lagi..?"
"Soalnya..,
peluang seperti ini susah Saya dapatkan. Lagian tadi Saya tak sempat
jilat vagina Anda. Anda pun tak pegang penis Saya. Saya ingin merasakan
perempuan pegang penis Saya." jawabku jujur.
"Jilat..? Mau meniru cerita BF yach..?" balasnya tersenyum.
Aku
mengangguk membalas senyumannya. Kemaluanku kembali menegang, tenagaku
sudah pulih. Aku pegang tangan Dosen Hanizah dan meletakkannya di atas
batang kemaluanku yang mengeras itu. Dosen Hanizah seperti paham dan
meraba batangku yang ada di dalam sarungku. Aku biarkan saja, sedap
rasanya. Setelah itu, aku berdiri dan melucuti sarungku. Aku dengan
telanjang berdiri di hadapan Dosen Hanizah. Dia hanya tersenyum
memandangku. Perlahan-lahan, kemaluanku yang menegang itu dipegangnya,
dibelai dan diusap ke atas dan ke bawah. Nikmatnya tak terkira, selalu
jari sendiri yang berbuat, tapi hari ini jari jemari lembut seorang
wanita cantik yang melakukannya. Aku mendesis karena nikmatnya. Aku
berharap Dosen Hanizah akan menghisap dan mengulum batang kejantananku.
Memang Dosen Hanizah sudah tahu keinginanku. Diciumnya ujung batang
kemaluan aku, dan ujung lidahnya dimainkan di lubang kepala
kejantananku. Aku terasa ngilu, tapi sedap. Perlahan-lahan Dosen Hanizah
membuka mulut dan memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.
Terasa
kehangatan air liurnya membasahi batang yang setengahnya berada di
dalam mulutnya. Dihisapnya penisku, dikulumnya ke atas dan ke bawah.
Terasa seperti tercabut ketika itu. Kupegang dan remas rambutnya yang
baru disisir tadi. Aku dorong batang kemaluanku jauh ke dalam mulutnya,
terasa ujung kejantananku terkena dasar tenggorokannya. Dosen Hanizah
menghisap sampai ke pangkal sambil tangannya meremas-remas telur
zakarku. Di saat itu, aku rasakan kenikmatan yang lain dari yang tadi.
Kubiarkan Dosen Hanizah menghisap semaunya, kubiarkan dia menjilat
seluruh batang kemaluanku, telurku. Sengaja kubiarkan sebab sangat
nikmat rasanya.
Setelah itu, aku pegang bahunya. Dia berdiri
memandang dengan penuh kesayuan. Aku pegang dan belai rambut yang
terurai di bahu. Perlahan-lahan kulepaskan baju tidurnya ke bawah, dia
tidak memakai pakaian dalam. Terlihatlah tubuh Dosen Hanizah yang
bertelanjang di hadapanku. Aku lingkarkan tangan di pinggang dan mulai
mendekapnya lembut. Kami berpelukan dan bertautan bibir sambil
jari-jariku meraba dan menggosok seluruh badan. Sekarang baru aku bisa
merangkul tubuh yang kecil molek dengan pinggang yang ramping iti
sepuas-puasnya. Pinggangnya kecil tapi sangat proposional. Kudekap dan
kuremas punggungnya sambil menggesek-gesekkan batang kejantananku ke
perutnya. Sungguh nikmat dapat berpelukan sambil berdiri.
Aku baringkan dia di atas ranjang sambil terus memberikan kecupan demi
kecupan. Kali ini aku tidak berlama-lama mencium payudaranya sebab
sasaran muluku adalah ke liang kenikmatannya. Aku turunkan ciumanku ke
bawah, kemaluannya masih kering. Aku terus mencium kemaluannya itu
dengan lembut. Terangkat punggungnya menahan kenikmatan itu. Bibir
kemaluannya kujilat, kujulurkan lidah dan menusuk ke dalam lubangnya.
Dia mendesis keenakan sambil menggeliat manja. Biji kelentitnya kuhisap,
kujilat semaunya. Vagina Dosen Hanizah mulai basah, aku tak peduli, aku
terus jilat dan hisap sambil tanganku meremas-remas puting payudaranya.
Tiba-tiba,
saat menikmati sedapnya menjilat, Dosen Hanizah meraung dengan tubuhnya
terangkat. Serentak dengan itu, habis mulutku dibasahi dengan simbahan
air dari dalam liang kewanitaannya. Ada yang masuk ke dalam mulutku
sedikit, rasanya agak payau dan sedikit asin. Aku berhenti dan
mengelapkan mulutku yang basah karena air maninya. Rupanya Dosen Hanizah
klimaks. Aku mainkan dengan jari saja lubang vagina itu. Entah karena
apa, timbul nafsu untuk menjilat air maninya lagi. Aku kembali
membenamkam wajahku dan mulai menjilat lembah yang basah berair itu.
Lama-lama rasanya menjadi sedap, habis kujilat, kuhisap vaginanya. Dosen
Hanizah hanya merintih manja sambil meliukkan tubuhnya. Ketika aku
menghisap kelentitnya, kumainkan lubang kenikmatannya dengan jari.
Tiba-tiba, sekali lagi dia terkejang kepuasan, dan kedua kali jugalah
air maninya menerjah ke dalam mulutku.
Dengan mulut yang basah
karena air maninya, kucium mulut dia. Air maninya bercampur dengan air
liurnya apabila aku membiarkan lidahku dihisap. Dosen Hanizah menjilat
air maninya sendiri tanpa mengetahuinya. Ketika sudah habis air mani di
mulutku karena disedotnya, aku mulai menghentikan pemanasan. Tubuhnya
kutindih, dengan sauh dihalakan ke lubuk yang dalam dan dilepaskan
layar, maka jatuhlah sauh ke dalam lubuk yang selama ini hanya
dilabuhkan oleh sebuah kapal dan seorang nakhoda saja. Kini kapal lain
datang bersama nahkoda muda yang terpaksa berhempas pulas melawan badai
mengarungi lautan birahi untuk sampai di pulau impian bersama-sama.
Perjuangan kali ini lebih lama, dan melelahkan kerena masing-masing
tidak mau mengalah duluan. Berbagai aksi dilakukan untuk sampai ke
puncak kejayaan. Tubuh Dosen Hanizah kusetubuhi dalam berbagai posisi,
dia juga memberikan kerjasama yang baik kepadaku dalam menempuh
gelombang. Akhirnya, setelah berhempas pulas, kami tiba juga di pulau
impian dengan kejayaan bersama, serentak dengan terjahan padu air hikmat
serta jeritan manja, si puteri meraung kepuasan.
Kami terdampar
keletihan setelah penat belayar. Terkulai Dosen Hanizah di dalam
dekapanku. Kali ini lebih romantis, sebab kami berbuat di atas ranjang
dengan kasur yang empuk. Banyak posisi dan gaya yang telah kami lakukan.
Kami telentang kelelahan, dengan peluh memercik membasahi tubuh dan
wajah kami. Air maniku meleleh keluar kedua kalinya dari lubang yang
sama. Dosen Hanizah mendekap badanku sambil jarinya membelai kemaluanku
yang terkulai basah itu. Dimainkannya seperti bayi mendapatkan boneka.
Kubiarkan sambil mengecup dahinya tanda terima kasih. Kami tidak
bersuara karena sangat letih.
Saat itu sempat juga aku
mengalihkan pandangan ke arah tempat tidur anaknya, kelihatan masih
terlena dibuai mimpi. Aku risau juga, takut dia terbangun kerena jeritan
dan raungan kepuasan ibunya yang berhempas pulas melawan badai samudera
bersama nakhoda muda yang tidak dikenalinya. Tubuh kami terasa tidak
bernyawa, rasanya untuk mengangkat kaki pun tidak kuat. Lemah segala
sendi dan urat dalam badan. Hanya suara rintihan manja saja yang mampu
dikeluarkan dari pita suara kami dalam kedinginan akibat hujan yang
masih turun lebat.
"Terima kasih ya.." aku mengecup dahinya, dia tersenyum. Kepuasan nampak terpancar di wajahnya.
"Kamu benar-benar hebat.." sahutnya.
"Hebat apa..?"
"Iya lah, dua kali dalam sejam."
"First time." balasku ringkas.
"Belum pernah Saya merasa puas seperti ini." jelasnya jujur.
"Belum pernah..?" tanyaku keheranan.
Dia mengangguk perlahan, "Saya tidak pernah orgasme lebih dulu."
"Suami Anda melakukan apa saja..?"
"Dia
hanya memasukkannya sampai Dia keluar.." sambungnya. "Bila sudah
keluar, dia letih, terus tertidur. Saya sudah tidak terangsang lagi saat
itu."
"Kenapa Anda tidak memintanya..?" saranku.
"Kalau sudah keluar, Dia tidak terangsang lagi."
"Dalam seminggu berapa kali Anda berbuat..?" tanyaku mengorek rahasia mereka.
"Sekali, kadang-kadang tidak dapat sama sekali dalam seminggu itu.."
"Kenapa..?"
"Dia pulangnya terlalu malam, jadi sudah letih. Tidak nafsu lagi untuk bersetubuh."
"Ohh.." aku menganguk seakan memahami.
"Kapan terakhir Anda melakukannya..?" pancingku lagi.
"Ehh, dua minggu yang lalu." jawabnya yakin.
"Sudah dua minggu Anda tidak mendapatkannya..?" sambungku terkejut, Dosen Hanizah hanya menganggukkan kepala mengiyakannya.
"Jelas Dosen Hanizah tidak marah besar ketika aku mulai menjamah tubuhnya." dalam hatiku, "Dia mengidamkan juga rupanya.."
Hampir
setengah jam kami berbicara dalam keadaan berpelukan dan bertelanjang
di atas ranjang itu. Segala hal mengenai masalah rumah tangganya kutanya
dan dijawabnya dengan jujur. Semua hal yang berkaitan diceritakannya,
termasuk jeritan batinnya yang rindu akan belaian dari suami yang tidak
pernah benar-benar dinikmatinya. Suaminya terlalu sibuk dengan kerjanya
hingga mengabaikan nafkah batin si isteri. Memang bodoh suami Dosen
Hanizah, sebab tidak menggunakan sepenuhnya tubuh yang menjadi idaman
setiap lelaki yang memandang itu. Nasibku baik, sebab dapat menikmati
tubuh itu dan sekaligus membantu menyelesaikan masalah kepuasan
batinnya.
Aku semakin bangga apabila dengan jujur Dosen Hanizah
mengakui bahwa aku telah berhasil memberikan kepuasan kepada dirinya,
batinnya kini tidak lagi bergejolak. Raungannya kini tidak lagi tidak
dipenuhi, Dosen Hanizah sudah dapat apa yang diinginkan batinnya selama
ini, walaupun bukan berasal dari suaminya sendiri, tetapi dengan anak
muridnya, yang lebih muda 10 tahun tetapi gagah seperti berusia 30
tahun. Desiran hujan semakin berkurang, rintiknya semakin perlahan,
menunjukkan tanda-tanda hendak berhenti. Kami bangun dan melihat ke luar
jendela. Seperti disuruh, Dosen Hanizah mengenakan kembali pakaian
tidurnya lalu terus ke dapur. Aku menanti di kamar itu. Tak lama
kemudian, dia masuk dan menyerahkan pakaianku yang hampir kering.
Setelah mengenakan pakaian, aku ke ruang tamu dan minta diri untuk
pulang karena terlihat hujan sudah berhenti.
Dosen Hanizah
mengiringi aku ke pintu. Sekali lagi aku mengucapkan terima kasih atas
segala layanannya. Dosen Hanizah juga berterima kasih kerena telah
membantunya. Aku ambil sepedaku, lalu membuka pintu pagar dan terus
mengayuh menuju ke rumah. Tidak terlihat Dosen Hanizah di halaman rumah,
maklumlah hujan, lagi pula sekarang waktunya makan siang.
Setibanya
di rumah, aku mandi. Di kamar, terlihat dengan jelas bekas gigitan di
leherku. Ah, gawat bisa malu aku nanti. Aku berniat kalau tidak hilang
sampai besok, aku pasti tidak akan ke sekolah.
Keesokan harinya,
tidak terlihat bekas gigitan pada leherku. Aku ke sekolah seperti biasa
bersama adik-adikku yang lain. Mereka perempuan, jadi tidak satu sekolah
denganku. Di sekolah, bila bertemu dengan Dosen Hanizah yang berbaju
kurung, aku tersenyum dan mengucapkan selamat, seperti tidak ada sesuatu
di antara kami. Dosen Hanizah pun bertingkah biasa saja, walaupun di
hati kami masing-masing tahu apa yang telah terjadi sewaktu hujan lebat
kemarin. Di dalam kelas, dia mengajar seperti biasa. Aku pun tidak
macam-macam, takut nanti teringat dan menginkannya di kelas.
Selama
sebulan lebih setelah kejadian itu, kami masih bersandiwara seakan-akan
tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Tidak pernah bercerita
tentang hal itu. Kalau kami bertemu pun, hanyalah berkisar masalah
pelajaran. Aku yang baru pertama kali mendapatkannya, sudah merasa
ketagihan. Terasa ingin lagi menjamah tubuh perempuan, sudah tak kuat
nafsuku ditahan. Pada suatu hari, kalau tidak salah hari Selasa, aku
berjumpa dengannya di ruang guru. Waktu itu, ruang guru sedang kosong,
aku memberanikan diri meminta keinginanku untuk menjamah kenikmatan
tubuhnya. Pada awalnya Dosen Hanizah agak keberatan, tetapi setelah
mendesak dan membujuknya, dia mulai lembut. Dosen Hanizah setuju, tapi
dia akan beritahu aku bila saatnya memungkinkan. Aku minta padanya kalau
bisa dalam waktu dekat ini karena aku sudah tak tahan lagi. Kalau
keadaan aman, dia akan memberitahuku katanya. Aku gembira dengan
penjelasan itu.
Tiga hari setelah itu, Dosen Hanizah memanggilku
ke ruang guru. Dia memintaku ke rumahnya malam Senin. Dia memberitahu
bahwa suaminya akan keluar kota ke Johor selama dua hari. Aku janji akan
datang. Aku setuju, tapi bagaimana caraku untuk bilang pada orang tuaku
kalau aku akan bermalam di luar. Aku ijin untuk menginap di rumah teman
dengan alasan belajar bersama dan terus ke sekolah besoknya. Mereka
mengijinkan. Tiba malam yang dijanjikan, kurang lebih pukul 8:00, aku
tiba. Dosen Hanizah menyambutku dengan senyuman. Anaknya yang
bermain-main dengan permainannya terhenti melihatku masuk. Setelah
melihatku, dia kembali bermain lagi. Nasib baik karena anak Dosen
Hanizah masih kecil jadi masih belum mengerti apa-apa. Malam itu, kami
tidur bersama di kamar seperti sepasang suami isteri. Persetubuhan kami
malam itu memang menarik, seperti sudah lama tidak merasanya.
Aku
melepaskan rinduku ke seluruh bagian tubuhnya. Dosen Hanizah kini tidak
lagi malu-malu meminta dipenuhi keinginannya jika lagi nafsu. Kalau
tidak salah, malam itu kami bermain sampai 4 kali. Yang terakhir kali
sudah sampai dini hari, dan kami tertidur. Bangun-bangun sudah pukul
8:00 lebih ketika anaknya menangis. Kami sudah terlambat ke sekolah,
Dosen Hanizah menelpon dan mengatakan kalau dia sakit. Aku pun sudah
malas untuk ke sekolah.
Setelah menenangkan anaknya dengan
memberikan susu, dia menidurkan kembali anaknya. Kami bersarapan dengan
makanan yang disediakannya. Kemudian, kami mandi bersama, bertelanjang
dan bersenggama di dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku minta dia
untuk menerima seluruh air maniku ke dalam mulutnya. Dosen Hanizah
setuju, setelah puas, batang kejantananku menyusuri lembah, di saat mau
melepaskan puncak kenikmatanku, aku minta Dosen Hanizah duduk dan aku
arahkan senjataku ke sasaran, dan terus menembak ke mulutnya yang
terbuka lebar. Penuh mulut Dosen Hanizah dengan air maniku. Ada beberapa
tetes yang tertelan, yang lain dimuntahkannya kembali. Aku mengarahkan
batang kejantananku masuk ke dalam mulutnya, dia terpaksa menerima dan
mulai menghisap batang kejantananku yang masih berlinang dengan sisa air
mani yang ada.
Kami terus mandi dan membersihkan badan. Anaknya
telah lama tertidur, kami berdua beristirahat di ruang tamu sambil
mendengar radio. Kami berbincang tentang hal peribadi masing-masing.
Sesekali Nescafe panas yang dihidangkan oleh Dosen Hanizah kuhirup. Aku
memberitahu padanya kalau aku tak pernah punya cewek kalau ditanya orang
lain, dan aku juga merasa bangga kerena dapat merasakan nikmatnya
hubungan antara lelaki dan perempuan lebih awal. Sambil berbicara, aku
mengusap dan meremas lembut buah dada dosenku yang berada di sebelah.
Aku juga bertanya tentang suaminya, adakah dia tahu atau merasa ada
perubahan sewaktu berasmara bersama. Dosen Hanizah menjelaskan bahwa dia
berbuat seperti biasanya, waktu berasmara pun seperti biasa.
Dosen
Hanizah tidak pernah menghisap kemaluan suaminya sebab suaminya tidak
mau, begitu juga kemaluannya tidak pernah dijilat. Jadi, akulah orang
pertama menjilat kemaluannya dan kemaluan akulah yang pertama masuk ke
dalam mulut Dosen Hanizah. Dosen Hanizah bilang suaminya merasa jijik
apabila kemaluannya dijilat, dihisap dan dimainkan dengan mulut. Karena
itulah, Dosen Hanizah tidak keberatan mengulum kemaluanku karena memang
diiginkannya. Kami ketawa kecil mengenangkan aksi-aksi gairah yang
pernah kami lakukan.
Jam menunjukkan pukul 10:00 lebih. Dosen
Hanizah bangun menuju ke kamarnya, aku mengekori. Di kamar, dia melihat
keadaan anaknya yang sedang pulas. Perlahan-lahan aku memeluknya dari
belakang. Tanganku, kulingkarkan ke pinggangnya yang ramping sambil
mulut mengecup lembut lehernya. Sesekali tanganku meremas buah dadanya
yang kian menegang. Aku memalingkan tubuhnya, kami berdakapan sambil
berkecupan bibir. Tubuhnya kubaringkan ke atas ranjang sambil mengulum
bibirnya dengan mesra. Pakaiannya kulepaskan, begitu juga dengan
pakaianku. Mudah dilepaskan karena memang kami masing-masing sudah
merencanakannya.
Entah berapa kali mulutku penuh dengan air
maninya sebelum kemaluanku menerobos liang keramat itu. Kali ini aksi
kami semakin ganas. Tubuhnya yang kecil itu kutindih semaunya. Akhirnya,
muntahan cairan kentalku tidak dilepaskan di dalam, tetapi di mulutnya.
Air maniku memenuhi mulutnya ketika kumuntahkan di situ. Dia
menerimanya dengan rela sambil menjilat-jilat sisanya yang meleleh
keluar, sambil batang kemaluanku dikulumnya untuk menjilati sisa-sisa
yang masih ada. Aku tersenyum melihat lidahnya yang menjilat-jilat itu
seperti mendapatkan suatu makanan yang lezat. Dia juga ikut tersenyum
melihatku.
Setelah habis ditelannya. Aku mulai memakai kembali pakaianku. Dosen Hanizah duduk bersandar, masih bertelanjang.
"Sedap..?" tanyaku sambil menjilat bibir.
Dosen
Hanizah mengangguk paham. Dia kemudian mengenakan pakaian tidurnya lalu
menemaniku hingga ke pintu. Setelah selesai, aku minta diri untuk
pulang ke rumah, takut nanti bohongku ketahuan. Dia melepasku dengan
berat hati. Aku pulang, orang tuaku tidak ada, yang ada hanya pembantu.
Aku memberitahu mareka kalau aku sakit dan terus ke kamar untuk tidur.
Begitulah
kisahku berasmara dengan dosen matematikaku yang hingga kini masih
menjadi kenangan, walaupun sudah 10 tahun lebih aku meninggalkan sekolah
dan negeri itu untuk berkerja di Kuala Lumpur. Waktu aku tingkat 6,
Dosen Hanizah pindah ke Johor. Selama itu, banyak sekali kami melakukan
hubungan seks. Sebelum berpindah, Dosen Hanizah mengandung, aku sempat
juga tanya anak siapa, dia tidak menjawab tapi tersenyum memandangku.
Aku mengerti, itu adalah hasil dari benih yang kutaburkan berkali-kali.
Setelah itu, aku tak pernah bertemu atau mendengar kisahnya.
Aku
mendapat kabar angin kalau Dosen Hanizah kini mengajar di Kuala Lumpur.
Kalau betul, aku mau coba mencari walaupun kini usianya kurang lebih 43
tahun. Sampai sekarang aku masih belum menemuinya, tetapi sebelum Hari
Raya tahun 2000, aku melihat Dosen Hanizah di Mid Valley Shopping Centre
sedang belanja dengan anak-anaknya.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar