Bagiku masa SMU adalah masa-masa yang tidak dapat kulupakan. Terutama
yang berhubungan dengan cinta. Selama 3 tahun di SMU aku sudah 3 kali
berpacaran. Yang pertama, saat kelas 1, pacarku salah satu cewek populer
di sekolahku, dan hubungan kami cuma bertahan selama 2 bulan. Di kelas
2, aku kembali menjalin hubungan dengan seorang cewek manis, dan
hubungan tersebut berjalan cukup lama, hampir satu tahun. Dan yang
ketiga, kira-kira beberapa minggu setelah aku putus dengan pacar
keduaku. Awal hubungan kami bisa dibilang sangat aneh dan tak terkira,
meskipun sebelumnya kami sudah saling kenal karena sering bertemu.
*****
Waktu
itu siang menjelang sore, aku sendirian di rumah, duduk di sofa di
depan televisi. Tapi lama kelamaan aku merasa bosan. Aku memutuskan
untuk keluar sebentar mencari rokok, mumpung kedua orang tuaku sedang
tidak dirumah, dan aku bisa bebas merokok. Dan aku pun keluar dengan
sepeda motorku. Dasar sial warung rokok dekat rumahku tutup semua, dan
langit mulai tertutup mendung. Aku ragu sejenak, bingung apakah terus
mencari warung yang buka atau pulang saja, tapi setahuku di dekat jalan
raya sana ada warung yang buka. Aku memutuskan tetep mencari rokok ke
warung di depan sana. Dan memang akhirnya aku bisa mendapatkan rokok di
warung itu. Gerimis mulai turun. Ketika aku sedang tergesa-gesa
menyalakan mesin motorku, kulihat seseorang yang kukenal.
"Hei, Bu Lina!" aku memanggil wanita itu. Ia menoleh dan tersenyum sambil menghampiriku.
"Hei Jo! Lagi apa kamu? Beli rokok ya?" tanya wanita itu.
"He.. He.. Ibu tahu aja!"
"Sudah Ibu bilang, jangan kebanyakan merokok!" kata Bu Lina,"Nggak baik untuk kesehatan."
Aku
cuman cengar-cengir. Bu Lina adalah guru privat adikku yang masih kelas
6 SD. Seminggu dua kali Bu Lina ke rumahku untuk memberi les untuk
adikku. Dan Bu Lina sudah jadi guru les adikku sejak 3 bulan yang lalu.
"Ibu mau ke rumah kan? Bareng yuk, keburu hujan."
Sejak
pertama kali bertemu Bu Lina, diam-diam aku mengaguminya. Ia cantik dan
anggun, juga baik hati, cerdas dan ramah. Aku paling suka melihat Bu
Lina saat ia menerangkan pelajaran untuk adikku. Lama-lama rasa kagum
itu berubah menjadi cinta, tetapi tetap saja aku tak pernah berani
mengatakannya. Ya, jangan kaget, pacar ketigaku-ya-Bu Lina itu. Aku tak
peduli beda usia yang cukup jauh (waktu itu Bu Lina berusia 28 tahun,
dan aku 18 tahun), aku tetap mencintainya. Hujan semakin deras, dan
ketika kami tiba di rumahku, kami benar-benar basah.
"Masuk, Bu. Biar kuambilkan handuk"
Dan
aku baru tersadar, kalau Bu Lina tampak lebih cantik saat rambutnya
basah. Di balik pakaiannya yang basah sekilas tampak lekuk liku tubuh
seksinya, membuatku membayangkan hal yang bukan-bukan. Kami duduk di
sofa ruang tengah, mengobrol sambil minum teh hangat.
"Bukannya jadwal lesnya masih 1 jam lagi Bu?" tanyaku.
"Iya
sih. Ibu habis dari rumah teman Ibu dekat sini, daripada mondar-mandir,
sekalian saja ke sini. Lagipula tadi sudah gerimis."
Kami mengobrol cukup lama.
"Sini Bu, cangkirnya biar diisi lagi." Aku menawarkan.
"Eh, terima kasih!" Aku menerima cangkir yang diulurkan Bu Lina dan beranjak ke dapur.
Saat
aku membuatkan teh hangat, pikiran-pikiran kotor yang tadi sempat
tertahan kembali muncul. Aku membayangkan seandainya Bu Lina tak
mengenakan apa-apa di tubuhnya yang seksi itu. Dan semakin kubayangkan
gairahku semakin menjadi-jadi.
"Ini, Bu!" Aku menaruh cangkir teh di atas meja.
Bu Lina tersenyum, "Terima kasih!"
Aku masih berdiri di samping Bu Lina. Dan kulihat ia sedikit bingung, "Ada apa, Jo?"
Aku
tak tahu kenapa aku bisa begitu nekat waktu itu. Dalam sekejab aku
sudah memeluk Bu Lina. Bu Lina sangat terkejut dan berusaha melepaskan
pelukanku. Tapi tenagaku lebih kuat. Kudorong tubuh Bu Lina hingga rebah
di atas sofa.
"Jo, apa-apaan kamu?" Bu Lina berontak atas perlakuanku. Namun perlukanku semakin erat.
Aku
berbisik pelan, "Aku mencintaimu, Bu!" dan kulihat Bu Lina semakin
terkejut. Ia diam terpaku untuk sesaat. Aku memanfaatkan waktu sesaat
itu untuk merenggut lepas kancing-kancing kemejanya.
"Aku menginginkanmu, Bu!"
Kulihat
payudara Bu LIna yang bulat berisi di balik bra putihnya. Bu Lina hanya
memandangku seakan tak percaya apa yang baru saja terjadi. Ia sudah tak
lagi meronta, sepertinya sudah pasrah akan apa yang akan terjadi.
Pelan-pelan
kuturunkan roknya, lalu kulepaskan bra putih itu. Di depanku kini
tampak jelas payudara Bu Lina yang sungguh indah, pinggang ramping,
pinggul seksi, dan kaki-kaki jenjangnya. Tubuh Bu Lina kini hanya
tertutupi oleh celana dalam putih. Tanpa menunggu aku mulai mencumbui
tubuh seksi Bu Lina. Mula-mula dari payudaranya. Kumainkan lidahku,
kuciumi dengan penuh nafsu, sesekali lidahku memainkan putingnya yang
menantang. Kurasakan tubuh Bu Lina tergetar pelan, dan ia mulai mendesah
pelan.
Kulanjutkan cumbuanku turun ke arah perut, dan semaki ke
bawah. Kulepaskan penutup terakhir tubuhnya. Saat itu kudengar suara Bu
Lina memohon pelan.
"Ja.. Jangan, Jo!"
Tapi aku tak
peduli, aku mulai mencumbu sela-sela paha itu. Harumnya liang kewanitaan
Bu Lina membuatku semakin bergairah. Kepalaku kusisipkan di antara
kedua paha Bu Lina, dan mulai mencumbu liang kewanitaan yang ditumbuhi
bulu-bulu halus. Kumainkan lidahku di sana, kadang bibirku memainkan
klitorisnya hingga tubuh Bu Lina bergetar, dan desahan-desahan pelan
terdengar dari bibir Bu Lina saat jariku menyusup ke dalam vaginanya.
"Mmmh, ya!Oh.. Ya, enak.. Oh.. Oh!"
Lidah
nakalku terus menari-nari di sana, menyalurkan kenikmatan yang mulai
membius kesadaran Bu Lina. Sekarang Bu Lina mulai hanyut dalam permainan
cumbuanku, desahan dan erangannya mengimbangi tarian lidahku pada
klitorisnya. Kedua pahanya menjepit kepalaku.
"Yaa.. Ya!Oh.. Oh, ya sayang.. Teruskan.. Oh.. Oh!"
Tak lama kemudian kurasakan getaran hebat tubuh Bu Lina. Erangannya pun terdengar semakin keras,
"AH..
Ya, ya.. Oh sayang.. Aku.. Aku keluar.. Oh ya.. Ooohh!" Bu Lina
menggelinjang hibat dan liang kewanitaannya mulai dibanjiri cairan
vaginanya, membuat vagina Bu Lina semakin becek. Aku menyapukan lidahku,
menjilati cairan itu.
Aku melihat wajah cantik Bu Lina, kini
bersemu merah, matanya terpejam, nafasnya terengah-engah, bibirnya
mengeluarkan desahan-desahan pelan. Keringat membasahi tubuhnya. Bu Lina
membuka matanya, lalu memandangaku. Masih belum hilang rasa ingin tahu
dalam pandangan itu, seakan bertanya 'Mengapa kamu melakukan ini pada
ibu?' tetapi bibirnya tetap terkatup.
Kusambut bibir Bu Lina dengan bibirku. Selama beberapa saat kami berpagutan. Dan kurasakan Bu Lina mulai membalas ciumanku.
Aku
mulai melepaskan semua pakaianku. Kini kami berdua sudah tak mengenakan
apa-apa lagi. Senjataku sudah tegang sejak tadi, seperti sebuah rudal
yang siap ditembakkan. Ukurannya memang tidak seperti milik bintang film
porno yang sering kulihat, tapi cukup besar juga. Bu Lina memandangku
dengan tatapan ragu bercampur takut.
"Maaf, Bu!" kataku pelan.
Kutuntun penisku ke lubang vagina Bu Lina. Kurasakan Bu Lina sedikit menolak saat kepala penisku menyentuh klitorisnya.
"Ja.. Jangan, Jo! Ja.. Jangan dimasukkan, nan.. Nanti.."
"Ibu nggak usah khawatir, Jo tanggung jawab," kataku, "Jo mencintai Ibu!"
"Ta.. Tapi Jo.."
Belum selesai Bu Lina bicara, aku sudah menusukkan senjataku hingga masuk setengahnya.
"Ah.. Jo!" Bu Lina mulai meronta.
"Tenang Bu!" kupegangi kedua tangannya.
Kurasakan
lubang vagina Bu Lina yang masih sempit itu menjepit penisku dan
meremas-remasnya. Aku bertanya-tanya, apa Bu Lina masih perawan.
Kudorong penisku hingga menyusup lebih jauh. Bu Lina merintih,
"Sa.. Sakit Jo.."
"Iya.. Iya Bu! Jo pelan-pelan masukinnya."
Mungkin
Bu Lina nemang masih perawan, pikirku. Kulihat titik-titik air mata
mulai basahi matanya, dan ada sebagian yang jatuh ke pipinya.
"Jo.. Hentikan! Ja.. Jangan diteruskan!" desah Bu Lina.
Kepalang tanggung, pikirku. Dan kulesakkan penisku hingga masuk seluruhnya, sampai-sampai Bu Lina menjerit.
"Ah.. Jo, sakit Jo!"
"Tak apa-apa, Bu. Cuman sebentar sakitnya."
Kudiamkan
penisku di dalam vagina Bu Lina selama beberapa saat, kurasakan pijatan
lembut dinding vagina pada penisku. Terasa nikmat sekali. Lalu aku
mulai menggerakkan pinggulku maju mundur, mengocokkan penisku di dalam
vagina Bu Lina. Bu Lina mengerang, pada awalnya tedengar rintihan
kesakitan, namun lambat laun berganti desahan kenikmatan.
"Ya.. Ya, Oh ya sayang!"
Peluh
membanjiri tubuh Bu Lina, matanya terpejam seakan-akan menjemput
kenikmatan yang datang bertubi-tubi. Desahannya mengiringi gerakan
pinggulku.
"Oh, ya.. Oh.. Ouh. Terus sayang! Enak, ja.. Jangan berhenti, oh.."
Aku
terus memompa penisku keluar masuk, menggesek dindinjg vagina yang
basah itu. Kulihat tangan Bu Lina meremas-remas payudaranya sendiri.
Kenikmatan sudah menjalari seluruh tibuhnya. Desahan dan erangan terus
menggema di ruangan itu, berbaur dengan deru suara hujan di luar.
Tak
lama kemudian kulihat Bu Lina menggelinjang hebat, dan dari bibirnya
terdengar erangan panjang menendakan ia telah mencapai klimaks.
Kurasakan cairan hangat basahi penisku di dalam vaginanya.
"Oh, oh.. Ya.. Ooohh, sayang! Aku keluar, oh.. Oh..!"
Dan
tanpa sadar tangannya meraihkui dan memelukku erat sambil terus
mengerang merasakan kenikmatan puncak yang menguasai tubuhnya.
"Oh.. Oh, ya ough!"
Nafasnya tersengal-sengal.
"Ya, nikmat sekali, oh..!"
Akupun
merasa sudah hampir mencapai klimaks, maka kupercepat gerakan
pinggulku. Dan sepertinya gerakanku memacu kembali gairah Bu Luna.
Kurasakan pinggul seksi Bu Lina mengimbangi gerakan pinggulku.
"Oh.. Ya.. Oh, lagi sayang.. Oh!" desah Bu Lina,"Lebih cepat lagi.. Oh.. Oh!!"
Dan tak lama kemudian kurasakan penisku berdenyut-denyut.
"A.. Aku hampir keluar Bu!" kataku,"Keluarin di mana?"
"Oh.. Keluarin saja.. Di dalam.. Nggak apa-apa.."
Dan
seketika itu juga aku mencapai puncak, penisku memuntahkan banyak
cairan mani ke dalam vagina Bu Lina, memenuhi rongga kewanitaannya.
"Ough.. Bu! Aku keluar, Bu! Oh nikmat sekali, oh..!"
Bu Lina menggelinjang lagi, ia mencapai klimaks lagi sesaat setelah aku orgasme.
"Ya.. Oh, ya sayang.. Aku juga keluar.. Oh.. Oh.."
Tubuh
kami bersimbah pelu, aku merasakan sangat lelah. Tubuhku kurebahkan di
sofa di samping tubuh Bu Lina. Nafas kami tersengal-sengal. Kulihat
wajah Bu Lina yang bersemu merah tampak cantik, ia tersenyum.
"Kau.. Kau nakal Jo!" katanya pelan,"Tapi aku senang."
"I.. Ibu tidak marah?"
Bu Lina mencium bibirku. "Aku memang marah pada mulanya, tapi-sudahlah-semuanya sudah terjadi," katanya, "Kau hebat!"
Hujan
masih turun dengan derasnya. Adikku menelpon, katanya ia belum bisa
pulang karena hujan belum reda. Dan aku menghabiskan sore itu berdua
bersama Bu Lina. Kami masih sempat bermain cinta sekali lagi sebelum
kedua orangtua dan adikku pulang.
*****
Sejak saat itu aku
merasa hubunganku dengan Bu Lina semakin dekat, selayaknya sepasang
kekasih. Bu Lina menjadi lebih ramah padaku. Kadang kalau ada waktu
senggang, aku main ke rumah Bu Lina, atau jika rumahku sepi, aku
mengundang Bu Lina ke rumahku, dan kami bisa menghabiskan sore dengan
bermain cinta. Hubungan kami bertahan selama 6 bulan, dan berakhir saat
aku lulus SMU dan harus melanjutkan ke perguruan tinggi di kota lain.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar