Perusahaan di tempat saya bekerja pada awalnya adalah penyedia jasa yang
bergerak di bidang bimbingan belajar di Kota Y. Namun seiring dengan
kemajuan yang dicapai, maka dicoba untuk mengembangkan sayap pada
bidang-bidang lain seperti super market, sekolah tinggi ekonomi, kursus
komputer, travel and tour, bahkan membuka rumah makan, yang semakin hari
semakin berkembang dan tidak hanya menempati satu gedung namun tersebar
di berbagai tempat dan mempunyai kantor cabang dikota-kota lain di
Indonesia.
Saya bekerja sebagai staf di bidang adminstrasi
perusahaan dan menangani arsip-arsip perusahaan yang semakin hari
semakin menumpuk saja. Seiring dengan perkembangan tersebut diadakanlah
training kearsipan bagi karyawan-karyawan yang menangani arsip-arsip
perusahaan supaya ada kesatuan persepsi dan model yang akan dipakai
dalam penanganan arsip, sehingga memudahkan dalam pencarian kembali
arsip yang telah lalu, maupun menyeleksi arsip-arsip yang akan
dimusnahkan supaya tidak memenuhi gudang.
Ketika saya ditugaskan
untuk mengikuti kursus tersebut, saya langsung menyatakan setuju. Saya
merasa beruntung ditunjuk untuk kursus kearsipan tersebut, karena selain
tidak masuk kantor juga bisa "refreshing" menyegarkan badan dan otak
yang sehari-hari hanya bergelut dengan kertas dan kertas. Kursus
diadakan selama 2 minggu dan menginap di subuah penginapan di kawasan
Kaliurang, suatu tempat rekreasi yang sejuk di kaki Gunung Merapi.
Kursus
kearsipan diikuti sekitar 30 orang laki dan perempuan, umurnya berkisar
antara 22 sampai 36 tahun, jadi masih muda-muda dan penuh semangat. Ada
yang sudah berkeluarga, ada juga yang baru punya pacar. Walaupun kami
dalam satu group perusahaan, namun karena jarang bertemu, terlebih yang
dari luar kota, ya kebanyakan dari kami belum saling kenal, hanya satu
dua orang saja yang sudah saling kenal.
Hari pertama kursus
diadakan acara perkenalan dari masing-masing peserta untuk menyebutkan
nama, alamat, asal sub perusahaan/kerja dibagian apa, dan sebagainya
sampai soal status keluarga, anak serta suami ataupun istri. Setelah
istirahat siang, untuk lebih dapat menghafal nama serta lebih kompak
dalam kerjasama peserta diadakan kegiatan dinamika kelompok dan
dilanjutkan acara Outward Bound selama 2 hari penuh.
Dalam dua
hari tersebut hampir semua peserta sudah saling kenal satu sama lain,
bahkan ada yang tampak akrab. Ketika acara istirahat siang mereka sudah
pada ngobrol satu sama lain, saling curhat, saling mencari "jodoh"
masing-masing. Dan pada malam kedua itu kelihatannya mereka sudah saling
akrab bahkan hampir dari semua peserta pada malam itu sesudah pelajaran
selesai kira-kira pukul 21. 30 WIB mereka memutuskan untuk jalan-jalan
keliling sekitar penginapan sampai ke Gardu padang untuk melihat
pemandangan alam di sekitar Gunung Merapi malam hari. Dan sungguh
menakjubkan, pada malam terang bulan itu Merapi terlihat indah, gagah,
namun menyimpan rahasia alam yang tak dapat diraba oleh panca indera.
Dalam
perjalanan malam itulah saya mulai menemukan "jodoh" untuk diajak
bincang-bincang secara dengan dekat atau curhat bahasa populernya. Sebut
saja teman saya tadi Wiwik. Masih muda sekitar 25 tahun, belum kawin
katanya, namun sudah punya pacar.
"Pacarku itu lho Om (begitu dia panggil saya) yang antar aku ke sini tempo hari".
"Oh, yang antar kamu tempo hari to Wuk" sahutku.
Hari-hari selanjutnya semakin akrab aku memanggil dia dengan panggilan Wuk, dan dia memanggilku dengan Om.
"Kok, panggil aku Om, gimana sih?" godaku.
"Gini
Om, soalnya dari perkenalan kemarin, Om umurnya sudah sebaya dengan
umur Pak Lik atau Paman saya, jadi ya kupanggil saja Om. Nggak apa-apa
kan?" sahutnya.
"Oh, begitu to, oke deh" sahutku pula.
Pada
Ju'mat pertama, saya coba ajak Wiwik untuk jalan-jalan setelah akhir
pelajaran. Waktu itu jarum jam menunjukkan pukul 22. 00 WIB.
"Wuk, belum ngantukkan?" tanyaku.
"Belum Om, ada apa?" Wiwik balas bertanya.
"Yuk, kita jalan-jalan ke gardu pandang!" ajakku.
"Siapa aja yang akan kesana Om?" tanyaknya lagi.
"Aku
nggak tahu, aku hanya ajak kamu jalan-jalan malam ini, kan besok malam
Minggu diberi kesempatan pulang ke rumah masing-masing, jadi ini
kesempatan malam terakhir minggu pertama untuk jalan-jalan. Kalau yang
lain ada yang ikut aku nggak keberatan, kalau tak ada yang ikut pokoknya
aku ajak kamu aja, mau kan?" aku coba merayu.
"Gimana ya Om?" dia agak ragu menjawab.
"Aku
sih sebenarnya juga ingin jalan-jalan, tapi kalau hanya kita berdua
gimana, ya, aku tak enak sama teman-teman yang lain", lanjutnya.
"Ya nggak usah dipikirkan, tuh mereka sudah membuat kelompok-kelompok sendiri!" sahutku pula.
Wiwik diam sebentar dan akhirnya memutuskan mau kuajak jalan-jalan malam itu, hanya berduaan saja.
Sepanjang
jalan aku dan Wiwik ngobrol tentang keadaan kantor masing-masing,
tentang keadaan alam, tentang keluarga, dan ngomong apa saja untuk
menghilangkan kejenuhan selama perjalanan ke gardu pandang. Setelah
jalan beberapa ratus meter melewati tanjakan dan tikungan tiba-tiba
melewati tikungan yang cukup gelap karena lampu penerangan jalan yang
mati.
Wiwik berhenti sebentar dan berkata" Om, gelap tuh jalan, gimana yuk balik aja".
"Balik, tanggunglah yau, kan gardu pandang tinggal beberapa puluh meter di depan, setelah tikungan itu kan?" sahutku.
"Iya tapi kan cukup gelap, aku agak takut" sahutnya pula.
"Nggak
apa-apa, ada aku kok (gayaku sok berani), yuk terus!" sahutku sambil
secara reflek menarik tangannya dan kugandeng terus melewati kegelapan.
Wiwik,
terus mengikuti, malah memegangku semakin erat dan semakin dekat
jaraknya tubuhnya dengan tubuhku. Tercium, bau parfum yang wangi dari
tubuhnya. Hal ini semakin ingin aku menggandengnya lebih lama. Akhirnya
aku dan Wiwik melewati jalan gelap sambil bergandeng tangan terus sampat
tempat gardu pandang. Disana sudah ada beberapa pasangan muda-mudi yang
juda duduk-duduk sambil memandang keindahan Gunung Merapi.
"Om, lepasin dong tangannya" pintanya.
"Oh maaf, ya Wuk, aku sampai lupa, habis hangat sih" godaku.
"Om, nakal, besuk kuberitahu lho istri om, biar dimarahi" sahutnya.
"Eh, ngancam, ya? Besuk juga kuberi tahu pacarmu, hayo" balasku pula.
Wiwik
mencubit tanganku, namun secara cepat kupegang tangannya erat-erat dan
kutarik tubuhnya mendekati tubuhku, kutarik lagi hingga tubuh kami
berdua berdekatan.
"Ssst.. nggak usah ribut, nanti pada menengok dan
melihat ke sini semua" bisikku di telinganya. Mata kami saling
memandang, dan Wiwik pun tersenyum.
"Oke, Om, nggak usah lapor-laporan, ya" ucapnya pelan, kemudian aku pun membalas senyumnya.
"Iya deh, Oreo, setujukan?"
Akhirnya
malam itu kami duduk-duduk untuk beberapa lama, ngobrol, sambil
menikmati pemandangan dari gardu pandang, yang pada waktu itu Merapi
telah diselimuti kabut cukup tebal.
Jarum jam telah menunjukkan
pukul 23. 30 waktu setempat, hawa di pegunungan itu semakin terasa
dingin, satu persatu, sepasang demi sepasang, mereka mulai meninggalkan
gardu pandang. Aku pun mengajak turun Wiwik menuju tempat penginapan
kami.
"Om, dingin sekali ya, Om dingin nggak? tanyanya.
"Ya dingin sahutku pula, gimana to? tanyaku pula.
"Nggak
apa-apa kok, yok kita turun" lanjutnya. Tanpa berkata ba, bi, bu, ku
gandeng tangan Wiwik, dia tak menolak, aku semakin berani untuk segera
merangkulnya.
"Gimana Wuk? hangat kan? tanyaku.
"Om, nakal, besuk aku bilangan, sama istri Om" sahutnya.
"Eit, kita kan udah janji, Oreo-kan" kataku pula.
Akhirnya
Wiwk diam saja kurangkul dan kudekap sepanjang perjalanan menuju
penginapan, mungkin merasa hangat dan lebih tenang seperti yang
kurasakan.
"Lepasin Om tangannya" katanya setelah terlihat penginapan
yang tinggal beberapa puluh meter. Kulepaskan tanganku dan aku sengaja
menyenggol bukitnya yang ternyata cukup besar. Wiwik hanya diam saja.
"Dah.. Wiwik.." kataku ketika kami berpisah dan menuju kamar masing-masing.
"Dah.. Om, nakal" sahutnya sambil tersenyum.
Sabtu
sore itu kami diberi kesempatan untuk pulang mengengok keluarga
masing-masing. Aku pulang sendiri, Wiwik dijemput oleh pacarnya, yang
ternyata juga tidak begitu ganteng.
"Selamat jalan, ya, hati-hati" kataku sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman.
Wiwik pun menjawab "Terimakasih, Om, ini kenalkan, pacarku".
Aku pun terus bersalaman dan berkenalan dengan pacarnya.
"Sigit" katanya singkat.
"Yanto" jawabku singkat pula.
"Senang
ya punya pacar cantik, kok diajak pulang sore ini, mengapa tak nginap
di sini aja berdua, sekaligus bermalam minggu di sini. Kalau mau nanti
aku mintakan izin sama panitianya. Aku kenal kok sama ketua panitia
kegiatan ini" godaku pula.
Mereka berdua saling berpandangan dan tersenyum malu.
"Nggak usah lah yau, nanti ndak lupa daratan" sahut mereka berdua hapir bersamaan.
"Oke,
kalau gitu selamat jalan, dan sampai jumpa" aku berkata demikian sambil
melambaikan tangan. Mereka berdua pun melambaikan tangan, menghidupkan
mesin motornya dan melesat turun ke kota.
Ketika aku masih
bengong melihat Wiwik dengan pacarnya sudah melesat pergi, tiba-tiba
dari belakang di tepuk pundakku oleh Pak Bandung, salah seorang panitia
yang telah kukenal sebelumnya.
"Hayo! Dik Yanto jangan bengong aja,
dulu waktu muda kan pernah kayak gitu, ingat lho Dik Yanto, anak dan
istri telah menunggu dirumah untuk berakhir pekan" katanya.
Aku pun
terkejut, "Oh, nggak apa-apa kok Pak, saya cuma setengahnya tidak
percaya, itu lho gadis cantik kayak gito kok pacarnya biasa saja, nggak
ganteng, kalau dipikir-pikir justru lebih ganteng saya to Pak" jawabku
pula.
Dan sambil menghidupkan mesin aku langsung tancap gas turun
gunung, mampir sebentar di warung pinggir jalan, membeli juadah tempe
serta wajik untuk oleh-oleh anak istri yang telah menunggu di pondok
mertua indah.
Senin pagi itu para peserta kursus telah
berdatangan lagi untuk melanjutkan menimba ilmu kearsipan. Kulihat Wiwik
juga telah datang dan tengah menikmati sarapan pagi yang memang telah
disediakan oleh pihak panitia. Aku mendekat dan menyapa"Pagi Wuk, gimana
kabarnya, gimana malam minggunya, asyikkan, saya tahu lho Wuk malam itu
kamu tidak pulang ke rumah tapi entah bermalam dimana" kataku mencoba
menebak-nebak sambil duduk didekat Wiwik yang lagi sarapan pagi.
"Ah, Om ini sok tahu, kalau ya terus mau apa, kalau tidak trus gimana" jawabnya agak ketus.
"Ya, nggak apa-apa, wong aku cuma bercanda, kok" aku balas menjawab.
"Gimana
Wuk, nanti habis pelajaran malam kita jalan-jalan lagi, ya. Nanti
jalan-jalan dengan route yang lain dengan kemarin, oke?" aku mengajak
Wiwik.
Wiwik pun mengangguk tanda setuju.
Malam itu setelah
pelajaran malam berakhir pukul 21. 30 kami berdua jalan-jalan
mengelilingi taman parkir, gardu pandang, telogo nirmolo, dan akhir
berhenti duduk-duduk karang Pramuka. Saat itu Wiwik memakai jaket tebal
dan celana jeans ketat. Dalam keremangan malam terlihat bentuk kakinya
yang indah sesuai dengan tinggi badannya.
"Dingin Wuk?" tanyaku membuka percakapan.
"Ya dingin, mana ada tempat di Kaliurang yang hangat" jawabnya.
"Ada saja" jawabku
"Dimana" tanyanya lagi
"Ya, disini" jawabku sambil aku menggeser pantatku dan duduk berdekatan dengannya.
"Dimana Om?" Wiwik pun bertanya lagi
"Ya.. disini, coba pejamkan mata sebentar!" perintahku.
Wiwik pun memejamkan mata. Pelan tapi pasti Wiwik pun segera kupeluk dengan lembut dan ternyata hanya diam saja.
"Dimana Om,? dia bertanya lagi
"Disini" jawabku sambil terus mempererat pelukanku kepadanya.
"Om,
nakal" Wiwik meronta tapi aku tetap meneruskan pelukanku bahkan semakin
erat dan akhirnya perlahan-lahan dia menikmati juga kehangatan
pelukanku bahkan membalas dengan pelukan yang tak kalah erat. Peluk dan
terus peluk, kehangatan pun terus mengalir dan kuberanikan diri untuk
mencium pipinya, mencium bibirnyanya. Dia ternyata menerima dan membalas
ciumanku dengan hangat.
"Oh.. Om.." desahnya pelan
"Oh.. Wuk, cantik sekali kau malam ini" rayuku pula.
Tanganku
selanjutnya menelusuri tubuh dibalik jaketnya yang tebal. Aku sedikit
kaget karena Wiwik hanya memakai kaos "adik" (istilah kaos yang
kekecilan sehingga ketiak dan pusar terlihat) singlet yang agak tebal.
"Nggak usah terkejut Om, aku sering melakukan ini dengan pacarku" bisiknya.
"Lho, katamu dingin, kok pakai singlet?" aku balas bertanya.
"Iya, tadi dingin, tapi sekarang sudah agak hangat, kan ada pemanasnya" celotehnya pula.
"oo
begitu, baru hangatkan? Oke kalau begitu nanti kubuat kamu lebih hangat
lagi, kalau perlu sampai panas" lanjutku sambil terus mengelus, meraba
tubuhnya.
Dan akhirnya sampai dibukit yang cukup besar dan
kiranya mulai menegang. Tanganku berhenti sebentar dibukitnya yang
kenyal, kemudian mulai kuremas-remas dengan kedua tanganku dari arah
belakang. Wiwik mulai melenguh kenakan.
"Oh.. Om, terus-terusin Om.., Om.. teruus" Wiwik terus merengek.
Kemudian
dia berbalik dan tangannya juga mulai mememeluk tubuhku semakin erat.
Tangannya menuntun tanganku dari bawah kaosnya menuju bukitnya dan
ternyata juga tidak memakai BH. Kuremas pelan-pelan dan semakin cepat
seiring dengan rengekannya. Kami berdua saling berpelukan, saling
berciuman, melumat bibir, saling meremas, entah berapa lama. Kami
semakin tidak sadar kalau berada diruang terbuka. Disekeliling kami
hanya pepohonan hutan cemara dikeremangan malam, diiringi suara
cengkerik, belalang serta binatang malam lainnya, dipinggir tanah lapang
itu. Kami pun tidak akan tahu seandainya disekeliling lokasi itu ada
yang melihat baik sengaja mengintip atau tidak sengaja melewati daerah
itu.
Permainan terus berlanjut diudara terbuka itu. Wiwik pun
segera mengarahkan tangannya ke daerah selangkanganku, mengelus dari
luar celanaku. Tahu bahwa "adik"ku telah bangun, Wiwik pun segera
memelorotkan celanaku yang kebetulan waktu itu hanya memakai training.
Segera dikeluarkannya batang kemaluanku yang telah tegak dan selanjutnya
Wiwik mengemot-emot, memainkan lidahnya dikepala kemaluanku dengan
semangat. Hal ini membuatku lupa dengan istri dirumah yang belum pernah
melakukan hal yang demikian.
"Oh.. Wuk, terus Wuk, teruuss.. enak Wuk, teruuss.."
Dan
crot, crot, crot.., crot, crot.., crot.., muncratlah spermaku dalam
mulutnya yang mungil dan sebagian lagi mengenai wajahnya yang cantik.
Aku hanya memejamkan mata keenakan.
"Enak Om?" tanyanya.
Aku hanya
mengangguk, mulut rasanya sulit berkata karena hampir tak percaya
kejadian yang baru saja tadi. Ini adalah hubungan seks-ku yang pertama
dengan selain istri, walaupun baru sebatas oral seks. Dan ternyata
menimbulkan kesan lain yang mendalam selain juga mengasyikkan.
"Aku
bersihkan ya Om" dan tanpa berkata lagi Wiwik mengulum-ulum batang
kemaluanku, menjilat-jilat membersihkan sisa-sisa sperma yang masih
menempel sampai bersih, sih.
"Oh, Wuk.."
Sadar berada di alam
terbuka, aku segera melihat jam tanganku. Jarum jam telah menunjukkan
angka 23. 15. Aku segera mengajak Wiwik meninggalkan tempat itu.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar