Uhh, perkasanya anak muda ini, suamiku pun bahkan tak pernah dapat
memberikan kepuasan seperti ini. Pengalaman pertamaku.. ya. Terimakasih
sayang, kamu telah memberikan sebuah pelajaran nikmat dan tak terlupakan
ini. Aku jadi tahu betapa nikmatnya kepuasan seks yang kamu berikan.
Tapi bagaimana dengan kamu sendiri? Hei dia masih tegar, yah aku masih
bisa merasakan getar nafsu yang hebat di batang penisnya yang masih
terjepit dalam vaginaku.
Pinggulnya sedikit bergerak.
"Maafkan
ibu, sayang.. Ibu belum bisa memuaskanmu..", katanya dengan nafas yang
masih mendengus naik turun. Aku memberinya belaian lembut dan beberapa
kecupan di pipinya. Ia tersenyum mesra mendongakkan kepalanya yang
bersandar di dadaku.
"Tak apa, Bu..", jawabku menghiburnya,
"Yang penting ibu bisa memuaskan diri ibu, saya juga menikmatinya, kok",
"Meskipun kamu belum keluar?" ia memandangku seksama.
"Jangan
pikirkan saya Bu..", padahal aku cukup kecewa juga. Dasar sok aksi,
padahal kalau bukan Bu Linda sih sekarang juga kau pasti memperkosanya,
benakku mengejek diri sendiri.
Teng! Teng! Teng! jam dinding
antik di ruangan itu berdentang duabelas kali, seakan mengingatkan kami
berdua akan bahaya yang bisa tak kami sadari. Raut wajah ratu rumah
tangga itu mendadak pucat, penisku masih menancap di liang vaginanya,
posisi kami memang belum berubah dari sejak ia mengalami orgasme.
Penisku pun masih tegang terselip dalam kemaluannya yang mulai
mengering. Tapi bunyi dentang jam itu seperti sebuah komando bagiku
untuk waspada, penisku seperti mengerti akan hal itu. Ia mendadak
menciutkan diri. Bu Linda memandangku seksama, mungkin merasakan
perubahan cepat pada barang yang terjepit dalam vaginanya.
"Ibu cabut yah, sayang? Nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa, Bu. mm jam berapa bapak pulang Bu", tanyaku setengah berbisik.
"Biasanya sekarang ini sudah pulang.. tapi kenapa yah..?"
"Atau mungkin bapak mm bapak..",
"Bapak apaan sih..",
"Apa mungkin bapak tahu, Bu?"
"Eh kamu yang nggak-nggak saja, nggak mungkin sayang. Rumah ini terlalu besar untuk bisa diintip dari luar",
"Gimana kalau dia sudah masuk dan mengetahui kita sedang berbuat ini?"
"Yang
jelas kamu bukan polisi yang serba tahu dan suka menebak-nebak", ia
berdiri, penisku tercabut dari liangnya, ada sedikit rasa geli saat
batangku tergesek dindingnya.
"Aouw.. ah geli, Gus.. kamu mau
lanjutin sampai kamu puas? Ibu siap, siap layani kamu sampai ini bisa
dikatakan seimbang dan adil", Katanya sembari memberi senyuman kearahku,
wajah pucatnya tak tampak lagi. Sepertinya akan ada permainan lagi, oo
tentu dong!! Aku belum puas menikmati tubuh ini, aku belum sempat
menindihnya, menggumulinya dan aahh.. menidurinya sepuas hati sampai
wanita ini berteriak minta ampun. Tapi ah selalu ada tapinya.. tapi
bukankan ini jam rawan Pak Rudi pulang?
"Tapi Bu? Kalau Bapak datang?"
"Tenang..
sayang, serahkan itu pada ibu", katanya, ia lalu meraih baju tidur, BH
dan celana dalamnya yang tercecer di karpet. BH dan celana dalamnya ia
pegang sementara gaun tidur itu ia kenakan lagi. Aku mengikutinya
mengenakan juga celana pendek dan baju kaos tanpa celana dalam.
Bu
Linda melangkah ke meja kecil di pojok ruangan lalu beberapa saat
kemudian ia sudah menunggu jawaban dari gagang telepon yang menempel di
telinganya. Aku mulai bisa menebak akal-akalan ini.
"Halo Pak, bapak
di mana nih? Tapi kok sampai seginian larut belum selesai juga? Jam dua
belas.. hah? oo begitu, iya deh kalau gitu Mami tunggu yah, daah", ia
meletakkan gagang telepon dan langsung meraih tanganku dan menarikku
kearah tangga.
"Gus kita masih punya satu jam lagi.. cukup, kan?"
"Ya cukup Bu, tapi saya kuatir kalau..",
"Kalau
bapak datang? Tenang saja.. lokasinya akan memungkinkan kita melihat
kedatangan mobilnya dari jarak yang cukup jauh", Ia terus menaiki
tangga, melewati lantai dua tempat kamar Lisa terus menuju ke lantai
tiga di mana terdapat sebuah hall khusus untuk santai dengan sebuah
tempat duduk empuk yang panjang dan sebuah payung besar mirip beach
umbrella.
"Bukan itu maksud saya, Bu..",
"Lalu maksud kamu apa", ia menatapku,
"Maksud
saya,.. saya kuatir kalau ibu minta lagi dan kita main lagi dan..
aauuww", belum lagi kata-kataku habis Bu Linda menjamah batang penisku
lalu meremasnya dengan keras.
"iihh.. nakal kamu, awas lho kalau kamu
keluar duluan, janji yah, keluar samaan", katanya genit. Aneh sikap Bu
Linda yang sehari-harinya judes itu malam ini hilang tak berbekas, ia
mendadak berubah seperti perawan yang baru saja beranjak remaja, kubalas
mencubit pantatnya yang sintal itu dengan gemas. Kami berdua
benar-benar menikmati moment itu mirip pengantin baru yang sedang
berbulan madu.
Sampai di pojok lantai atas yang terbuka itu, aku
memandang sekeliling. Rumah ini memang yang tertinggi di antara rumah
lain di lingkungan kompleks pejabat teras dareh itu, berlantai tiga
sehingga pemandangan sekitar kompleks tampak jelas terlihat dari sini.
"Sekarang
lakukan apa maumu sayang, ibu mau puasin kamu sepuas-puasnya", ia
merebahkan diri di kursi panjang yang bisanya menjadi tempat membaca
koran minggu pagi suami wanita itu, ia masih memegang tanganku dari
tadi.
"Tidak, Bu. Bukan ini yang saya inginkan", kataku menggeleng,
"Lalu ibu mau kamu apain?"
"Coba sekarang ibu berdiri membelakangi saya", aku menunjuk ke arah pinggiran lantai yang menghadap pintu gerbang di bawah.
"Terus?"
"Naikkan sebelah kaki Ibu di bangku ini", aku mengambilkan sebuah bangku kaki tiga setinggi lutut,
"Kamu mau ibu buka pakaian?"
"Tidak, Bu. Saya lebih senang melihat ibu dengan gaun itu, ibu tampak jauh lebih menggairahkan",
Dasar
anak muda! Serunya dalam hati, tapi ia senang juga pada fantasi seks
anak ini. Baginya apapun yang dimintanya adalah pelajaran berharga. Ia
yakin benar bahwa anak ini jauh lebih mengenal variasi seks dari pada ia
sendiri yang selama perkawinannya hanya mengenal teknik seks dari
suaminya, dan terus terang suaminya takkan pernah memberinya fantasi
sehebat ini. Tanpa variasi dan sangat menjemukan.
Hamparan
pemandangan vulgar itu tersaji sudah, Bu Linda, wanita paruh baya empat
puluhan itu kini membelakangiku dengan pantatnya yang semok sejajar
dengan penisku yang mulai tegang. Aku menyingkap ujung bawah gaunnya
keatas dan menyelipkannya di ikatan pinggang gaun itu. Pantat itu
terbuka dan samar-samar terlihat belahan vaginanya yang terjepit kedua
belahan pantat itu. Kukocok sejenak penisku yang sudah tegang untuk
menambah kerasnya, lalu perlahan kusisipkan kecelah yang mulai basah itu
dari belakang.
"Ooohh.. ngg", desahan khasnya saat menerima masuknya penis besar dan panjang itu.
"Ini salah satu posisi favorit saya, Bu, ibu suka?" aku meraih buah dadanya dari celah gaun tidur itu.
"Hoohh..
i. I.. Iya.. ibu suka sekalii.. hheehh.. aahh", Pompaanku dimulai,
sambil meremas payudara besarnya sebelah lagi tanganku memijit clitoris
di bagian atas vaginanya. Bu Linda mendesah semakin cepat, nafasnya pun
semakin memburu, tusukan-tusukan penisku dari arah belakang pantatnya
kini ia balas dengan menggoyang-goyang pantatnya maju mundur berlawanan
denganku. Hempasan pangkal pahaku menimbulkan decakan suara yang semakin
keras saat ia juga menghempaskan pantatnya saat aku menusuk ke arah
vaginanya.
"Iyaakkhh iihh uuhh aauuwww.. hheehh.. nikmat genjot aah",
"Oohh Bu, nikmat sekali ini, oohh ini aahh inii Bu aahh.. enaakkhh.. sshh",
"Ayoo sayaang ibu su.. sudaah hampir laagii aahhmm sshh.."
"Tahan Bu sentar laagii aahh sshh sstt.. eehh.. ooh enaknya vagina ibu",
"Aduuhh.. Gus cepetaan sayaang.. aduuh enaknya koon oohh penis kamu, sayang",
Sebenarnya
aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempercepat ejakulasiku
namun ooh, sulit sekali membuatnya cepat kalau dengan pasangan main
secantik dan semolek Bu Linda ini. Dan kejadian itupun terulang, Bu
Linda mendesah panjang dengan tubuh yang kembali menegang. Tangannya
meremas tiang tempat ia berpegang sambil menggigit bibirnya.
"aauuww ibu nggak tahaan sayang oohh.., enaakhh ibu keluar lagii",
"ooh Bu mm", aku sedikit kecewa saat ia menghentikan gerakan. Kakinya ia turunkan dari bangku yang membuat penisku tercabut.
"Ibu
capeek, sayang.. selangkangan ibu rasanya pegal sekali", ia menatapku
lemas, aku diam sejenak. Ah peduli amat..! aku harus memuaskan dirku
sekarang! Kalaupun ia menolak akan kuperkosa wanita ini. Aku menariknya
dengan sedikit kasar lalu kudorong ia perlahan untuk menungging dan
bertumpu di kedua kaki dan tangannya. Pahanya kulebarkan dengan sedikit
memaksa,
"Ampun sayang, ibu nggak kuat lagi, ooh ibu nyerah deeh" ia meminta.
"oohh
anak muda ini, gila!! Benar-benar gila kau Agus.. kau mampu membuatku
orgasme sampai dua kali dan kau sendiri masih belum apa-apa. Dan
sekarang.. oh tuhan aku mau diapakan. Aku memang suka permainanmu yang
hebat ini tapi oouuh.. ampuun gelii.."
Aku menghunjamkan penisku dari belakang, kupikir doggy style ini biasanya membuatku cepat keluar,
"Maafkan
saya bu, tapi tubuh ibu sangat menggairahkan, ini kesempatan yang sudah
saya tunggu sejak pertama melihat ibu", aku mulai memaju mundurkan
pantatku menggenjotnya. Permintaannya untuk berhenti justru semakin
membangkitkan birahiku. Bagaimana rasanya orang yang sehari-hari tampak
judes dan kejam ini merasakan keperkasaanku yang telah dua kali
membuatnya tumbang. Aku semakin menikmatinya. Genjotanku semakin lancar,
tak kupedulikan lagi desahan dan rontaannya yang timbul dari rasa geli
itu. Sepuluh menit kemudian aku baru merasakan gejala ejakulasi, sengaja
kupercepat dan perkeras genjotanku. Tanganku meraih buah dadanya yang
menggantung dan bergoyang keras akibat benturan pangkal pahaku yang
bertubi-tubi.
Tapi tiba-tiba sekali, sekelebat sinar terang dari
sebuah kendaraan tampak di kejauhan. Dan wajah Bu Linda yang memang
menghadap ke arah itu melihatnya jelas, tubuhnya reflek berhenti dari
reaksi kenikmatan yang sebenarnya baru saja mulai ia rasakan lagi.
Akupun demikian, kami bagai tersambar listrik, langsung terdiam dan tak
bergerak, hanya beberapa detik sebelum Bu Linda reflek mencabut gigitan
vaginanya dan berdiri menghadapku.
"Itu bapak! Kita harus kembali ke
kamar masing-masing, kunci kamarmu", katanya cekatan, wajahnya mulai
tegang, pesona seksual dan libidonya seperti hilang tak berbekas.
"Ayoo!! Kamu tunggu apa..", ia seperti membentakku karena melongo seperti patung goblok.
"I..
iya Bu, tapi..", aku meraih buah dadanya dan menyorongkan mulutku, tapi
baru sedetik mulutku mendarat ia sudah menepisnya sambil melotot.
"Jangan
keterlaluan, Gus. Ayo cepat kamu tunggu apa lagi", ia merapikan pakaian
tidur itu dan berlalu. Aku mengikuti dari belakang. Bajuku sudah
terpasang tapi celanaku hanya kutenteng.
"Besok kita lanjutkan, itu
kalau kita selamat malam ini..", ia memberiku kecupan dan langsung
berlalu dari hadapanku. Untung saja kamarku ada di lantai dua, di
samping kamar Lisa, coba kalau di lantai dasar pasti sudah ketahuan Pak
Rudi, karena untuk mencapai kamar khusus tamu harus melewati kamar tamu
dan ruang keluarga dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar