Didikan dan dorongan dari orang tuaku mampu menghantarkanku menjadi
orang yang memiliki status sosial dan ekonomi lumayan dibandingkan
keadaan keluargaku sebelumnya ketika aku masih kecil. Maklum kami
berasal dari keluarga yang cukup bersahaja.
Aku selalu disuruh
belajar dan belajar. Kata mereka, bila ingin memperbaiki tingkat
kehidupan maka kita harus giat belajar sehingga kelak setelah memiliki
ilmu yang tinggi dan lulus dari perguruan tinggi, rejeki akan lebih
mudah didapat. Orang tuaku ada benarnya meskipun sekarang banyak sekali
sarjana menganggur, kalah sama yang berani mengambil kesempatan apa saja
biarpun tidak tinggi sekolahnya. Namun sesungguhnya ada kekurangannya
juga. Setelah menyandang gelar S1 di salah bidang keteknikan aku
beruntung dengan amat mudahnya mendapatkan pekerjaan yang bergengsi.
Namun
seperti yang telah kusebutkan tadi, aku begitu terobsesi dengan isi
otak belaka, namun tidak dalam hal kepandaian bergaul. Lebih parah lagi
dalam hal bergaul dengan cewek. Asli seperti layaknya murid TK bila
dibandingkan dengan para pria dewasa lainnya. Di samping memiliki
masalah dalam psikologi, kelemahan lain yang juga kritis yang kuidap
adalah masalah fisiologi.
Aku lemah. Aku terlalu acuh dan
menganggap remeh masalah olah tubuh. Dampaknya adalah aku tidak memiliki
kekuatan fisik yang prima yang seharusnya dimiliki oleh seorang pria.
Tubuhku memang tidak kerempeng, namun kurang berotot dan bertenaga, dan
celakanya lagi untuk urusan seks aku tidak terlalu 'jantan'. Bila
melihat wanita cantik aku hanya sekadar ngiler saja tanpa berani
bertindak lebih jauh, takut mengecewakan. Akhirnya aku hanya mampu dari
ke hari membayangkan mereka saja. Selebihnya onani, itupun paling
seminggu sekali, bila kantong pejuhku sudah kurasa penuh.
Tapi
biarlah, tidak semua yang kita inginkan di dunia bisa kita dapatkan,
Tuhan telah sangat adil membagi karunia-Nya. Ada yang diberi kelebihan
rejeki, ada yang diberi kelebihan penampilan fisik, dan ada yang diberi
kelebihan kekuatan fisik.
Sesungguhnya semua itu tergantung juga
dari cita-cita, tempaan hidup, ataupun keadaan yang kadang tak dapat
dihindari atau dikehendaki sebenarnya. Mungkin semua orang ingin kaya,
namun berhubung satu dan lain hal mereka tidak beruntung mendapatkannya.
Akan tetapi sebenarnya bila mereka pasrah dan mampu berpikir positif
untuk menggali kelebihan-kelebihan dari kekurangan-kekurangannya
(seperti setali dua uang, di satu sisi ada plus pasti di sisi lain ada
minusnya), mereka akan menemukan keunggulan tersendiri yang mungkin
tidak dimiliki oleh orang yang mereka anggap 'beruntung'.
Begitulah
kehidupan, kebanyakan orang hanya mampu mendongak ke atas, selalu
berkeluh kesah memprihatini diri sendiri atas kelebihan orang lain.
Sementara
aku saat ini memiliki pandangan lain, aku suka iri melihat para pria
perkasa yang akibat tempaan hidupnya yang berat justru membuat mereka
memiliki kekuatan fisik yang prima, sekaligus memiliki pesona seksual
yang luar biasa bagi lawan jenis.
Aku merasa bahwa kelebihan
materiku paling hanya dapat menyilaukan mata wanita, tapi tidak
benar-benar mampu membuat mereka bertekuk lutut. Mereka mudah dekat
denganku karena statusku, namun aku merasa mereka tidak benar-benar di
'dekatku' setelah merasakan 'keintiman' denganku.
Sehingga pada
suatu ketika aku menemukan metode yang kuanggap dapat memuaskan
hasratku, meskipun tidak secara langsung namun ternyata luar biasa
kenikmatan yang dapat kuraih, yaitu memuaskan diri dengan meminjam
kemampuan orang lain.
Inilah sebagian kisah-kisahku dalam
mendapatkan kepuasan seksual tetapi tidak secara langsung melakukannya
sendiri, alias kepuasan sekunder.
Menyutradari
Suatu
pagi di hari Sabtu ketika sedang jalan-jalan cari angin untuk menumpas
kejenuhan dan kepenatan kerja beberapa bulan ini aku mencoba rute ke
arah pelabuhan yang selama ini belum pernah kucoba. Memasuki tol dalam
kota aku menuju arah pelabuhan Tanjung Priok. Rencanaku adalah
melihat-lihat suasana pelabuhan. Mengamati kapal berlabuh atau berlayar,
kesibukan bongkar muat, atau hal-hal lainnya yang benar-benar baru.
Kuparkir
mobil di areal parkir lalu aku mendekati anjungan sambil bersedeku di
pagar. Hawa semilir pelabuhan masih segar di pagi hari. Kesibukan
pelabuhan sudah mulai.
Pertama kuamati kapal besar yang berlabuh.
Nampaknya kapal barang, karena lebih banyak barang yang turun ketimbang
manusia. Tiba-tiba terlintas kilat sesuatu di kepalaku. Aha, kenapa
tidak kucoba? Lalu mulai kuteliti satu per satu para kuli pelabuhan. Ada
beberapa yang tua, namun kebanyakan masih muda. Badan mereka rata-rata
kekar berotot. Rata-rata berkulit gelap mungkin karena tertempa teriknya
matahari pelabuhan selama bertahun-tahun. Tapi bagaimana caranya? Aku
sedang mendebat diriku sendiri. Ah, macam mana mereka bisa menolak
penawaranku.
Lalu aku mencoba menyeleksi secara diam-diam, siapa
diantara mereka yang hendak kupilih sebagai calonnya. Yang tua?
Sebenarnya nggak masalah, toh mereka nampaknya juga masih jantan. Yang
muda, tentu saja memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar untuk
rencanaku nanti.
Akhirnya kupilihlah yang agak tua, sekitar 50
tahunan, dengan pertimbangan yang tua lebih berpengalaman dan lebih
mampu mengendalikan permainan. Di samping itu itung-itung membantunya
secara finansial, kasihan tua-tua masih banting tulang menjadi kuli. Nah
sekarang tahapan selanjutnya adalah melobi dan merayu si Bapak agar
bersedia menjadi aktor dalam permainan erotis ini.
"Pagi?", sapaku mencoba ramah.
"Pagi
juga", bapak ini agak terkejut dan grogi ketika disapa seorang perlente
seperti diriku ini (hehe memuji diri sendiri) hingga menimbulkan sejuta
pertanyaan baginya, tiba-tiba ada orang asing yang menyapanya.
"Boleh ngomong sebentar, 5 menit aja Pak".
"O.. Oh ya boleh, boleh, ada apa Den?".
"Panggil aja Prakosa, jangan pakai Dan-Den segala", gurauku. Mencoba mencairkan ketegangan.
"Gini Pak, saya mau minta tolong tapi saya juga khawatir akan Bapak tolak mentah-mentah."
Bapak ini menunggu kalimatku selanjutnya, lalu nggak tahan akhirnya bertanya.
"Pertolongan apa, Nak Prakosa?".
"Istri Bapak ada di mana? Di kampung atau dibawa ke Jakarta sini?".
"Ah ya ditinggal di kampung saja Pak, susah kalau dibawa ke sini. Berat hidup di Jakarta Pak."
Oho, ada peluang nih.
"Lah berapa lama Bapak tidak ketemu istri?", pancingku.
"Sebulan, kadang lebih. Emang kenapa ya Nak?".
"Nggak kok, apakah Bapak tidak terlalu lama berpisah dari istri", kukupas halus naluri dasar seorang manusia, khususnya pria.
"Heh
heh.. Bapak tahulah maksud Nak Prakosa. Habis gimana yah, memang
masalah makan jadi nomor satu bagi saya. Jadi harus berjauh-jauhan dari
istri agar ada yang bisa dimakan. Daripada kumpul, kami mau makan apa?".
"Okelah
gini Pak, singkat kata aja ya, saya mau membantu Bapak untuk
menyalurkan kekangenan Bapak kepada istri atau wanita tepatnya."
"Waduh, Bapak nggak punya duit lebih untuk begitu-begitu Nak."
"Oh
tidak, tidak, Bapak tidak perlu mengeluarkan biaya. Nanti biarlah saya
yang membiayai semua ini bahkan ada tips buat Bapak. Jadi tinggal Bapak
bilang saja bersedia nanti sisanya biar saya yang urus. Gimana, mau
nggak Pak?"
Hampir aku kejedot rantai kapal yang besar-besar itu
ketika si bapak akhirnya meng-aprove proposalku. Laki-laki mah di
mana-mana sebenarnya sama saja, sulit menolak penawaran menggiurkan
seperti ini. Aku sudah bergairah duluan ketika membayangkan bakal ada
adegan panas antara 'Beauty and the beast'. Permainan kontras yang mampu
melecut gairahku.
Kuputuskan segera mengontak sang pemeran
wanita pagi-pagi supaya tidak keburu dibooking orang. Begitu mendapat
konfirmasi atas kesediaannya untuk menyediakan waktunya malam ini, maka
bergegas pula kukontak sebuah hotel kelas sedang. Yang penting tempatnya
agak terlindung dari keramaian. Si bapak akan kujemput duluan sore-sore
dari tempat kerjanya sesuai janjiku untuk mengurus semuanya. Sementara
pemeran wanita akan datang sendiri tanpa perlu dijemput.
Aku
biasa membeli tabloid-tabloid panas yang banyak tersedia di ibukota. Aku
suka memelihara gairahku akan wanita dengan berlangganan membeli filem
bokep, tabloid atau majalah panas yang berisi info mengenai esek-esek di
ibukota. Dengan seringnya berlangganan membeli tabloid semacam itu, aku
jadi banyak mendapatkan informasi mengenai agen-agen yang menyediakan
wanita untuk melayani syahwat para lelaki/wanita.
Jam 20.00 aku
dan si bapak telah berada di dalam kamar hotel setelah makan malam, kami
mengobrol berbagai hal sambil menunggu kedatangan wanita cantik
pesananku. Tentu saja tarif sekelas dia lumayan mahal, di atas rata-rata
tarif wanita panggilan lainnya. Tapi biarlah, fantasi kadang meminta
ongkos besar.
Tit.. tit.., HP-ku berbunyi, kuangkat..
"Yes dear, dah nyampe?".
"Udah
di bawah Mas, di kamar berapa?", terdengar suara riang. Professional
sekali. Semua dilayani dengan riang asal sesuai tarif.
"315, ke kiri dari lift ya."
"OK Mas.."
Kulihat
si bapak agak grogi juga, kutenangkan bahwa semua ini dilandasi alasan
komersial belaka. Jadi tidak perlu takut akan ditolak. Siapa tahu malah
si wanita setelah malam ini akan menjadi ketagihan kataku. Kan malah
lebih enak nanti-nanti dapet layanan rutin gratisan dari si Mbak,
gurauku. Banyak kok wanita yang menginginkan seks sejati, yang
benar-benar mampu membuat si wanita terkapar dalam orgasme sejati. Dan
itu tidak ada kaitannya dengan siapa bapak, tetapi apa yang bapak dapat
lakukan untuk memuaskan si wanita. Si bapak mulai kendor ketegangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar