Minggu kemarin aku ditugaskan oleh kantorku ke kantor cabang di Bandung.
Memang aku sudah ada rumah yang sudah disiapkan oleh kantor pusat, jadi
tidak perlu lagi untuk menginap di hotel, yang tentu akan lebih besar
pengeluarannya.
Sudah tujuh hari ini aku selalu makan malam
keluar rumah, karena rumah tempat tinggalku hanya ada pembantu pria yang
hanya membersihkan rumah serta mencuci pakaian dan pulang pada sore
hari setelah aku pulang dari kantor cabang di Bandung.
Memang
sudah dua hari ini aku bila tidak ingin makan malam yang harus naik
angkot, aku suka makan roti bakar dan bubur kacang ijo yang berada di
depan kantor cabangku. Itupun tidak boleh lebih dari jam sembilan malam,
karena lebih dari jam tersebut warung tersebut sudah tutup. Aku kaget
juga saat makan diwarung tersebut yang biasa melayani Pak tua, kok
tiba-tiba yang melayani seorang ibu yang berwajah lumayan manis, dengan
tubuh sintal, umur kira-kira 45 tahun, dan berkulit kuning langsat
seperti ciri-ciri khas orang Jawa Barat.
"Bu, bapak yang biasa melayani disini, kemana bu?" sapaku.
"Och Mang Didin, sedang sakit Mas." jawabnya.
"Lalu ibu siapa?" tanyaku penasaran.
Dia hanya tersenyum manis saja.
"Wach ini ibu bikin penasaran aja nich" pikirku dalam hati.
Memang
sich dia balik bertanya, aku ini siapa, dan setelah aku jelaskan, dia
memang memperkenalkan diri bahwa dia ibu Lastri. Dia jelaskan bahwa dia
tinggal persis dibelakang kantorku saat ini, tetapi masuk gang kecil.
Aku duduk sambil makan roti tidak biasanya hingga sampai warung tersebut
tutup. Cukup jelas bahwa Bu Lastri hanya tinggal bersama seorang
anaknya laki-laki yang sudah berkeluarga. Lalu dari informasi pembantu
di kantor cabangku, bahwa Bu Lastri tersebut ditinggal cerai oleh
suaminya setahun yang lalu, dan dikatakan bahwa Bu Lastri sebelum cerai
termasuk orang yang berada, meskipun tidak terlalu kaya sekali. Pastas
pikirku, dari dandanannya, Bu Lastri tidak terlalu seperti ibu-ibu yang
lain, dalam arti tidak memakai kebaya, melainkan memakai baju terusan
hingga dengkulnya.
"Bapak kapan ngobrol dengan Bu Lastri? tanya pembatuku.
"Tadi malam." jawabku singkat.
"Wach
bapak pulang kantor suka malam sich, Bu Lastri kalau siang atau sore
kira-kira jam lima suka ngobrol disini dengan saya lho." jawab
pembantuku lagi.
Och ternyata Bu Lastri suka ambil air ledeng dari kantorku, untuk air termos diwarungnya. Hm.. Kesempatan pikirku.
Singkat
cerita, aku sengaja pulang agak sore, dan memang benar Bu Lastri sedang
ngobrol dengan si Dadang pembantuku. Lalu aku ditegurnya sambil
berkata.
"Maaf nich Mas, ketahuan dech, sering minta air nich."
"Nach yach.. Ketahuan, kalau begitu harus bayar nich, dengan roti bakar." candaku.
Tapi tiba-tiba si Dadang mau izin pulang cepat karena adiknya mau kedokter, kebetulan pikirku he he he.
"Iya dech nanti aku bilang sama Mang Didin menyiapkan roti bakar untuk Mas"
Lalu
aku coba untuk menggodanya "Ech enggak bisa, yang ambil air khan ibu,
yang membuatkan roti bakar juga harus Bu Lastri dong."
Dia
menatapku tajam sambil menggigit bibirnya yang sangat indah dilihat, aku
sudah dapat membaca pikirannya, bahwa dia sudah mengerti maksudku. Lalu
aku balas tersenyum kepadanya, diapun tersenyum kembali sambil permisi
untuk ke warungnya.
Akhirnya aku paling sering pulang sore-sore
hingga suatu waktu saat si Dadang hendak izin tidak bisa masuk, akupun
izin ke kantor untuk istirahat dirumah, padahal ada niat untuk
mengencani Bu Lastri, karena memang aku sudah ada sinyal dari pandangan
matanya beberapa hari yang lalu.
Siang hari seperti biasa Bu
Lastri datang untuk minta air, lalu aku pura-pura menjawab meringis
sambil memegang pinggangku. Dan memang benar Bu Lastri datang menyambut.
"Kenapa Mas pinggangnya"
"Enggak tahu nich, tadi pagi bangun tidur langsung pinggang saya terasa mau patah."
"Mau ibu pijitin" tantangnya. Wach kebetulan nich pikirku.
Singkat
cerita aku sudah tiduran dibangku panjang diruang tamuku tanpa baju,
lalu Bu Lastri memijit pinggangku. Setelah lima menit aku bangkit
berdiri, lalu aku tawarkan ide gilaku untuk memijitnya.
"Ach memang Mas bisa mijit, kalau bisa kebetulan nich betis ibu suka pegal-pegal"
Aku
tidak banyak bicara aku suruh Bu Lastri tiduran untuk memijit betis
bagian belakang. Memang seperti kebiasaan Bu Lastri hanya memakai baju
daster bercorak kembang hingga batas dengkulnya. Lalu aku mengambil body
oil dari kamarku. Aku urut betis Bu Lastri lalu pelan-pelan pijitanku
aku naikkan hingga pahanya. Dia ternyata hanya diam saja. Karena sudah
ada sinyal pikirku, aku singkapkan dasternya hingga kedua belah
pantatnya yang sangat menantang terlihat jelas di depan mataku. Aku
pijat pahanya sambil kedua jempolku aku masukan ke dalam celana
dalamnya. Dia hanya mendesah.
"Och.."
Hm.. Kesempatan
nich, aku tidak buang-buang waktu lagi, aku turunkan celana dalam Bu
Lastri hingga batas dengkulnya, lalu aku masukan tangan kananku ke dalam
celah kedua belah pahanya, sambil memasukan jari tengahku ke dalam
lubang kemaluan Bu Lastri.
"Och.. Och.." desah Bu Lastri sambil
mengangkat pantatnya agak ke atas, hingga makin jelas terlihat kemaluan
Bu Lastri yang sudah berwarna coklat tua. Lalu aku lumurkan body oil
persis dilubang anus Bu Lastri, hingga meleleh hingga ke lubang
kemaluannya. Aku gosok-gosok lubang kemaluan Bu Lastri bagian luarnya,
sedangkan jempolku aku gesek-gesek secara perlahan dilubang anusnya.
Rupanya Bu Lastri tidak kuat lagi menahan gejolak napsu birahinya.
Langsung dia berdiri sambil menarik celana dalamnya ke atas kembali, dan
mencium bibirku lalu berkata pelan.
"Mas masih siang enggak enak
nanti ada yang datang lagi, nanti sore pasti saya akan ambil air lagi
dech" Bu Lastri seakan mengisyaratkan aku bahwa nanti sore saja setelah
hari agak gelap.
Benar saja masih seperti tadi Bu Lastri
berpakaian, dia datang berpura-pura untuk minta air, kulihat mang Didin
sedang sibuk melayani tamu yang memesan roti bakar diwarung Bu Lastri.
Aku menyuruh Bu Lastri masuk kembali, tapi sekarang aku ajak dia kekamar
tengah tempat aku nonton TV, aku langsung mendekapnya, dia menyambut
dengan ciuman sambil melumat lidahku. Lalu aku suruh Bu Lastri membuka
dasternya. Hingga dia telanjang bulat, lalu aku suruh dia nungging
diatas bangku, secara pelan-pelan aku selusuri pahanya dengan lidahku,
hingga sampai ke lubang kemaluannya. Tampak memang Bu Lastri rajin
merawat tubuhnya.
Tanpa buang waktu aku buka celanaku lalu aku
masukan penisku ke dalam lubang kemaluannya dari belakang, aku genjot Bu
Lastri dari belakang hingga cairan putih menetes dari lubang
kemaluannya. Sedangkan dia hanya menunduk sambil mendekap senderan
bangku tamuku, sambil memejamkan matanya menahan rasa nikmat.
Aku
balikkan tubuh Bu Lastri lalu aku jilat teteknya yang sudah mulai
mengendor, aku buat beberapa sedotan keras dari bibirku dibagian pinggir
teteknya hingga membekas berwarna merah kehitam-hitaman. Dia hanya
mendesah terus menerus. Aku bisikan perlahan.
"Ibu isep saya punya yach"
Tanpa
disuruh lagi Bu Lastri langsung duduk di bangku sambil mengulum
penisku, dan tampaknya beliau tahu persis cara mengulum yang benar.
Diputar-putarnya penisku dengan lidah serta air liurnya, hingga penisku
makin tegang dan keras. Lalu aku pegang kepalanya dengan kedua tanganku
dan langsung kugoyangkan penisku keluar masuk ke dalam mulutnya. Lalu
dijilatnya pinggiran penisku hingga bagian paling bawah mendekati lubang
anusku. Wow memang ibu yang satu ini sangat lihai cara memberikan
kenikmatan pada pria.
Lalu aku tarik bangku tamuku, aku sandarkan
tubuh Bu Lastri di sandaran bangku hingga kepalanya menyentuh tempat
duduk, sedangkan pinggangnya terganjal disandaran bangku, lalu aku
renggangkan kedua belah paha Bu Lastri dan kumasukan penisku ke lubang
kemaluannya mulai dari perlahan hingga kugenjot kencang.
Tampak Bu Lastri hendak berteriak, tapi karena takut terdengar tetangga, ia hanya mendesah.
"Och.. Och.. Och.. Teruskan Mas, teruskan.."
Kami
berdua hingga berkeringat, karena memang sengaja aku menahan pejuku
untuk tidak muncrat dahulu. Karena aku memang benar-benar terangsang
dengan putihnya body Bu Lastri, buah dadanya yang masih bulat menantang,
meskipun agak turun sedikit, serta pinggulnya sangat menantang bila dia
memakai rok maupun celana ketat.
Aku cabut penisku sambil
membersihkan lubang kemaluan Bu Lastri dengan tissue, karena tampaknya
Bu Lastri telah mencapai puncak kenikmatannya, sehingga tampak cairan
pejunya meleleh. Akhirnya aku angkat Bu Lastri ke dalam kamar tidurku,
aku rebahkan dia, aku kecup bibirnya sambil tanganku memelintir puting
susunya, kadang-kadang aku ramas buah dadanya. Lalu ciumanku dibibirnya
aku pindahkan kekedua buah dadanya, aku jilat secara bergantian puting
susu Bu Lastri. Dia tampak gelisah karena mulai terangsang kembali
sambil kadang-kadang mengangkat pinggulnya supaya vaginanya bergesekan
dengan penisku, mulai dari buah dadanya jilatanku turun ke arah pusar
serta perut bagian sisi kanan dan kirinya.
"Och..!!" tampak Bu
Lastri tak kuat lagi menahan rangsangan yang aku berikan lewat jilatan
lidahku. Ia pun langsung membalikkan badanku hingga terlentang lalu
diapun mulai membalas dengan menjilat kedua puting tetekku, lalu
mengangkat kedua pahaku hingga ke atas, hingga pinggangku agak
terangkat, lalu ia mulai menjilat kedua bijiku lalu lebih turun kembali
disekitar pinggiran lubang anusku, kadang-kadang ujung lidah Bu Lastri
menyentuh pas ditengah lubang anusku, dan memang kenikmatan yang luar
biasa yang saya dapatkan pada sore hari ini. Karena memang service dari
Bu Lastri secara bertubi-tubi tanpa henti, langsung membuat aku tidak
dapat lagi menahan pejuku untuk keluar.
Lalu aku angkat Bu Lastri
untuk posisi menduduki penisku, secara perlahan dia masukan penisku ke
dalam lubang kemaluannya. Langsung tanpa diberi komando Bu Lastri memacu
diriku seperti kuda liar, terus dia menggoyangkan pinggulnya maju
mundur. Kejadian ini berlangsung selama duapuluh menit dan tampak
keringat mulai menetes dari tubuh Bu Lastri, langsung dia mendekap
diriku, sambil berbisik.
"Keluarkan yach Mas.. aku sudah tak kuat lagi.."
Sambil
mengangguk aku cium bibirnya yang mungil. Lalu Bu Lastri kembali pada
posisi menduduki aku sambil memacu goyangan pinggulnya lebih kencang
lagi, terus.. Dia memacu, akupun tak dapat menahan kenikmatan yang sudah
memuncak diubun-ubun kepalaku. Lalu aku lepaskan pejuku didalam lubang
kemaluan Bu Lastri, dan tampaknya ini juga diimbangi dengan goyangan Bu
Lastri yang makin lama makin melemah sambil kadang-kadang dia
menghentakkan pinggulnya, yang rupanya dia mengeluarkan pejunya untuk
yang kedua kalinya. Lalu dia tersungkur merebahkan badannya diatas
tubuhku, sambil memeluk erat tubuhku.
Setelah sepuluh menit, aku bisikan ditelinga Bu Lastri.
"Bu yuck pake baju, nanti mang Didin nyariin lho.."
Lalu Bu Lastri bangun dan membersihkan dirinya didalam kamar mandiku, demikian juga aku. Setelah rapih Bu Lastri berkata.
"Mas aku kedepan yach" Lalu aku menjawab.
"Terima kasih, 'roti bakarnya' yach bu"
Lalu dia berbalik memandangku tajam sambil tersenyum dan berkata, "Awas kamu yach.."
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar