Aku menutup pintu kamar, sejenak aku terpaku. Ah, benar juga Bu Linda,
dasar aku saja yang sudah kesetanan berpikir untuk memaksanya
menuntaskan permainanku. Dadaku bergetar saat menyadari betapa bahayanya
kalau kejadian itu sampai diketahui Pak Rudi. Pasti aku mati.. ya..
mati! Dengan perasaan was-was aku menuju kedekat pintu, menempelkan
telingaku di daun pintu itu, berharap kalau mendengar apa yang terjadi
di bawah. Kamarku memang dekat tangga keruang bawah sehingga suara-suara
di lantai dasar terdengar dari situ. Aku mendengar suara pintu di buka,
"Maaf
Mi, Papi pulang selarut ini uuh capeknya", suara Pak Rudi terdengar
khas, bariton. Tak ada jawaban setelah itu. Lalu terdengar langkah dua
orang memasuki kamar dan menutup pintu. Aku masih tegang, pikiranku
mulai tenang dan mencoba menerka apa yang terjadi, mungkinkah Pak Rudi
menanyai istrinya kenapa begitu berkeringat? lalu apakah jawaban Bu
Linda? Apakah itu akan menimbulkan kecurigaan? Ah mungkin saja Bu Linda
membasuh mukanya sebelum ia keluar menyambut suaminya itu. Tapi apakah
itu tak menampakkan bahwa Bu Linda tak tidur semalaman?
Oooh Fuck
off!! Teriakku dalam hati that's not my business, what a heck! Aku
kembali ketempat tidur. Mencoba memejamkan mata tapi ah, lagi-lagi wajah
Bu Linda dengan tubuh tanpa busana datang, coba kuhapus, tak bisa. ooh
tubuh mulus perempuan paruhbaya seleraku, putih bersih dan halus, wajah
dewasa, keibuan. Dan wow buah dada itu.. payudara terindah yang pernah
kulihat, besar, padat meski sedikit turun karena usia dan mungkin Pak
Rudi yang terlalu sering meremasnya, itu justru yang kusuka, menambah
pesonanya sebagai wanita dewasa. Terbayang bibirnya yang mmhh mengulum
penisku penuh sesak, dan ah vagina terindah dan ternikmat yang pernah
aku rasakan. Kenapa aku begitu tergila-gila pada wanita ini? Huh, goyang
tubuhnya saat aku menggaulinya tadi, sungguh sebuah sensasi yang tak
tertandingi oleh yang lain, yang pernah aku nikmati sebelumnya. Tapi,
mungkin juga sekarang Pak Rudi sedang menikmati tubuhnya yang mm, ada
rasa cemburu merayapi benakku yang membayangkan betapa lahapnya suami Bu
Linda menerkam tubuh istrinya yang baru saja aku nikmati itu.
Tapi
bukankah malam ini aku tidak tuntas? Sudah dua kali ia meraih kepuasan
dariku namun belum sedetikpun aku menikmati puncak birahiku sendiri. Ini
tidak adil! Akhirnya obsesi dan bayangan seksual Bu Linda itu pula yang
menyebabkan aku nekat, aku bangun. Jarum jam menunjukkan angka 1.30 am.
"Aku harus memuaskan diriku, sekarang juga! Yah sekarang juga, harus,
aku harus menumpahkan spermaku dalam rahimnya, yah dalam vagina Bu
Linda", benakku bergumam keras dalam hati. Dengan hati-hati aku
melangkah keluar kamar, menuruni tangga menuju lantai dasar dan akhirnya
sampai di depan kamar Pak Rudi. Ternyata akalku main juga, setelah
kutempelkan telingaku pada daun pintu aku mendengar jelas dengkuran
laki-laki, pasti itu Pak Rudi. Pria itu jelas terlalu lelah sehabis
kerja sehari-semalam, untung juga ia tidak meniduri istrinya yang cantik
itu, kalau ya wah gawat, dia bakalan dapat sisa cairanku di situ,
hehehe, aku jahil juga.
Kebetulan di situ ada sebuah piano besar
dengan kursinya. Aku mengangkat kursi itu dengan hati-hati dan
meletakkannya di samping pintu. Lalu kunaiki dan mengintip lewat celah
di atas. Kulihat Pak Rudi yang mendengkur keras dengan muka menghadap
samping dan bantal menutupi telinganya, bagus berarti lelaki botak itu
tak akan mendengar kalau aku harus nekat membuka pintu kamar ini. Dan
kulihat Bu Linda masih terjaga, matanya tampak seperti menerawang jauh
memandang ke langit-langit kamar, tampaknya wanita itupun tak bisa
tidur. Aku yakin ia takkan sanggup memejamkan mata malam ini, wanita itu
takkan sanggup melupakan peristiwa yang baru saja dialaminya, eh kami
alami. Ia takkan begitu saja menghilangkan nyeri dan sisa kenikmatan di
selangkangannya.
Sekarang aku benar-benar nekat, pokoknya "nekat
of the year". Mengetuk pintu dari kayu jati itu mungkin akan membuat
suaminya terbangun, tapi membukanya dengan hati-hati mungkin tidak akan
menimbulkan suara. Dan.. krek! ah tidak terkunci. Langsung terbuka dan
langsung juga membuat Bu Linda terhenyak, tapi dengan cepat aku
meletakkan jari telunjuk di bibir. "Wow nekat..! Kau anak muda mm..
untung saja aku telah memberinya obat tidur. Tapi ah, sungguh asyik
bermain-main dengan bahaya seperti ini. Aku mau tahu apa yang akan ia
perbuat padaku sekarang. Oh penis besarnya serasa masih mengganjal di
celah dinding vaginaku, aku ingin lagi!"
Ia mengulapkan tangan
memberi tanda padaku untuk keluar dan menunggu. Aku pun mengangguk, dan
berlalu. Dadaku berdetak keras, kalau saja ini terjadi setiap hari
berturut selama tiga hari saja, aku pasti jantungan. Lalu Bu Linda
muncul dari balik pintu kamarnya dan berjalan kearahku,
"Kita di dapur saja.. dari situ kita bisa lihat ke arah pintu kamar ibu", bisiknya.
"Baik Bu",
Dapur
itu memang terletak berhadapan dengan ruang keluarga dan pintu kamar
tidur mereka bisa dilihat jelas. Mungkin Bu Linda berpikir kalau
suaminya sampai bangun dan keluar dari kamar tidur maka akan tampak
jelas dari jendela dapur ini, sementara jendela itu sendiri hanya tampak
remang kalau dilihat dari arah sebaliknya. Cerdik juga! Aku yang sudah
tak sabar lagi langsung menuntunnya untuk berdiri dan bersandar di
dinding ruangan itu, kulepas ikatan gaun tidurnya, meraih buah dada
montoknya dan langsung menyedot puting susu itu bergiliran, huh
nikmatnya kelembutan payudara perempuan paruhbaya itu. Dengan posisi
berdiri seperti ini, bush dadanya memang terlihat lebih menantang, walau
agak turun tapi ukurannya yang diatas rata-rata itulah yang membuatnya
jadi tampak begitu menantang birahi.
"Heehhgg.. mm ayoolah sayang jangan berlama-lama disitu, ingat situasi dong", keluhnya,
"Baik
Bu", jawabku tak membantah, lalu berjongkok sejenak di depan pahanya
yang mengangkang dan mencicipi permukaan vaginanya, lidahku terjulur
membasahi dinding tebalnya di bagian luar. Kemudian aku tergesa gesa
berdiri segera kutusukkan penisku yang memang tegang non-stop sedari
tadi. Masuk dan langsung menggoyangnya maju mundur. Tak seperti suasana
sebelum Pak Rudi datang, desahan Bu Linda terdengar seperti berbisik.
"Huuhh
yaahh.. ini sayang yaah pijit yang agak keras yaah..", bisiknya
ditelingaku sambil membawa telunjukk kananku menyentuh puting susunya,
aku menjepit puncak buah payudara itu dengan jari tengah dan ibu jari,
telunjukku membelainya. Kucoba meresapi gerakan pinggulnya yang kini
ikut bergoyang seperti berdansa, mengimbangi gerakan pinggulku yang
sesekali memutar-mutar, membuat penisku mengaduk-aduk lubang kenikmatan
di antara pangkal pahanya.
"Kali ini kamu harus bisa keluar sayang,
oohh ibu mau cairan kamu masuk ke dalam rahim ibu. Harus sayang, kamu
harus keluarin sekarang. Kalau tidak ibu nggak akan sanggup lagi, hheehh
oohh yaahh oohh yyaahh iiyaahh aahh aauuh enaknya oohh besar sekali
penis kamu aahh uuh nikmat sayang?"
"Yah hhmm aahh nikmat sekali Bu
oohh saya hampir keluar sekarang oohh jepit Bu ooh vagina ibu enaakkhh
mm", balasku mendesah sambil menundukkan kepala dan menyedot puting
susunya. Kedua tanganku mengangkat buah dada itu sambil meremas-remas
dan mengarahkannya ke mulutku yang terus menyedotnya.
"oohh..
yyaahh.. oohh yyaahh, ibu juga mau kelu.. Aarr aakkhh yyaahh, sekarang
Gus sekarang oohh genjot ibu sayang oohh remas susu ibu sayang remeess
yaahh yang keraas lagi oohh.. sekarang yaakkhh yaakkhh aahh", perempuan
itu melepaskan cairannya untuk yang kesekian kali di malam itu dan..
"Saya
juga Bu oohh vagina ibuu.. oohh Bu oohh Bu saya keluar, keluar keluaarr
enaak Bu oohh enaak sekali aahh ahh ahh ahh ahh yaahh..", akhirnya aku
juga melepaskan beban birahi itu dengan ejakulasi yang sangat kuat,
wajahku mendongak ke atas, penisku memuntahkan seluruh isinya ke dalam
liang vagina Bu Linda yang juga mengalami hal sama. Kami sama-sama
merasakan puncak hubungan seks itu dengan dahsyat. Tubuh kami sama-sama
menegang keras saling berpelukan erat sekali.
Beberapa detik
kemudian kami terduduk lemas di lantai dapur itu, lega sudah sekarang
rasanya. Tubuhku terasa ringan dan enteng. Bu Linda menyandarkan
kepalanya di pundakku, ia juga tampak lemas setelah mengalami tiga kali
orgasme, nafasnya masih terdengar tak teratur, ia lalu memperbaiki
ikatan pinggang gaun tidurnya yang terlepas. "Kamu sudah puas sayang?",
bisik Bu Linda. "Sudah, Bu. Terimakasih, ibu nikmat sekali. Sudah
setahun lebih saya tidak melakukannya dan ibu adalah wanita tercantik
yang pernah saya kenal",.
"Bisa saja kamu, Gus tapi benar deh kamu hebat" bisiknya sambil membelai dadaku yang bidang.
"Baru kali lho ibu mencapai puncak, Gus."
"Ah saya juga sama deh Bu puas banget" balasku mesra. Kamipun saling berpelukan mesra.
Sejak kejadian tersebut kami berdua selalu mengulanginya setiap ada kesempatan, terutama bila suaminya tugas ke luar kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar