Sebelum saya bercerita, saya akan memperkenalkan diri, nama saya Anton,
tinggi sekitar 170 cm dengan berat badan 75 kg, cukup seimbang dari segi
body. Kulit saya coklat kehitaman dan wajah biasa-biasa saja, tidak ada
yang istimewa. Saat ini usia saya 34 tahun. Karena ini kisah nyata,
maka nama-nama para pelakunya saya samarkan.
Kisah ini terjadi
sekitar bulan Mei tahun 1990, ketika aku baru pertama kali bekerja di
sebuah cabang lembaga keuangan yang baru buka di Kota B. Sebagai kantor
baru, maka teman-temanku pun juga masih baru, namun keakraban diantara
kami sudah sangat terbina dengan baik, karena sebelum buka kantor, kami
sama-sama mengikuti training di kantor pusat. Oleh karena itu, keakraban
kami terjalin sejak kami mengikuti training di kantor pusat.
Setelah
tiga bulan kantor kami beroperasi, datanglah seorang karyawati baru,
dengan penampilan sebagai seorang yang sudah profesional dan kelihatan
berpengalaman. Dia mengenakan blazer kuning gading, serasi dengan rok
bawahan yang juga kuning gading. Tas kantor hitam tertenteng di
tangannya, sehingga menambah kewibawaanya sebagai seorang wanita karir.
Rambut
disisir rapi ke belakang dengan gaya aristokrat, kulitnya kuning
langsat dan sangat bersih dan terawat, dan pada saat itu saya perkirakan
berusia sekitar 36 tahun, jauh diatas usiaku pada saat itu yang masih
24 tahun. Saya berpikir bahwa wanita ini cukup cantik dan berwibawa,
meskipun usianya jauh di atas saya, tapi saya sempat berpikir ngeres
kepadanya. Wanita tersebut masuk ke ruang pimpinan saya, mereka
berbicara dengan pimpinan saya, dan akhirnya keluar dari ruangan dan
menuju meja saya.
Pimpinan saya memperkenalkan wanita tersebut
kepada saya dan ternyata namanya Tatik, dan aku dipersilakan
memanggilnya Mbak Tatik. Mbak Tatik bakal menjadi atasan saya dalam
menangani keuangan. "Asyik" pikirku dalam hati, lumayan buat cuci mata
kalau pas lagi lembur pulang malam. Hari itu kami basa-basi sebentar dan
saling memperkenalkan diri dan akhirnya kami sudah menjadi team yang
akrab, meskipun gaya Mbak Tatik dalam bekerjasama dengan saya cukup
menjaga jarak.
Dari perkenalan awal, saya tahu bahwa dia masih
keturunan bangsawan. Mbak Tatik juga cerita bahwa dia menikah lima tahun
yang lalu dan belum punya anak, sedangkan suaminya seorang pejabat
Pemda. Usia suaminya adalah sepuluh tahun di atas usia Mbak Tatik.
Kami
bekerja sama dengan Mbak Tatik cukup baik, karena dia sudah lama
bekerja dan sudah berpengalaman, maka saya banyak belajar dari dia.
Setiap hari kami pulang larut malam, karena kami diminta oleh Mbak Tatik
untuk bekerja lembur setiap hari. Dan anehnya, semakin malam bertambah
larut, maka stamina kerja Mbak Tatik semakin meningkat. Rata-rata kami
pulang kerja jam 10 malam.
Karena mobil dinas Mbak Tatik belum
diberi oleh perusahaan, maka setiap hari saya harus antar pulang Mbak
Tatik sampai ke rumah, dengan mengendarai sepeda motor saya.
Hubungan
kami semakin lama semakin akrab, meskipun saya mengagumi kecantikan
Mbak Tatik, tetapi saya sangat menaruh hormat dan tidak berani bertindak
kurang ajar. Paling-paling hanya mencuri kesempatan untuk memandang
betisnya yang mulus, pantatnya yang bulat dan indah, atau memandang
leher atau sedikit dada bagian atas ketika Mbak Tatik sedang membungkuk.
Tidak lebih dari itu.
Tetapi tanpa kuduga, suatu malam ketika
kami habis istirahat makan malam berdua di ruang kerja Mbak Tatik,
sebelum kami melanjutkan kerja lagi, kami masih terlibat pembicaraan
santai tentang keluarganya Mbak Tatik. Mbak Tatik juga bercerita bahwa
Mbak Tatik itu sebenarnya memiliki penyakit kulit yang terkadang muncul
dengan tiba-tiba dan katanya terasa gatal di sekujur tubuh. Dengan
tiba-tiba Mbak Tatik meminta saya untuk menggaruk punggungnya yang mulai
terasa gatal.
"Dik Anton, tolong ya garukkan punggung saya, agak gatal nich, mungkin kumat kali penyakit saya."
Meskipun agak terkejut, tetapi saya langsung jawab,
"Baik
Mbak, sebelah mana yang perlu saya garuk?" saya langsung spontan
berdiri untuk menggaruk punggungnya dan sambil berpikir "Cihuii rejeki
nomplok, kenapa baru sekarang? tidak kemarin-kemarin" pikirku mulai
nakal.
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya saja, takut kalau Mbak Tatik kesakitan.
"Dik Anton, agak keras dikit, masih gatal lho Dik", pinta Mbak watik.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya di pungungnya.
"Dik Anton, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya."
Mbak
Tatik langsung membuka blazernya, sehingga tinggal blouse-nya yang
putih dan transparan. Waduh semakin tidak tahan nich saya, karena kulit
tengkuknya yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di
tengkuknya (Mbak Tatik kalau ke kantor selalu rambutnya disanggul di
atas), semakin menambah feminin, dan semakin membikin saya langsung
terangsang.
Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih
cenderung mengusap atau membelai punggungnya, karena saya menikmati
kehalusan kulit seorang bangsawan yang berada dibalik bajunya yang
tipis. Saya usap seluruh punggungnya dengan pelan, ke atas dan ke bawah,
ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya, saya telusupkan di bawah
ketiaknya, untuk menggapai payudara yang di depan.
Mbak Tatik
menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan
ke kanan, sambil suaranya mendesah, "Uuhh enak Dik Anton.. enaakk..
uuhh.." Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak
tugu Monas. Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum
listrik yang halus merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku.
Tenggorokanku terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang
langsung menggebu. Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang
bangsawan yang bersih, terhormat dan sangat terjaga dari tangan
laki-laki lain, selain suaminya.
Karena Mbak Tatik duduk
membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit punggungnya, batang
kemaluanku langsung kutempelkan di punggungnya yang lembut seperti
sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya dengan pelan.
Dan Mbak Tatik berkali-kali melenguh, "Uughh, enachh Dik, enaak, terus
Dik." Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang
kencang dan kenyal. Kuusap payudaranya dengan lembut, kucium tengkuknya
dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan
lembut. Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Mbak Tatik
ini harus dengan lembut dan dengan menggunakan perasaan.
Kucium
tengkuknya dengan lembut, Mbak Tatik sekali lagi menengadahkan kepalanya
ke atas, matanya sambil terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka
sedikit, dan mulutnya hanya bergumam, "Emm." Aku tahu itu artinya dia
sangat menikmati. Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling
payudaranya, dan kulingkari masing-masing payudaranya dengan kedua
tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan tanganku ke pentilnya, untuk
memberikan sensasi yang sangat halus dan perlahan. Beberapa kali
tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian perlahan-lahan
tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan
kucium keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan
nafasnya di wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang
lembut, "Dik Anton.. emm.. eemm.."
Dengan perlahan aku
membalikkan badan Mbak Tatik ke arahku, dengan cara memutar kursinya,
dan saya membimbing dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku dan Mbak
Tatik sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya,
dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa
indahnya bukit kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan
telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya yang juga sangat indah dan
kencang. Tangan Mbak Tatik memegang pundakku dengan lembut, kepalanya
sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya.. waduh, jernih dan indah
menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya dengan lembut,
kuusapkan perlahan bibirku ke bibirnya. Mbak Tatik memberikan reaksi
dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya ditempelkan
lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak
kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas.
Waduh
ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya,
dia memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku.
Tanganku mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku
menikmati sekali kehalusan kulit punggungnya.
Setelah aku puas
menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan kuarahkan ke
lehernya. Mbak Tatik menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke
kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan
mulutnya masih bergumam, "Mmm.. uhh.." Ciumanku mulai bergeser ke bawah,
ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka
satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua
buah payudaranya yang padat, bulat, kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi
lehernya dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah
atas payudara yang tidak ditutup BH. Mbak Tatik semakin menengadahkan
kepalanya, punggungnya juga semakin melengkung ke belakang, kedua
tangannya memegang kepala saya dan sedikit meremas rambut saya, tandanya
semakin menikmati gaya permainanku. Kedua tanganku memegangi dibawah
kedua ketiaknya, biar Mbak Tatik tidak terjerembab ke belakang, tapi
bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas payudara. Aku sengaja
memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya. "Diik..
Aannton.. uugghh.. sstt", sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya
yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga
pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Mbak Tatik terpampang jelas di
hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang berada di
langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana
malam itu yang tidak akan pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku
kugunakan meremas sebelah pinggir dari payudaranya, dan tampak bahwa
payudaranya sudah mulai mengeras.
Tanganku mengusap punggungnya
dengan perlahan sambil membuka tali BH yang ada di punggungnya. "Tik"
sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya. dengan pelan kuturunkan
tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas. Woow, terlihat
pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan bersih
dengan puncaknya yang kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat
terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap payudaranya dari sebeleh
bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya
untuk menjaga agar Mbak Tatik tidak terjatuh, dan kucium payudaranya,
berkeliling mengitari pentilnya, dan tangan kananku masih mengusap-usap
sebelah luar payudara, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Mbak
Tatik memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium
pentilnya.
Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan
lembut kukulum pentilnya. Dan reaksinya, "Aaaughh, uuhh.. ss.. uuhh",
Mbak Tatik melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang
dinantikannya telah tiba. Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi
lenguhan itu tetap lembut dan terdengar lirih. Kukulum pentilnya,
kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku, dan kugigit lembut pentilnya,
tanganku tetap meremas-remas lembut payudaranya.
Setelah aku puas
mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan bibirku
dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya yang
datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan semerbak. Ketika
mulutku terlepas dari susunya, Mbak watik kelihatan menghela napas lega
dan baru bisa bernafas dengan tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak
sedikit jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan lidahku.
Mbak Tatik menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau
karena sudah sangat terangsang, Mbak Tatik sudah tidak kuat berdiri dan
dia bergeser ke belakang duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan
kedua lututku dan aku tetap jilati pusarnya dan perutnya. Mbak Tatik
kegelian, dan mengusap-usap rambut kepalaku dengan tidak beraturan,
terkadang meremas, menjambak dan mengusap rambutku. Sehingga rambutku
sangat kacau.
Puas dengan permainan perut, Mbak Tatik kurebahkan
di meja kerjanya. Untungya meja kerja Mbak Tatik cukup besar.
Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus dengan CD-nya. Sekarang tampak di
hadapanku seorang putri yang kuning, bersih, dengan kaki dan betis yang
aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Kunikmati tubuh Mbak
Tatik sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan keindahan
tubuhnya, tanpa berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata malam
ini apa yang kudapatkan jauh dari yang kubayangkan. Seorang wanita
dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua
buah dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang,
sehingga cocok dengan kesan payudara seorang putri. Bentuk lengan dan
bahu yang padat bulat dan berisi.
Mbak Tatik telentang di atas
meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium pipinya sekali lagi
dengan lembut, kuusap payudaranya dengan lembut. Kedua tangan Mbak Tatik
merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya bergerak-gerak dengan
halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan dari
susunya turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun
ke bawah mengusap pahanya. Paha yang selama ini hanya bisa kupandang.
Aku usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling
memagut. Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Mbak Tatik, "Ugh..
ugh.. emm.. emm.." Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap
sekitar bibir kemaluannya. Dengan perlahan kedua kaki Mbak Tatik
mengembang, memberi kesempatan tanganku untuk mengelus kemaluannya.
Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua selangkangan saja yang aku
belai dengan kedua jari telunjuk dan jari manis bersama-sama. Kuelus
selangkangannya naik turun, dan Mbak Tatik menambah kecepatan gerakan
kakinya. Dengan pelan Mbak Tatik mengangkat pantatnya, sehingga
kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar aku dapat segera
mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang kubuat
serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku,
membuat gelinjang Mbak Tatik menaikkan kemaluannya untuk menyentuh
tanganku semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yang lembut,
tipis dan tertata rapi. Setelah puas memainkan sekitar kemaluannya, dan
liang kemaluan Mbak Tatik sudah semakin terbuka dan semakin basah.
Kusentuh klitorisnya dengan sedikit ujung dari jari tengahku dengan
lembut dan.. "Uuhhgh", lenguhan Mbak Tatik kenikmatan. Gerakan kakinya
sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit dengan kedua
pahanya. "Diik Aaanntoon.. aakkuu.. nggakk.. taahh.." kemudian tangannya
menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki tubuhnya.
Kutarik
kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai,
kemudian Mbak Tatik membuka kedua selangkangannya dengan tidak sabar.
Aku sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah
seperti bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.
Kugesekkan
batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Mbak Tatik
mengerang lagi, "Uugghh.. uughhg.." Kumasukkan dengan pelan batang
kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik
kembali dan kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan
tersebut membuat erangan Mbak Tatik semakin tidak beraturan.
Untuk
melayani tipe seperti Mbak Tatik ini, kugunakan gaya gesekan 5:1,
artinya lima kali keluar masuk setengah batang kemaluan, baru sekali
masuk seluruh batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang
kemaluan, erangan Mbak Tatik semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1
ini kami bisa saling menikmati.
"Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Anntonn.. ucchh.. sstt.. uhh.."
Erangan
erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.
Sambil kugenjot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa
meremas kedua susunya, yang bergerak-gerak naik turun tergantung
sodokanku. Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya,
kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan
genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Mbak Tatik diangkat dan dililitkan
ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku, mulutnya sedikit
menganga dan mendesis.. "Diikk Ann.. toon.. saa.. yaa ssaampa.. aaii..
uuhhff." Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang
kemaluanku. Setelah Mbak Tatik selesai mengejang dan nafasnya
tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan genjotan, tetap dengan gaya 5:1.
Mbak Tatik melenguh,
"Uuff.. uff.. uuff.. Dik Anton beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff.. ugh.."
"Sebentar Mbak!" kataku.
"Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii.."
"Sebentar Mbak, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai.."
Tiba-tiba
ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan
semakin-lama semakin mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang
ditiup dan mau pecah.
"Aachghh.. accghh.. Mmmbakk.. Tatiik.. aku mmau
keluarr.." Mbak Tatik memegang erat tubuhku dan "Crret.. crrett.."
keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan "Aaachh.."
Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
"Dik
Anton, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini
tersumbat." Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat
membayangkan, ternyata aku bisa menikmati tubuh seorang wanita
terhormat, yang selama ini orang luar sangat menghormatinya, tapi
ternyata malam ini dia begitu pasrah menyerahkan tubuhnya kepadaku.
Jam
telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami
berdua segera masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan
kami masing-masing. Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Mbak
Tatik, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi meja kerja
Mbak Tatik, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku
berbisik ke telinga Mbak Tatik, "Mbak meja ini dirapikan ya.. karena
besok malam mau dipakai lagi", Mbak Tatik hanya tersenyum dan mencubit
mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik
di kantor ataupun di hotel, tapi rahasia tersebut tidak terbongkar dan
kami saling menjaga rahasia. Dan kalau pagi hari, Mbak Tatik kembali
memerankan perannya sebagai atasan yang berwibawa, profesional, tetapi
kalau malam, melenguh-lenguh dan menggelinjang-gelinjang di bawah
selangkanganku.
Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor
mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah
pegunungan yang berhawa dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut,
tidak terkecuali Mbak Tatik. Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan
karyawati harus ikut dan tidak boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada
saat itu kami semua belum berkeluarga, kecuali Mbak Tatik tentunya).
Hanya Mbak Tatik saja yang diperkecualikan untuk membawa keluarga (dalam
hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas mendekati Mbak Tatik,
karena takut ada suaminya).
Pada hari Jum'at sore, setelah
selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul di kantor untuk
berangkat ke Puncak (bukan Puncak di Cipanas lho). Semua yang berangkat
ada 17 orang cowok-cewek termasuk aku, dan Mbak Tatik bersama suaminya
dengan membawa 2 anak kecil, yang ternyata keponakan Mbak Tatik. Dalam
hatiku kejengkelan bertumpuk, karena Mbak Tatik sudah bawa suami, tambah
keponakan lagi, wuaahh repot, pikirku saat itu.
Untuk membawa ke
Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai oleh
karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Mbak Tatik,
masing-masing mobil sudah disediakan supir.
"Kalau 3 mobil nggak
cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Anton saja yang
ikut mobil saya", kata Mbak Tatik kepada teman-teman, matanya sambil
melihatku.
"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.
Agar
Mbak Tatik tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya
pura-pura menawarkan tetapi langsung menutup penawaran kepadaku.
"Ayo
siapa yang ikut mobil Mbak Tatik, biar aku yang di Panther aja", kataku
pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena aku tahu, pada tidak
ada yang berani satu mobil dengan Mbak Tatik, rata-rata mereka pada
sungkan.
"Udah dech, biar Anton aja yang ikut, sekali-kali kita
kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Mbak Tatik,
mungkin sampai di tempatnya Anton sudah tegang nggak bisa bergerak",
kata Nita temanku sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.
"Ya bener,
sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi
tegang karena nggak tahan aja berdekatan dengan Mbak Tatik", kataku
dalam hati, dan yang tegang hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.
"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.
Tapi
teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, dan akhirnya
aku jalan juga ke mobil Mbak Tatik, dan sekali lagi pura-pura mengumpat
mereka.
Suami Mbak Tatik hanya senyum-senyum melihat kelakuan
kami. Oh ya, aku belum kenalin sama suami Mbak Tatik. Namanya sebut saja
Mas Joko, orangnya besar, gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek)
dan agak pendiam. Wajahnya mirip dengan Rahmat Kartolo.
Mas Joko
duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Mbak Tatik, kedua keponakan
yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan
perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah
mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan
posisi duduk Mas Joko. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan
awal terhadap Mbak Tatik. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya
sekedar serangan-serangan ringan. Sorry agak norak sedikit melakukan
serangan ringan di mobil, habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan
tangan ini tidak bersinggungan dengan kemulusan tubuh Mbak Tatik yang
memang sintal, padat dan berisi.
Di perjalanan, Mas Joko banyak
membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan kami dengan Mas Joko. Mbak
Tatik duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah kiri, dan kedua
keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa kalau hanya
melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Mbak Tatik, kadang sedikit
elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan Mbak
Tatik terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap
kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum
usia masih dalam taraf pandangan Hidup).
Setiap kali kusentuh
pinggang atau pantatnya, kelihatan Mbak Tatik agak menghela nafas, dan
wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Mbak Tatik itu
tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan
dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih
dari 50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40
menit.
Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel,
setelah mandi dan istirahat sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda
ria dan menikmati santap malam Kambing Guling. Kami semua menikmati
acara tersebut, kecuali Mas Joko. Dengan alasan mengantuk, maka Mas Joko
tidak ikut bersama-sama dengan kami. Mas Joko lebih suka makan di kamar
dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua dan Mbak Tatik bercanda
ria.
Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok.
Ada yang bercerita berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam,
dan ada yang sekedar memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.
Mbak Tatik memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,
"Dik Anton, anterin Mbak Tatik jalan ya."
"Lha Mas Joko?" tanyaku terkejut.
"Udah dech, nggak usah pikirin Mas Joko, Mas Joko sudah tidur."
"Mbak, Mas Joko bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.
"Ya begitulah Mas Joko, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur", kata Mbak Tatik.
Kami
berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan
takut kalau Mas Joko tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana
Mbak Tatik ini.
"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Mbak", tanyaku memecah kebisuan.
"Dik
Anton nggak usah takut, dia percaya kok sama Dik Anton, dikirain Dik
Anton kan masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."
"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat anak kecil", jawabku menggoda.
Mbak Tatik hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.
Aku
berjalan di sebelah kiri Mbak Tatik, sehingga tangan kananku dengan
leluasa mendekap pundak Mbak Tatik, untuk melindungi dari hawa malam
yang cukup dingin. Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan
di Puncak ini, maka kubawa Mbak Tatik di tempat yang sangat aman.
Kudekap badannya, kubelai-belai punggungnya, sambil sesekali kucium
telinganya. Mbak Tatik mendesah mengeratkan dekapannya ke tubuhku.
Tangan
kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik baju
sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas
pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada
tengkuk dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling
berhadapan dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke
bibirnya. Kukulum lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami
berdua sudah mulai tidak beraturan.
Kedua tanganku kudekapkan
erat di punggung Mbak Tatik, tangan kiriku kugunakan untuk mendekap
pantat Mbak Tatik dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang
kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai
geser-geserkan kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku
kutelusupkan di bawah sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang
halus, lembut dan sudah mulai hangat oleh birahi.
Udara malam
semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas. Kami
berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena
serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam
perjalanan.
"Dik Anton kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Mbak Tatik sambil mendesah menahan birahi.
"Nanti kelamaan, Mbak? gimana kalau Mas Joko bangun?"
"Dik
Anton tenang saja, Mas joko itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah
bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."
"Oke dech Mbak, yuk kita jalan."
Aku bimbing Mbak Tatik ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di sini yang nyaman buat Mbak Tatik.
Hanya
lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil, tapi
sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas
receptionist sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak
pertanyaan dan langsung mengantar ke kamar yang kami maksud.
Di
dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Mbak Tatik langsung melepaskan
baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan
belahan dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah
lutut, sehingga pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.
Kami
berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah Mbak
Tatik agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan
bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit
terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan
kueratkan dekapanku di punggungnya.
Lama kami menikmati ciuman
itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang tipis, kugeserkan
mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman di leher ini.
Karena menurutku leher Mbak Tatik itu sangat seksi. Lehernya agak
tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku
menari-nari di lehernya.
"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Aanntoonn, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."
Nafas
Mbak Tatik mulai tidak teratur. Mbak Tatik ini kalau penampilan luar
sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, Mbak
Tatik bisa sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan Mbak
Tatik ini memiliki tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja,
nafasnya sudah tidak karuan.
"Mmeemm, jangan khawatirr.. Mmmbakk", jawabku menenangkan.
Ciumanku
sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke dua
buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Mbak
Tatik semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan
mata terpejam, dan mulut masih bergumam.
"Emm.. uugghh.. Diikk Aaantoon.. uugghh.."
Kelihatannya
Mbak Tatik sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya,
kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua
bukit bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna
coklat yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat
goyangan badan Mbak Tatik yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan
kanan Mbak Tatik memegang kemaluanku yang dari tadi sudah tegak, dan
meremasnya karena sudah gemes.
"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong Mmbak.. umm, Sakiitt.. mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.
"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."
Karena
Mbak Tatik sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering
mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus
menahan badan Mbak Tatik dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang.
Kupondong Mbak Tatik dengan kedua tanganku, dan Mbak Tatik mendekapkan
kedua tangannya di leherku, Mbak Tatik tersenyum menggoda, kucium
susunya, dan sekali lagi Mbak Tatik menggelinjang.
Kutidurkan
Mbak Tatik dengan perlahan di atas ranjang. Mbak Tatik masih memejamkan
matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan
tangan kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai
bergeser ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya.
Kuremas-remas susunya dengan lembut. Mbak Tatik semakin menggelinjang.
Tangan kirinya mendekap leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak
rambutku. Kedua kakinya bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang,
membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.
Ciumanku kugeser ke
leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua payudaranya dengan
ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah kanan
tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Mbak Tatik menahan rangsangan.
Kuhentikan
ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan jeans Mbak Tatik. Waaoo,
sepasang kaki indah di balik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan
perlahan-lahan celana jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan
sekalian. Nampaklah kemaluan Mbak Tatik yang padat berisi dengan belahan
indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam pekat menghiasi kemaluannya,
kontras dengan warna kulit kemaluannya yang kuning langsat.
Aku
kembali menciumi sekeliling pusar Mbak Tatik, dan kumainkan pusarnya
dengan lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang
padat dan mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan
selangkangannya. Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan
selangkangan kiri dengan telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama.
Kulingkari sekitar kemaluannya dengan jari-jariku. Aku selalu
menghindari untuk menyentuh klitorisnya sampai menunggu waktu yang
tepat.
Kedua kaki Mbak Tatik bergoyang-goyang tidak karuan,
pinggulnya juga bergoyang-goyang naik turun, minta klitorisnya disentuh,
tapi aku tetap hanya menyentuh tepian dari kemaluannya dengan lembut.
Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan bibirku kembali menciumi
lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku kusentuhkan dengan
pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.
Menerima perlakuanku seperti itu, Mbak Tatik langsung menarik nafasnya
lega, seakan terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,
"Uuugh nikmat Dikk Anntoon.. uughh.. ennaakkgghhk sseekalii.. uhhnn sstt.."
Bersamaan
dengan lenguhan tersebut, Mbak Tatik mengeratkan dekapannya di leherku,
dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya telah
sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu pisang
yang akan dilahapnya.
Aku masih mengulum pentilnya bergantian
kiri dan kanan, sementara ujung jari tengah tangan kananku masih
membelai-belai kitorisnya dengan lembut. Dalam mengusap klitoris ini
harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan tekanan, hal ini sangat
disukai oleh Mbak Tatik. Kedua kaki Mbak Tatik sudah tidak menjepit
tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang kemaluannya
merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya
dan bibir kemaluannya.
"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk.. Anntt.. oonn.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."
Lenguhan
Mbak Tatik yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya
birahiku. Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya,
dan kurasakan kewanitaannya semakin basah.
"Diik.. Aaantoonn..
uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.." Rengek
Mbak Tatik dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga
usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara
selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Mbak Tatik di pundakku, dengan
perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya Mbak
Tatik. Kelihatannya Mbak Tatik sudah tidak sabar untuk menerima batang
kemaluanku di liang kemaluannya, karena kedua tangannya memegang
pantatku dan menekan pantatku masuk ke lubang kemaluannya.
Kumasukkan
perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya. Mulai
dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.
Mbak Tatik sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat
batang kemaluanku memasuki luabang kewanitaannya dengan perlahan, Mbak
Tatik sangat menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
"Uuugghh.. uuhhgghh", seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.
"Uugghh.. eehh.."
Kugeser-geserkan
batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke
kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Mbak Tatik, yaitu 5:1.
Pada
saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang
masuk ke liang kemaluan, Mbak Tatik menikmati rangsangan yang ada
sekeliling permukaan liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm
eemm.. sstt.. eemm.." namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana
seluruh batang kemaluan masuk ke dalam dan menyentuh dasar liang
kemaluan Mbak Tatik yang menikmatinya dan mengencangkan jepitan luabang
kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit leherku, dan
kedua tangan Mbak Tatik meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya
kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya "Uughh..
uugghh.. eennaggk Diikk.. Aannttoonn.. eennakgg.." Kami terus gunakan
gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..
"Diikk.. Aanntoonn.. akuu suudahh tiidaak kuatt.. akuu mauu.. keeluuarr.."
"Seebenntarr.. Mmbakk, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.
Dan
untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit
kencangkan genjotanku ke liang kemaluan Mbak Tatik, dan tiba-tiba..
liang kemaluan Mbak Tatik bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku.
Nah ini yang kutunggu, hisapan dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat
di btang kemaluanku, dan tiba -tiba..
"Diikk.. Aaanntoon.. aakuu keluuarr.." dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
"Aauughh..
crreett.. creett.. creet, tumpah semua cairan di tubuhku di liang
kemaluannya, dan liang kemaluan Mbak Tatik masih bergerak-gerak
menghisap batang kemaluanku dan memberikan sensasi yang tidak dapat
terlupakan.
Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku
suka sekali melihat badan Mbak Tatik basah oleh keringat, menambah
keseksian tubuhnya. Kami berdua berdekapan sebentar, dan akhirnya
bersiap-siap kembali ke teman-teman.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar