Jumat, 15 Februari 2013

Curhat Indah 2 : Mulai Berani

Pagi-pagi ini Andi sudah menelponku.
"In, ntar makan siang aku jemput kamu ya. Kita makan siang keluar..."
Setelah pengakuanku kemarin, suara Andi kali ini terasa begitu ceria. Aku merasa lega sekali.
"Ok, nanti aku ijin sama Mbak Netta", aku menyetujui ajakannya.
"Jam 11-an ya aku disana"

Telepon ditutup, rasanya aku ingin teriak sekeras-kerasnya. Aku bahagia. Andi ternyata memang sayang padaku. Dia bisa menerimaku apa adanya. Mbak Netta cuma senyum-senyum dan mengiyakan saat aku minta ijin untuk keluar makan siang dengan Andi siang ini.

Tepat jam 11, Andi menelponku lagi.
"Aku udah di bawah In..."

Kulongok lewat jendela, mobil Andi sudah menunggu di depan kantorku. Aku segera turun ke bawah, dan masuk ke mobil. Andi segera menyambutku dan mencium bibirku. Aku agak kaget, tidak biasanya Andi seperti ini. Andi hanya pernah menciumku sekali sewaktu aku ulang tahun. Itu pun hanya di pipi, tidak di bibir seperti barusan.

"Idih Andi, kok tumben pake cium-cium segala. Malu ah, dilihatin orang tuh...", kataku sambil menunjuk orang yang lalu lalang di depan kantorku.

"Sekali-kali nggak apa-apa dong nyium calon istriku", jawab Andi sambil menjalankan mobilnya.
Aku senang sekali, Andi menyebutku sebagai calon istri. Padahal aku belum menjawab permintaan Andi semalam.
"Rasanya aku belum menjawab lamaran kamu semalam deh, kok bisa-bisanya bilang calon istri", candaku.

"Memang belum, tapi kamu kan pacarku. Pacar kan sinonimnya calon istri kalo nggak keburu putus...ha..ha..ha..."

Setelah itu kami makan siang. Rasanya hari ini Andi riang sekali, aku pun ikut senang karena ini berarti Andi tidak lagi kecewa.

Saat mengantar ke kembali ke kantor, sebelum aku turun dari mobil, Andi memanggilku,"Indah..."
"Kenapa ndi..."
"Boleh aku cium kamu sekali lagi"
Aku tersenyum dan mengangguk. Andi segera mengulum bibirku, tapi kali ini dia tidak berhenti sampai disitu. Tangan kanannya memegang payudara kiriku dan meremas-remasnya. Aku sempat kaget, tetapi gairah ciuman dan remasan Andi membuatku membalas mengulum.

Akhirnya Andi melepas ciumannya. Nafas kami mulai memburu.
"In, aku jalan dulu ya. Besok malam aku jemput kamu ya, kita nonton di Senayan City", ajak Andi.

Aku setuju. Dan berjalan masuk kantor kembali. Sesampainya di mejaku, aku sempat berpikir, apa yang membuat Andi hari ini begitu ceria. Tapi aku tidak mau larut, kerjaanku masih banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...